Pilkada dalam Pandangan Kaum Santri



Pilkada dalam Pandangan Kaum Santri



Oleh KH Tubagus  Sehabudin Assa'idy Pengasuh Pesantren Daarussa'dah Jatiuwung Kota Tangerang Banten

Saat ini, Bangsa Indonesia sedang bersiap melaksanakan kewajiban konstitusi yaitu melaksanakan Pilkada serentak tidak terkecuali kita yang ada di Banten. Baik Pilgub maupun Pilbup dan Pilkot se Banten. Buat rakyat berdemokrasi itu sederhana tidak njelimet.  Rakyat melihat apa yang sudah dikerjakan oleh para calon gubernur dan walikota serta Bupati. Sebab hal tersebut menjadi bukti otentik kemampuan sang calon dalam mengeksekusi kebijakan yang bermanfaat buat warga.

Pengalaman pemilihan langsung di era reformasi memaksa warga untuk memiliki sikap yang rasional dan terukur. Sebab pilihannya terhadap satu calon akan berdampak besar bagi keberlangsungan kehidupan di suatu daerah. Kesadaran ini nampak sudah mulai tumbuh di warga bangsa kita. Meskipun kita tidak menampik masih ada warga yang mengambil sikap pragmatis, aji mumpung atau ambil untung sesaat. Namun kebanyakan dari warga memilih gubernur, walikota dan bupati adalah adanya keyakinan terhadap calon yang bersangkutan. 

Tentu saja hal ini patut kita apresiasi sebab itu menunjukkan kedewasaan warga bangsa kita sudah mulai dewasa dalam berdemokrasi. 

Seperti yang penulis katakan, demokrasi itu tidak rumit dan tidak njelimet. Yang rumit dan njelimet itu "suasananya" dibikin rumit dan njelimet.

Kita lihat saja pemilihan calon anggota legislatif di Negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan. Tidak ada hingar bingar seperti di negara kita. Di sana warga bisa melihat dari pamplet atau media yang mempublikasikan calon yang ikut bertarung. Tidak ada timses yang sibuk konsolidasi membangun opini. Semuanya berjalan secara alami. Rakyat lah yang menentukan pilihan akhirnya. 

Tentu saja dengan pola seperti itu biaya demokrasi menjadi murah bahkan nihil. Tidak memakai duit APBN atau APBD yang ber M em-an. Karena duit APBD dan APBN seharusnya dipergunakan khusus untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Bukan untuk kegiatan pesta demokrasi yang hasilnya pun masih sumir.

Kaum santri sebagai elemen penting demokrasi harus menjadi "penyejuk" demokrasi agar demokrasi tidak menjadi ajang menghamburkan duit  rakyat yang di APBD dan APBN. Biarkan duit rakyat digunakan untuk kesejahteraan dan kemajuan masyarakat. 

Saya kira, hal ini akan menjadi lebih bermanfaat buat warga Bangsa. Namun kita juga menyadari bahwa untuk memperbaiki dan merubah demokrasi agar lebih berkualitas masih perlu proses. Tapi setidaknya, hal ini sudah menjadi renungan kita bersama bahwa kita perlu mencari format pesta demokrasi yang ramah tidak memakai duit APBD dan APBN. Bila di jepang dan Korea saja bisa meminimalisir dana pesta demokrasi. Pastinya bangsa kita pun bisa.

Sebagai Santri kita harus  sadar bahwa agenda demokrasi masih harus menjadi perhatian kita semua agar kualitas demokrasi tidak lagi sekedar rutinan 5 tahunan. 

Selamat Hari Santri tahun 2024.

Post a Comment

أحدث أقدم