Pemerintahan Demokrasi Ketakwaan: sebuah Jawaban Yang Kritis



Pemerintahan Demokrasi Ketakwaan: sebuah Jawaban Yang Kritis


Penulis; Budi Handoyo,SH.,MH Dosen dan Anggota Pengurus Rumah Moderasi Beragama (RMB) STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh Aceh

Di dalam perkembangan kemajuan filsafat politik, sains, sosial dan hukum dalam suatu negara di era modern kontemporer. Para pemegang otoritas pemerintahan selalu mengutamakan menjunjung tinggi prinsip demokrasi.
Prof Dr. Abdul Karim Soroush mengartikan "Demokrasi terdiri dari metode membatasi kekuasaan para pemimpin dan merasionalkan pertimbangan dan kebijakan mereka, sehingga mereka tidak begitu rentan terhadap kesalahan dan korupsi, lebih terbuka untuk menerima nasihat, moderasi, musyawarah; dan karenanya kekerasan dan revolusi tidak akan diperlukan. Pemisahan kekuasaan, wajib belajar untuk masyarakat umum, kebebasan dan otonomi pers, kebebasan ekspresi, dewan musyarawah pada beragam tataran pembuat keputusan, partai politik, pemilu, dan parlemen adalah metode untuk mencapai dan mengadakan demokrasi."
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahahan yang sah yang berusaha memangkas ekstremitas pelanggaran hukum yang zalim, demokrasi mendorong orang untuk membatasi sebagian nafsu mereka untuk mencapai kenyamanan dan kemakmuran. Hukum menentang kebebasan mutlak, tetapi tidak terhadap Demokrasi.

Abuya Syekh Amran Waly al-Khalidi memaknai demokrasi merupakan, "Hasil dari buah pemikiran kebersamaan sesuai firman Allah Swt:

وشاورهم في الأمر 
Bermusyawarahlah kamu akan mereka didalam segala urusan (QS. Ali-Imran: 159). Ber musyawarah untuk kebaikan dalam menjalankan kehidupan, Bermasyarakat berpolitik, dan bernegara, sesuai  sila ke 4 pancasila, "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijakan dalam permusyawaratan perwakilan."
Di masa kepemimpinan presiden Soekarno kita mengenal dengan demokrasi terpimpin, dimasa presiden Soeharto kita mengenal demokrasi pancasila dan di era sekarang kita mengenal demokrasi liberal. Ketiga demokrasi tidak bertahan lama hanya keberadaannya yang sesaat dan temporal. Kenapa demikian? Jawabanya karena di dasarkan kepada akal dan pemikiran manusia tidak tercapai kebenaran abadi."

Oleh karena itu, sangat penting peran nilai-nilai sufistik atau tasawuf agar masyarakat dan pemerintah dapat mewujudkan demokrasi ketakwaan yang didasarkan kepada keimanan sesuai Sila pertama Pancasila ketuhanan Yang Maha Esa.
Demokrasi ketakwaan dalam arti tidak mesti menjadikan negara itu sebagai negara Islam ala khilafah, melainkan demokrasi ketakwaan agar para pemegang otoritas kekuasaan dapat ber iman yang baik. Soroush mengatakan, "Jika iman ini hancur atau didistorsikan, peraturan pemerintahan dan agama akan sama dengan sistem sekuler." 

Esensi takwa itu sendiri mematahui segala peraturan Ilahi dengan tidak melanggar setiap aturan-Nya. Adapun takwa oleh Syekh Ahmad Dhiyauddin Khamasnawi 
Takwa terbagi tiga tingkatan: takwanya orang awam dengan lisan, yaitu lebih mendahulukan menyebut Allah daripada menyebut makhluk. Takwanya orang khawas, dengan anggota tubuh, yaitu lebih mendahulukan melayani Allah daripada melayani makhluk. Takwanya orang akhsah, dengan hati, yaitu lebih mendahulukan cinta kepada Allah (mahabbatullah) daripada cinta kepada makhluk. (Kitab: Jami' Al-Ushul fi Al-Auliya', Dar Al-Kotob Al-ilmiyah Beirut hal 96).

Bagi kalangan para Arif, cinta kepada Dzat yang menciptakan alam sebagai tujuan dalam kehidupan.  Sifat-sifa arif  yang melekat pada diri  pemegang kekuasaan ini yang dapat menjalankan prinsip demokrasi ketakwaan dalam setiap pengambilan kebijakan maupun keputusan hukum. Adapun dalam menjalankan  Agama tanpa dilandasi nilai-nilai yang arif, justru akan menimbulkan keegoisan diri dalam menjustifikasi kafir, sesat dan negatif golongan lain yang tak sepaham dengan diri meraka. Justru  ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi itu sendiri.

Tujuan Demokrasi ketakwaan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Umat hidup dalam pengontrolan atau pengawasan dari yang ghaib yaitu pemegang otoritas mutlak yang sangat berkuasa pencipta sekalian alam.

Dalam ajaran tasawuf untuk  untuk mencapai demokrasi ketakwaan melalui tiga kategori:
1. Pemegang otoritas kekuasaan dapat melaksanakan ketentuan peratuan hukum yang bijaksana dan adil, melalui prinsip konsensus (ijma), keutamakan kebaikan umum kaum beriman dan kepentingan umum (maslahah), dan yurisprudensi yang inovatif (ijtihad).
2. Ber akhlak yang mulia dengan memperbaiki sifat-sifat nafsu agar nafsu kita senantiasa menyaksikan Allah dengan tidak terlihat keberadaan nafsu, hilang dalam wujud Allah.
3. Dengan makrifat, yaitu untuk menghilangkan egoisme (ananiyah) kembali kepada adam mahadh, hakikat dari pada alam dan diri seningga senatiasa bersama Allah.

Demokrasi dapat terwujud apabila para pemimpin dalam melaksankan kebijakan dilandasasi dengan nilai-nilai ketakwaan, ketakwaan akan terealisasikan dengan keimanan dan makrifat yang baik.

Post a Comment

أحدث أقدم