Saran untuk Tiongkok



Saran untuk Tiongkok

Oleh Tubagus Solehudin, Ketua Klub Study Islam dan Politik (KSIP)

Sepertinya Tiongkok merasa nyaman menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia, terutama di masa Rezim Jokowi sebagai Presiden.  Akses Tiongkok terhadap Indonesia begitu sangat besar dan menguntungkan baik secara jangka pendek, menengah dan panjang. Sehingga Tiongkok perlu menjaga agar kemesraan ini janganlah cepat berlalu.

Presiden Jokowi sendiri memanggil Presiden Xi Jinping dengan sebutan Kakak Tua. Itu sangat bermakna dan dalam. Bila kita telaah, Presiden Jokowi sangat menghormati Tiongkok lebih dari sekedar teman biasa. Artinya hubungan bilateral kedua negara memiliki nilai lebih dari yang lain.

Sebetulnya penghormatan Pak Jokowi dan Penghormatan Tiongkok kepada Pak Jokowi merupakan buah dari sikap saling hormat menghormati. Sikap saling menjagai satu sama lain. Bagi Indonesia tentu saja harus menjadi negara yang baik dimana Investasi Tiongkok merupakan investasi terbesar dari negara manapun.

Terlepas dari pandangan rakyat Indonesia terhadap Tiongkok, hubungan bilateral dengan Tiongkok menemukan momentumnya dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang bernama whoosh.

Keberhasilan proyek tersebut ditengah nyinyiran banyak orang akan menjadi bukti, apakah kerjasama dengan Tiongkok ini pada ujungnya akan menguntungkan Indonesia atau menjadi awal dari beban rakyat Indonesia selanjutnya seperti yang di nyinyirin banyak pihak.

Tiongkok dan Indonesia pasca Presiden Jokowi harus menjaga asa ini agar apa yang sudah berhasil dikerjasamakan dapat terus dijaga dan ditingkatkan kualitas dan nilainya bagi kedua negara.

Satu hal yang perlu Tiongkok ketahui dan pahami. Bahwa rakyat Indonesia masih memiliki pandangan yang negatif terhadap Tiongkok. Memory Tragedi '65 dimana PKI dianggap sebagai dalang dari pembunuhan para jenderal Indonesia karena dibawah pengaruh Tiongkok. Sedangkan secara ideologi, Tiongkok juga sangat bersebrangan dengan Bangsa Indonesia. Indonesia menganut pandangan Ideologi Pancasila sedangkan Tiongkok menganut Pandangan Ideologi Komunisme sosialisme.

Alhamdulillah, meskipun masih diametral secara ideologi tapi secara praktis teknis kedua negara mampu berfikir dan bertindak win-win kedua pihak. Ini yang menjadi point penting yang perlu dipertahankan.

Bahasa Diplomasi Tiongkok "senasib sepenanggungan" yang disampaikan oleh presiden Xi Jinping dihadapan Haji Prabowo Subianto Presiden Terpilih harus benar-benar tulus sesuai dengan hati nurani Tiongkok yang ingin membangun kerjasama dengan Bangsa Indonesia. Tanpa ketulusan, Tiongkok akan kesulitan meyakinkan Rakyat Indonesia yang masih memiliki pandangan yang negatif terhadap Tiongkok.

Sebab Indonesia memiliki pandangan dan sikap sendiri yang telah digariskan oleh Bapak Bangsa yang akan terus menjadi pegangan dalam membangun dan menjalin kerjasama dengan Bangsa-bangsa Dunia.

Pemimpin Bangsa Indonesia sudah teruji dalam kancah politik dunia. Kita ambil contoh, lahirnya KAA Bandung yang meresonansi bangsa se Asia Afrika berani melawan penjajah dan kemudian menjadi negara merdeka. Sedangkan di era perang dingin Barat dan Timur, Bangsa Indonesia mengambil sikap Politik Bebas Aktif. Begitu juga untuk menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara, Bangsa Indonesia mempelopori membentuk Asean yang hingga kini masih eksis dalam percaturan dunia.

Jadi, bila Tiongkok benar-benar ingin membangun rasa "senasib sepenanggungan" dengan Indonesia jauhi sikap Hitman seperti yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Bangsa Indonesia. Kalau itu yang dipraktikkan, Tiongkok pasti sulit untuk meyakinkan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Post a Comment

أحدث أقدم