SUKISARI, S.H. : JIKA MAJELIS HAKIM TAKUT TUHAN, MENOLAK SRT TUNTUTAN DAN REPLIK JPU DAN TERDAKWA OLIVIA BEBAS DALAM PERKARA NO. 1318/Pid.B/2023/PN Jkt.Utr, di PN JAKUT
Jakarta,Anekafakta.com
Pada hari Selasa, tanggal 20 Februari 2024, Sidang lanjutan susunan Ketua Majelis Hakim ALOYSIUS PRIHARNOTO BAYIAJI, S.H., M.H. dengan hakim anggota RUDI FAKHRUDIN ABBAS, S.H., M.H. dan YULI SHINTESA, S.H., M.H serta Panitera Pengganti EFA CENDRAKASIH, S.H. dan Jaksa Penuntut Umum ANDRIAN AL MAS'UDI, S.H.,M.H. yang mengadili terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN, Tim Penasehat Hukum Pusat Bantuan Hukum PERADI SAI JAKARTA PUSAT, yang terdiri dari : 1. SUKISARI, S.H., 2. CARMELITA, S.H., 3. DOLFIE ROMPAS, S.SOS., S.H.,M.H., 4. NOVANDI S. PANGARIBUAN, S.H. dan
5. DANANG SWANDARU, S.H., M.H. dalam agenda pembacaan Pledoi di Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jl. R. E. Martadinata No.4, Sunter Agung, Kec. Tj. Priok, Jakarta Utara pada selasa 20 Februari 2024, membacakan pembelaan atau tangkisan ( Pledoi) terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dituntut oleh Penuntut Umum Dakwaan Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Bahwa Pasal 351 Ayat 1 KUHP termasuk pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 Perma Nomor 2 Tahun 2012 yang berbunyi :
"Dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib memperhatikan pasal 3 di atas" dan mengacu pada Pasal 3 Perma Nomor 2 Tahun 2012, pidana denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali, maka paling banyak sebesar Rp. 4.500.000,-
Bahwa dalam Pledoi yang disampaikan di depan sidang Tim Penasehat Hukum, yang dibacakan Sukisari, S.H., pada pokoknya menyampaikan :
Bahwa antara Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dan Saksi korban NAOMIE sudah berteman lebih dari 9 (sembilan) tahun berdasarkan keterangan dari Saksi Sugiarman. Bahkwa peristiwa yang didakwa Jaksa Penuntut Umum bukan peristiwa penganiayaan berdasarkan keterangan saksi DEDEN ARDIANSYAH, antara Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dan Saksi korban NAOMIE saling pukul memukul dan saling menjambak. Bahwa menurut keterangan Ahli Dr. DWI SENO WIJANARKO, S.H.,M.H., CPCLE.,CPA.,CPM, bukan kategori penganiayaan jika saling bertarung dan membela diri serta berdasarkan Visum et Repertum Rumah Sakit Atmajaya Nomor: 1370/165/VeR/VIII/2022/S.Penj tanggal 27 Agustus 2022 yang ditandatangani oleh dokter Hendry Wijaya setelah melakukan pemeriksaan terhadap NAOMIE terdapat catatan bahwa Luka-luka diatas tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan/ pencahariannya. Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN juga memberika keterangan di depan sidang bahwa tidak ada niat untuk menganiaya karena hanya membela diri rambutnya dijambak korban NAOMIE. Bahwa setelah kejadian peristiwa pidana adalah tanggal 19 Agustus 2022, saling bertarung tersebut, pada tanggal 20 Agustus 2022 telah ada perdamaian antara Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dengan saksi Pelapor NAOMIE, serta adanya penyerahan uang sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) oleh Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN kepada saksi Pelapor NAOMIE dan saksi DEDEN ARDIANSYAH ikut menjadi saksi dalam perdamaian dan ikut menandatangani nya. Bahwa kemudian sebagaimana telah diakui dalam pemeriksaan Saksi korban NAOMIE, Saksi ZAKAR RIA dan Saksi SUGIARMAN ganti rugi dalam Surat Perdamaian awalnya Rp. 20.000.000,- menjadi Rp. 70.000.000,- dan terakhir Saksi korban NAOIMIE memnita ganti rugi Rp. 50.000.000,-, artinya bukan peristiwa pidana yang menjadi fokus, tetapi upaya pemerasan oleh Saksi Korban terhadap Terdakwa. Bahwa di dalam berkas perkara dilampirkan barang bukti gelas yang tidak ada hubungan nya dengan perkara q quo, karena gelas tersebut adalah gelas yang diambil dari kamar Terdakwa, bukan ditempat kejadian perkara.
Bahwa dalam berkas perkara, dilampirkan SURAT PERDAMAIAN BERSAMA, antara Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dengan saksi Pelapor NAOMIE, yang ditandatangani pada tanggal 20 Agustus 2022, dimana isinya menyatakan telah musyawarah terhadap permasalahan yang terjadi di antara Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dengan saksi Pelapor NAOMIE, telah Bersama sama datang ke kantor polisi untuk mencari penyelesaian atas apa yang terjadi yang kemudian antara Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dengan saksi Pelapor NAOMIE telah musyawarah dan telah mencapai mufakat.
Bahwa sangat terang benderang Surat Dakwaan Jakssa Penuntut Umum menyatakan saksi korban NAOMIE tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan/ pencahariannya, sebagaimana tercantum dalam Visum et Repertum Rumah Sakit Atmajaya Nomor: 1370/165/VeR/VIII/2022/S.Penj tanggal 27 Agustus 2022 yang ditandatangani oleh dokter Hendry Wijaya, sehingga perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh TERDAKWA tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana dakwaan Pertama Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 351 ayat (2) atau Dakwaan Kedua yaitu Pasal 351 ayat (1), melainkan dapat diduga hanya memenuhi unsur perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHP. Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum salah penerapan pasal.
Saudara Penuntut Umum mencoba menggambarkan telah terjadi peristiwa pidana penganiayaan oleh Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN terhadap Saksi korban NAOMIE, hanya dengan menyampaikan dua unsur pidana Pasal 351 Ayat(1) KUHP, dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum NO.REG. PERKARA PDM-534/Eoh.2/JKT-UTR/12/2023 tanggal 13 Februari 2024, yang dibacakan JPU dalam sidang hari Selasa tanggal 13 Februari 2024 Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum Dakwaan Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan unsur-unsur :
1. Barang Siapa
2. Melakukan Penganiayaan
Bahwa bunyi dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana denda sebagaimana diatur di dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang saat ini telah disesuaikan dengan ketentuan Pasal 3 Perma Nomor 2 Tahun 2012 yaitu denda dilipatgandakan 1.000 kali, sehingga denda paling banyak adalah Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).
Unsur-unsur pidana Pasal 351 KUHP menurut R. Soesilo, Munajat dan Kartono
Bahwa disarikan dari artikel Perbedaan Pasal Penganiayaan Ringan dan Penganiayaan Berat, mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, berpendapat bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan itu (hal. 245).
Namun menurut yurisprudensi, Munajat dan Kartono, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb). Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, hal. 664 penganiayaan adalah:
1. sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan;
2. menyebabkan rasa sakit;
3. menyebabkan luka.
Bahwa selanjutnya, menurut R. Soesilo, tindakan-tindakan di atas harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Sebagai contoh, seorang dokter gigi mencabut gigi dari pasiennya, sebenarnya ia sengaja menimbulkan rasa sakit, akan tetapi perbuatannya itu bukan penganiayaan, karena ada maksud baik (mengobati). Lalu, seorang bapak dengan tangan memukul anaknya di arah pantat, karena anak itu nakal. Inipun sebenarnya sengaja menyebabkan rasa sakit, akan tetapi perbuatan itu tidak masuk penganiayaan, karena ada maksud baik (mengajar anak).
Maka dengan demikian, Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum gagal membuktikan niat dari Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN untuk melakukan penganiayaan terhadap saksi korban NAOMIE.
Bahwa jika tuntutan Jaksa Penuntut Umum terbuktipun, selaian tuntutan pidana, seharusnya ada alternatif lain, yaitu mengacu kepada Pidana denda sebagaimana diatur di dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang ketentuan Pasal 3 Perma 2/2012 yaitu denda dilipatgandakan 1.000 kali, sehingga pengganti pidana bisa diganti dengan pidana denda palimg banyak bernilai Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).
Bahwa fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dihubungkan dengan perbuatan hukum yang telah didakwakan terhadap Terdakwa dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, pembuktiannya dilakukan pemeriksaan di dalam sidang terhadap Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Berkas BAP dan Surat, Keterangan Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN, maka kami memperoleh kesimpulan tentang perkara ini sebagai berikut:
1. KETERANGAN SAKSI :
a. Persitiwa tanggal 19 Agustus 2022 bukan peristiwa penganiayaan karena Terdakwa tidak dengan sengaja dan tidak dengan maksud melukai karena saling pukul memukul dan jambak menjambak ( vide Keterangan saksi DEDEN ARDIANSYAH, Keterangan Ahli dan Keterangan Terdakwa )
b. Tidak ada saksi yang menyaksikan langsung bahwa Saksi korban NOAMIE dianiaya oleh Terdakwa
2. KETERANGAN AHLI :
a. Keterangan ahli dalam persidangan dan didukung dengan keterangan tertulis dalam Bukti T-5 - Affidavit (pendapat hukum tertulis) Dr.Dwi Seno Wijanarko, SH., MH., CPCLE.,CPA, Ahli Pidana menyampaikan jika peristiwa saling memukul dan menjambak, bukan merupakan peristiwa penganiayaan tertapi bertarung.
b. Bahwa ahli berpendapat tolak ukur menentuan apakah suatu perkara tindak pidana penganiayaan apakah merupakan jenis penganiayaan biasa, penganiayaan ringan dan atau penganiayaan berat Adalah merujuk kepada alat bukti yang ada, diantaranya berdasarkan visum et repertum, apabila berdasarkan visum et repertum tercantum bahwa luka-luka di atas tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pencahariannya, maka berdasarkan normatif hukum dalam peristiwa tersebut lebih tepat diterapkan dengan perbuatan penganiyaan ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 352 ayat (1) KUHP.
c. Bahwa apabila terhadap perkara yang dimana visum et repertum tercantum bahwa luka-luka di atas tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pencahariannya,lalu kemudian Penyidik cq Jaksa menerapkan pasal 351 (1) KUHP dan/atau pasal 351 (2) KUHP maka menurut pendapat hukum ahli hal tersebut tidak dibenarkan menurut hukum dan ahli berpendapat telah ada penerapan hukum salah.
3. SURAT :
a. Bahwa kemudian tanggal 20 Agustus 2022 sudah ada surat perdamaian yang juga terdapat dalam berkas perkara, yaitu Bukti T-1 :SURAT PERDAMAIAN BERSAMA TANGGAL 20 AGUSTUS 2022 ANTARA TERDAKWA OLIVIA REGINA KARMAN DENGAN SAKSI KORBAN NAOMIE.
b. Daftar Bukti Surat dari T-1, T-2, T3, T-4 dan T-5 menguatkan bahwa perkara a quo bukan peristiwa pidana
4. KETERANGAN TERDAKWA :
a. Dalam sidang, Tedakwa memberikan keterangan pada hari Selasa, tanggal 30 Januari 2024, menerangkan bahwa Terdakwa tidak ada niat untuk melukai Saksi korban NAOMIE tetapi hanya membela diri dan telah ada perdamaian
b. Didukung Bukti T-1 :SURAT PERDAMAIAN BERSAMA TANGGAL 20 AGUSTUS 2022 ANTARA TERDAKWA OLIVIA REGINA KARMAN DENGAN SAKSI KORBAN NAOMIE
5. PETUNJUK :
a. Bahwa menurut Pasal 188 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa "Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya".
