MEMBUKA PEMAHAMAN TOLERANSI DALAM MENEMUKAN MAKNA KEMERDEKAAN BANGSA SESUNGGUHNYA


MEMBUKA PEMAHAMAN TOLERANSI DALAM MENEMUKAN MAKNA KEMERDEKAAN BANGSA SESUNGGUHNYA

Penulis : Andi Salim

Jakarta,Anekafakta.com


Jika pada rezim otoriter seorang presiden begitu ditakuti oleh segenap rakyatnya, sebut saja dimasa orde baru yang begitu terasa mencekam sehingga tidak banyak kritik yang disampaikan rakyatnya, namun pada masa reformasi ini menjadi hal yang terbalik dari berbagai rangkaian kritik yang disampaikan. Sebut saja di era SBY sejak 2004 - 2014, dilanjutkan pada masa Jokowi sejak 2014 hingga sekarang ini. Bahkan pada sidang tahunan MPR kemarin, jokowi tak segan-segan menyinggung hal ini yang dianggapnya jika kritik sekarang ini tak ubahnya sebagai ajang pelampiasan balas dendam sehingga bangsa ini mulai kehilangan budaya santun dan budi pekerti yang dulu pernah membanggakan.


Peringatan Hari kemerdekaan Indonesia ke 78 yang jatuh pada tangga 17 Agustus 2023 hari ini, Sebagaimana biasanya euforia masyarakat menyambut hari kemerdekaan terbilang tinggi. Bahkan terlihat lebih semarak dari tahun lalu. Berbagai macam perlombaan, pemasangan bendera hingga pelaksanaan upacara bendera dilaksanakan dikantor-kantor pemerintahan baik pusat atau daerah sampai ditingkat lingkungan desa terkecil sekalipun. Kegiatan ini semacam rutinitas yang dilakukan rakyat sekaligus wujud kecintaan dan kebanggaan masyarakat terhadap eksistensi bangsa dan negara. Namun sejauh mana sikap nasionalisme yang mereka miliki itu bertahan dan dipertahankan, hal ini tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua.

Sesungguhnya cinta adalah suatu emosi dan kasih sayang yang kuat serta ketertarikan pribadi dalam merespon apa yang dirasakannya. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi, cinta merupakan sifat positif yang mewarisi semua kebaikan, serta bentuk saling perduli antara satu dan lainnya yang ditampakkan melalui sikap masing-masing pihak yang terlibat. Sehingga tidak pun diminta, seseorang akan melakukan pengorbanan dan upaya apapun untuk mengamankan, meringankan, tekanan atau hal-hal lain bagi dampak yang dirasakan oleh yang dicintainya. Inilah makna dan kekuatan cinta dibalik keakuannya yang kental akan rasa memiliki serta kepedulian yang tinggi.

Belakangan ini begitu maraknya framing identitas yang sengaja ditonjolkan guna mendapatkan perhatian yang berbeda dan menuntut kesempurnaan dari sebuah kebijakan pemerintah tanpa melihat kemampuan dan daya negara untuk mewujudkannya, hal semacam ini sebenarnya merupakan tindakan sepihak yang di tampakkan oleh segelintir individu atau kelompok yang sebenarnya tidak perlu mendapat respon berlebihan. Sebab diatas kecintaan terhadap bangsa dan negara, oleh karena penghapusan sekat intimidasi verbal pada sebutan mayoritas dan minoritas atau muslim dan non muslim seharusnya telah berakhir sejak kemerdekaan ini dikumandangkan. Sebab jika tidak, belenggu ini akan menjadi peluang penjajahan baru yang menyandra kekuatan bangsa seutuhnya.

Bangsa kita harus bangkit dari ketertinggalan atas dikotomi mayoritas dan minoritas semacam ini, sebab ada banyak persoalan yang harus dikejar dari ketertinggalan bangsa ini. Mewujudkan pembangunan dan memperkokoh kekuatan pertahanan bangsa terletak pada kemampuan SDM yang bertumpu pada aspek kemandiriannya, agar memiliki profesionalitas, kapabilitas dan kredibilitas untuk mengupayakan kemajuan dan berkembangnya technology serta pemanfaatan Resources yang dimiliki bangsa ini. Sehingga fokus pada ketajaman semacam inilah yang seharusnya dikedepankan, bukan menampakkan ego identitas baik agama dan golongan atau sikap kesukuan yang justru memperkecil makna kecintaan dan kemajuan yang akan diraih sebuah bangsa.

Apalagi jika kita melihat pada sisi pertarungan kancah global yang semakin membutuhkan daya saing dan kesiapan dari generasi muda indonesia selaku para pemain sekaligus pemeran bangsa ini nantinya, maka arus kekuatan nasionalisme harus lebih tertanam serta tajam demi memperlihatkan sisi kepribadian bangsa dan negaranya sendiri. Sehingga Nasionalisme bangsa indonesia akan menjadi gaung yang membanggakan pada kancah persaingan global atau dimata dunia internasional pada umumnya. Sebab hanya melalui strategy inilah wujud bangsa akan terlihat sebagai kebanggaan dan sekaligus menciptakan kecintaan masyarakatnya yang tinggi dimana rasa itu tertanam kokoh bagi segenap rakyat Indonesia.

Kecintaan pada bangsa dan negara saat ini terseret oleh pemikiran yang sebenarnya sempit dan lebih mementingkan segelintir kelompok saja untuk kembali flashback pada akar identitas dari mana asal golongan, agama dan kesukuan yang selama ini menjadi persatuan NKRI, yang pada masa ini justru dijadikan jembatan intoleransi sebagai relasi yang kuat guna mengembalikan kepada sikap ke akuan yang mengecil dan sempit. Lemahnya wawasan kebangsaan dan rendahnya pengetahuan sendi-sendi kenegaraan yang masih mengendap pada sebagian masyarakat kita tentu menjadikan intoleransi ini tumbuh subur serta berkembang secara cepat. Hal ini akan menjadi hambatan yang serius  bagi kecintaan terhadap NKRI pada akhirnya.

Jika penyebaran intoleransi yang berkembang saat ini bersifat terstruktur, sistematis dan masif oleh karena diduga banyak pihak yang terlibat hingga mendanai aktifitasnya, oleh karena pupusnya etika dan budi pekerti sebagaimana disampaikan jokowi pada sidang tahunan MPR kemarin, jika demikian menjadi tidak heran pula bila mereka akan terus bertumbuh di beberapa daerah. Akan tetapi, tidak demikian dengan aktifitas penyebaran Toleransi di Indonesia. Banyak pula yang berharap agar kegiatan semacam ini hanya tidak sebatas himbauan dan literasi, apalagi minimnya dukungan pemerintah baik pusat mau pun daerah yang terpanggil mendukungnya, bukan saja pada sisi pembiayaan kegiatannya, namun sarana dan prasarana pun semestinya disediakan pula.

Kesadaran untuk cinta kepada bangsa dan negara bukan berarti membiarkan segalanya menjadi bebas. Sebab munculnya kegiatan intoleransi ini dapat menimbulkan perpecahan yang begitu luas. Tidak hanya sampai disitu, tapi juga menjadi hilangnya rasa persatuan dan kesatuan yang mengikat bangsa ini. Sejak bergulirnya reformasi, banyak masyarakat menyampaikan pendapat di muka umum secara bebas. Akan tetapi masih banyak disalahartikan oleh sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa kebebasan berpendapat berati kita boleh berbicara dan berbuat semaunya sendiri. Kita adalah negara yang berkemampuan tinggi dan kaya dalam segala hal, namun akankah kita menjadi bangsa yang miskin akan moralitas bangsa nantinya.

(D.Wahyudi)

Post a Comment

أحدث أقدم