TPDI Gelar Diskusi "Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik"
Jakarta,Anekafakta.com
Para advokat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara menyelenggarakan diskusi publik dengan tema, "Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, sebuah Konspirasi Politik" pada Senin (18/3). Acara akan digelar pada pukul 15.00 hingga selesai.
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus mengatakan, tema di atas dipilih karena kontroversi tentang Fungsi Aplikasi Sirekap sebagai alat bantu dalam penghitungan suara hasil Pilpres 2024 oleh KPU semakin hari memunculkan kecurigaan publik.
"Publik justru menilai bahwa Sirekap bukan alat bantu, melainkan Sirekap menjadi alat utama didesain untuk menimbulkan ketidakpastian Penghitungan Suara Hasil Pilpres 2024," ujarnya melalui siaran pers.
Sebagian pengamat berpendapat bahwa "Sirekap" tidak berfungsi sebagai alat bantu penghitungan suara. Sirekap justru telah menjadi biang masalah bahkan menjadi alat utama menciptakan manipulasi penghitungan suara sejak tanggal 14 Februari 2024, hari pertama pencoblosan hingga sekarang.
Petrus mengatakan, tidak kurang juga DKPP, jauh sebelum Sirekap digunakan sudah mengingatkan KPU agar hati-hati menggunakan Sirekap. Jangan sampai Sirekap menjadi teknologi yang menghambat kerja KPU. Faktanya beberapa kali Sirekap tidak berfungsi alias mati atau dimatikan.
"Akibatnya, muncul tanda tanya besar masyarakat terutama para pakar IT, apakah gerangan yang terjadi antara Sirekap dengan KPU, mengapa Server Sirekap justru berada di Singapura dan di bawah kendali Alibaba Cloud, kemudian secara misterius kembali ke Jakarta lagi," katanya.
Dia mengatakan, kecurigaan publik saat ini sudah mulai mengarah kepada suatu keyakinan bahwa Sirekap bisa jadi merupakan "alat pembunuh demokrasi". Sebagian besar publik jug amulai tidak percaya terhadap Sirekap produk ITB ini.
Bahkan akhir-akhir ini KPU mulai kehilangan kepercayaan terhadap Sirekap, seiring dengan seringnya Sirekap ini mati dan semakin disorot publik.
Ketidakpercayaan publik terhadap Sirekap ini, kata Petrus, terjadi karena sikap KPU dan ITB yang tidak transparan sejak proses pengadaan Sirekap hingga bagaimana proses bekerjanya Sirekap, server Sirekap bisa berada di Singapura bahkan disebut di China dan Prancis di bawah penguasaan Alibaba Cloud sebuah raksasa teknologi informasi di China yang adalah pihak asing.
"Publik memandang Sirekap bukan lagi sebagai alat bantu penghitungan suara, bukan lagi menjadi solusi melainkan Sirekap menjadi problem yang berpotensi membunuh demokrasi dan kedaulatan rakyat melalui Pemilu, padahal Pemilu itu sendiri merupakan sarana kedaulatan rakyat," kata Petrus.
Konspirasi Kejahatan Politik Tingkat Tinggi
Pengamat Telematika dan Multimedia KMRT Ror Surya sebelumnya mengatakan, Sirekap ini bisa saja dimodifikasi dengan kemampuan teknologi untuk memanipulasi hasil suara pemilih yang masuk ke KPU. Karena itu, bisa saja Sirekap tersebut telah mengunci suara Paslon 01, 02 dan 03 dalam posisi timpang seperti saat ini. Maka seberapapun jumlah suara yang masuk, tidak akan berubah, baik untuk menambah suara maupun untuk mengurangi suara.
Jika sinyalemen itu benar, maka penggunaan Sirekap bisa dikualifikasi sebagai suatu "konspirasi tingkat tinggi" untuk melakukan kejahatan politik melalui Pemilu 2024, dengan daya rusak yang tinggi, yaitu merusak sistem demokrasi, melecehkan kedaulatan rakyat, bahkan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap Pemilu, sebagai sarana kedaultan rakyat menurut UUD 1945.
Petrus menambahkan, Sirekap menjadi alat "kejahatan politik tingkat tinggi", karena taruhannya adalah kedaulatan rakyat dan kedaulatan negara. Rakyat dan Negara dibuat tak berdaya bahkan kedigdayaan rakyat dan negara dikudeta, bergeser dan disubstitusikan menjadi kedaulatan "dinasti politik" dan "nepotisme".
Petrus mengatakan, untuk mendudukan fungsi Sirekap ini secara proporsional sesuai dengan tujuan UU ITE dan tujuan pengadaannya, yaitu untuk memcerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan rakyat dan membantu memperlancar penghitungan suara hasil Pemilu, maka sejumlah pakar diundang untuk menjadi narasumber, masing-masing Dr. Leony Lidya, Ir., MT. Dosen ITB Bidang Rekayasa Perangkat Lunak; Dr. Soegianto Soelistiono, M.Si, Pakar IT, Kecerdasan Buatan dan Dosen pada UNAIR Surbaya; Hairul Anas Suaidi, Sekjen IA ITB dan Pakar IT Pencipta Robot Pemantau Situng KPU Pemilu 2019; Prof. Romli Atmasasmita, S.H., LLM. Akademisi, Guru Besar (emeritus) Hukum Pidana UNPAD; Dr. Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP dan Politisi; Dr. KMRT Roy Suryo, Pengamat Telematika, Multimedia AI & OCB.
Hadir juga beberapa penanggap terdiri dari Benhard Mevis Anggiat Pardomuan Malau, ST., CHFI., MCP., GSM; Pakar IT dan beberapa Pakar Hukum dan Praktisi Hukum.
Petrus mengatakan, diskusi ini diharapkan dapat mengurai, mengungkap fakta dan peristiwa di balik Aplikasi Sirekap yang berbasis pada dan tunduk pada UU No.1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 8 Tahun 2011 Tentang Informasi dan Transaksi Eleltronik, agar dapat berguna bagi semua pihak yang ingin mengembalikan Pemilu sesuai asas-asasnya.
(D.Wahyudi)
إرسال تعليق