b. Bahwa menurut Pasal 188 ayat (2) KUHAP yang berbunyi : Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a. Keterangan Saksi;
b. Surat;
c. Keterangan terdakwa
c. Bahwa dengan demikian tidak ada petunjuk terjadinya tidak pidana penganiayaan oleh Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN
Bahwa untuk menjatuhkan pidana disyaratkan, seseorang harus melakukan perbuatan seperti ditentukan oleh undang-undang pidana, yang melawan hukum, dan tak adanya dasar pembenar serta adanya kesalahan dalam arti luas (yang meliputi kemampuan bertanggungjawab, sengaja atau kelalaian) dan tak adanya dasar pemaaf.
Bahwa dakwaan penuntut umum tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa, berarti dakwaan tidak terbukti, mohon yang mulia majelis hakim memberi putusan bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
"Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas."
Bahwa dengan demikian, dengan berpedoman pada fakta persidangan, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, analisis yuridis dan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut di atas, Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum.
Bahwa dari seluruh Alat Bukti yang ada tidak ada petunjuk Terdakwa telah melakukan tindak pidana Penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana sehingga tidak ada unsur kesalahan yang bersifat melawan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan alat-alat bukti sebagaimana diuraikan di atas dengan ini Penasehat Hukum Terdakwa memohon kepada yang mulia Majelis Hakim berkenan memberikan amar Putusan sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
1. Mengabulkan Eksepsi TERDAKWA Olivia Regina Karman;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nomor PDM-534/Eoh.2/JKT-UTR/12/2023 tanggal 06 Desember 2023 atas Perkara Nomor : 1318/Pid.B/2023/PN Jkt.Utr Batal Demi Hukum atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima;
3. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan TERDAKWA dari Rumah Tahanan Negara;
4. Memulihkan nama baik Terdakwa pada keadaan semula;
5. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara;
Atau :
Apabila Yang Mulia Hakim yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil - adilnya (ex aequo et bono);
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Penganiayaan dakwaan Kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP sebagaimana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN dari segala dakwaan dan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala dakwaan (onstlaag van alle rechtvelvolging);
3. Memulihkan harkat dan martabat serta merehabilitasi nama baik Terdakwa OLIVIA REGINA KARMAN;
4. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan TERDAKWA dari Rumah Tahanan Negara;
5. Membebankan segala biaya yang timbul atas perkara ini kepada Negara.
Atau :
Apabila Yang Mulia Hakim yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil - adilnya (ex aequo et bono);
Demikianlah pledoi ini kami sampaikan untuk mencari Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; semoga niat baik kami menggugah hati nurani dan peri kemanusiaan dari Majelis Hakim yang mulia dan memutus perkara ini karena takut kepada Tuhan. Terimakasih.
Hormat Kami,
PENASEHAT HUKUM TERDAKWA
Sukisari, S.H.
Dolfie Rompas, S.SOS., S.H., M.H.
Danang Swandaru, S.H., M.H.
Kemudian, di luar sidang, Sukisari, S.H. menambahkan beberapa opini antara lain :
1. Bahwa berdasarkan Fakta-Fakta persidangan, dikaitkan dengam alat bukti
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, maka Jaksa Penuntut Umum gagal membuktikan Terdakwa Olivia bersalah melakukan tindak pidana Penganiayaan dakwaan Kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP sebagaimana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum.
Jika Majelis Hakim jujur dan takut akan Tuhan, seharusnya Terdakwa Olivia di vonis bebas.
