Militer Jadi Tersangka, Firman Wijaya: Begini Penanganan Hukum Untuk TNI Aktif
ANEKAFAKTA.COM,Jakarta
Penetapan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerima suap kini semakin kompleks.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka karena diduga menerima aliran suap hingga Rp 88,3 miliar.
Namun, penetapan tersangka atas TNI aktif itu kini menimbulkan persoalan baru.
Menyikapi hal itu, Ketua Peradin Firman Wijaya menyebut pemberantasan korupsi secara subtansi meteriil merupakan program strategis negara.
"Namun, di sisi lain penting diperhatikan aspek formil terutama kompetensi peradilan di mana penyelenggara negara TNI aktif memiliki yurisdiksi/komptensi khusus yakni peradilan militer yang terikat proses melalui ankum dan peperan," kata Firman di Jakarta, