Pro dan Kontra Power Wheeling, Sejauh Mana Azas Manfaat Diterapkan?
Anekafakta.com,Jakarta
Sudah sejauh mana pembahasan power wheeling di DPR? Dampak positif dan negatif apa saja yang akan terjadi jika sistem ini disahkan menjadi UU? Apa yang harus dilakukan agar negara dan masyarakat tidak makin dirugikan jika power wheeling jadi diterapkan? Sejauh mana masyarakat harus mengawal Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (RUU EBT) agar masyarakat tidak kecolongan lagi mengingat RUU ini seperti bola panas yang bisa dimanfaatkan oknum-oknum tak bertanggung jawab? Akankan RUU EBT menjadi salah satu agenda gelap oleh oknum saat memasuki masa Pilpres 2024?
Deretan pertanyaan ini muncul saat Kajian dan Diskusi Publik : Pro Kontra Power Wheeling Dalam Rancangan UU EB-ET dan Penganugerahan PUSPINEBT ICMI AWARD, Kamis 28 September 2023 di Hotel Fiducia, Jakarta. Pusat Pengkajian Inovasi Nuklir dan Energi Baru Terbarukan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (PUSPINEBT ICMI) memandang pentingnya kajian dan diskusi power wheeling ini dalam rangka mendorong semangat pengelolaan dan pengembangan sumber daya energi yang inovatif produktif, efektif dan efisien dalam proses manajemen pemanfaatan dan implementasinya.
Sebagaimana disampaikan Ketua Panitia sekaligus Direktur PUSPINETBT ICMI, Irwanuddin HI Kulla. "Bangsa Indonesia mendapat sebuah tantangan dimana sebagain besar sumber daya alam kita, sedikit demi sedikit mulai dikuasai oleh bangsa lain, tapi tidak terlihat. Sehingga ada pro dan kontra power wheeling ini dalam Rancangan Undang-Undang. Kami berharap melalui Komisi VII bisa menjadi naskah yang menjadi rumusan RUU EBT."
Hal senada dijelaskan Anggota Komisi VII DPR RI sekaligus Sekretaris Jenderal ICMI, Dr. Ir. Andi Yuliani Paris, M.Sc yang menjelaskan bahwa ketika berbicara berbicara tentang tenaga kelistrikan terdapat lima hal yang harus diperhatikan, yaitu : Kecukupan, terkait dengan implementasi perencanaan kebutuhan listrik nasional dimana harus memliki rencana yang baik ; Keandalan, dimana kita memanfaatkan digitalisasi dan smart technology ; Keberlanjutan. Penggunaan EBT, termasuk PLTS pada pembangkit listrik diharapkan tidak hanya pada waktu tertentu, tetapi kontinuitas, ; Keterjangkauan, dimana bukan hanya fokus pada penyediaannya saja tapi juga harus memperhatikan apakah harganya terjangkau atau tidak oleh masyarakat, dan Keadilan
Hadir sebagai pemateri pada diskusi ini adalah Prof.Dr. As Natio Lasman sebagai anggota Dewan Energi Nasional dan Warsono, Executive Vice President PT PLN (Persero), Guru Besar IPB University/ Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat Prof. Dr. Didin Damanhuri, Direktur Center for Energy Security Studies (CESS)
Dr. Ir. Ali Ahmudi Achyak dan Kepala Center of Food Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov
"Jadi kalau kita lihat sebenarnya power wheeling ini muncul dari proses negoisasi dalam proses sistem ketenagalistrikan. Pelanggan itu mendapatkan listrik langsung dari PLN, di mana selama ini PLN itu bertanggung jawab atas pembangkit, transmisi maupun distribusi. Nah, power wheeling dalam ketenagalistrikan itu sebenarnya terdiri dari banyak pihak." jelas Warsono, Executive Vice President PT PLN (Persero).
Begitu banyak produk perundangan Indonesia yang dapat diberdayagunakan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan berbagai sumber daya energi terbarukan. Untuk menjamin ketersediaan energi, UU Energi No.30 Tahun 2007 menekankan perlunya diversifikasi energi sebagai salah satu solusi tantangan terbatasnya cadangan energi tak terbarukan. Dalam UU tersebut, antara lain dinyatakan bahwa 1) Penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangannya, 2) Penyediaan dan pemanfaatan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya. Kemudian dalam UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Menjelaskan bahwa pembangunan ketenagalistrikan menganut asas yang meliputi manfaat, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi, mengandalkan kemampuan sendiri, kaidah usaha yang sehat, keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan dan otonomi daerah. Dalam pasal 6 UU No.30 Tahun 2009 juga ditetapkan bahwa pemanfaatan sumber energi primer untuk penyediaan listrik harus dilaksanakan dengan mengutamakan sumber energi baru dan terbarukan.
Namun dalam Rancangan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU-EB-ET) terjadi perbedaan pandangan antara pemerintah dan Komisi VII DPR RI serta lembaga pemerhati energi tentang Power Wheeling (PW). Semula pemerintah berniat untuk memasukkan skema Power Wheeling (PW) dalam regulasi tersebut, akan tetapi akhirnya skema itu tak masuk dalam RUU EB-ET. Skema Power Wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan PLN. Alasan pemerintah tak memasukkan skema power wheeling berdasarkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) RUU EB-ET tidak ada power wheeling. Namun kewajiban untuk menyediakan energi baru bersih kedalam sistem, wajib dilaksanakan.
Berkenaan dengan skema power wheeling (PW), bagi Komisi VII DPR RI bahwa skema PW harus didorong supaya skema tersebut tetap masuk kedalam RUU EB-ET. Alasannya, bahwa apabila power wheeling (PW) tak ada, maka akan berdampak pada kemajuan pemerintah dalam menggenjot pengembangan energi bersih di tanah air. Untuk itu, maka Komisi VII DPR RI berharap dilakukan uji publik secara mendalam tentang PW dengan melibatkan para ahli yang kompeten untuk mendiskusi skema power wheeling (PW) demi kemanfaatan bangsa dan negara.
Disisi lain, berdasarkan penjelasan dari lembaga IRESS (Indonesian Resources Study), bahwa apabila skema PW dimasukkan kedalam RU EBT-ET maka akan menimbulkan permasalahan baru pada sektor kelistrikan nasional, yakni akan mengurangi kemampuan PLN untuk bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik; mengurangi kesempatan bagi pLN untuk survive; dan akan memaksa PLN untuk membayar listrik yang tidak terpakai. Lebih lanjut, bahwa skema power wheeling (PW) telah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dari UU Ketenagalistrikan melalui putusan No.001-021-022/2003, dan selanjutnya melalui Putusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK pun memutuskan bahwa pola unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan konstitusi, yaitu pasal 33 UUD 1945.
Dengan uraian tersebut, maka perlu dilakukan kajian mendalam uji publik untuk mencermati dan menyikapi permasalahan pro kontra kebijakan memasukkan skema power wheeling (PW) kedalam RUU EB-ET.
Pesan terakhir disampaikan Prof. Didin Damhuri," Maka kita pesan kepada anggota DPR coba konsisten di akhir jabatan mereka. Jangan sampai mereka mewariskan masalah bagi generasi yang akan datang. Kepada masyarakat, ayo kita kawal. Kita tidak sedang berteori macam macam kita kawal agar liberalisasi sektor energi khususnya kelistrikan itu tidak terjadi agar ketahanan kelistrikan kita sebagai pilar utama ketahanan energi itu bisa terjaga dan masyarakat itu tetap menjadi Panglima dalam pengelolaan energi kita melalui BUMN yang memang mendapatkan tugas untuk memberikan layanan masyarakat di mana pun berada yaitu PLN."
Acara ini adalah seri pertama dari beberapa seri yang akan diadakan agar masyarakat memahami bagaimana jika suatu saat nanti nuklir menjadi salah satu dari sumber daya energi alternatif Indonesia. Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi sehingga diharapkan generasi muda yang nantinya melanjutkan apa yang saat ini sedang diupayakan.
Kiki H/Red
إرسال تعليق