2. Bahwa pidana atas Pasal 351 Ayat 1 KUHP selain diancam dengan pidana penjara atau pidana denda.
Bahwa ada PERMA NOMOR : 02 TAHUN 2012 Tentang PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP yang ditetapkan tanggal 27 FEBRUARI 2012, antara lain :
Pasal 3
Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.
Pasal 4
Dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib memperhatikan pasal 3 di atas.
Pasal 5
Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada hari ditetapkan
Bahwa Pasal 351 Ayat 1 KUHP yang berbunyi : "Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Bahwa Pasal 351 Ayat 1 KUHP termasuk pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 Perma Nomor 2 Tahun 2012 yang berbunyi :
"Dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib memperhatikan pasal 3 di atas" dan mengacu pada Pasal 3 Perma Nomor 2 Tahun 2012, pidana denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali, maka paling banyak sebesar Rp. 4.500.000,-
Bahwa jika Terdakwa terbukti atas Surat Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum NO.REG. PERKARA PDM-534/Eoh.2/JKT-UTR/12/2023 tanggal 13 Februari 2024, Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum Dakwaan Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, tidak memperhatikan ketentuan Pasal 351 Ayat (1) KUHP bahwa ada anak kalimat : "atau pidana denda pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah", mengacu pada Pasal 3 Perma Nomor 2 Tahun 2012, pidana denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali, maka paling banyak sebesar Rp. 4.500.000,- , sesuai dengan Pasal 4 PERMA nomor 2 Tahun 2012, Dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib memperhatikan pasal 3 di atas.
3. Antara hasil penyidikan Penyidik tidak sesuai dan tidak sama dengan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Terjad salah penerapan Pasal dari saat Pelimpahan berkas perkarara di sangkakan Pasal 351 Ayat 2 KUHP berubah saar Dakwaan Jaksa Penuntut Umun, ditambahkan dakwaan alternatif Dakwaan Kedua Pasal 351 Ayat 1 KUHP. Pada saat pembacaan Tuntutan JPU menggunakan Dakwan Kedua Pasal 351 Ayat 1 KUHP, tidak sama dengan penyidikan dengan sangkaan Pasal 351 Ayat 2 KUHP. Sedangkan Terdakwa memiliki alasan membela diri yang didukung keterangan Saksi DEDEN ARDIANSYAH dan menurut Ahli jika tujuan untuk mempertahankan diri maka berlaku alasan pembenar dan tidak dapat diminta pertanggungjawaban hukum. Dengan demikian antara hasil penyidikan penyidik tidak sesuai dan tidak sama dengan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa tidak bisa diminta pertanggung jawaban hukum
Pada hari ini Kamis, tanggal 22 Februari 2024, Jaksa Penuntut Umum menyampaikan Replik bahwa Terdakwa telah mengakui bersalah secara lisan, tidak sesuai dengan Fakta persidangan.
Justru Terdakwa secara lisan dan tertulis menyampaikan permohonan mengakui salah membela diri.
Semoga Pledoi kami diterima dan Majelis Hakim menolak Surat Tuntutan dan Replik JPU. Selasa tanggal 27 Februari 2024, Tim Penasehat hukum akan menyanpaikan Duplik bahwa 1. Terjadi salah Penerapan Pasal; 2. Fakta persidangan Tidak Terbukti adanya penganiayaan dan 3. Pidana Pasal 351 Ayat (1) KUHP bisa diganti dengan Pidana Denda.
Semoga Majelis Hakim yang diketuai ALOYSIUS PRIHARNOTO BAYIAJI, S.H., M.H. dengan hakim anggota RUDI FAKHRUDIN ABBAS, S.H., M.H. dan YULI SHINTESA, S.H., M.H serta Panitera Pengganti EFA CENDRAKASIH, S.H.
akan bijaksana dan takut akan Tuhan dalam memutus perkara ini, Amin.
إرسال تعليق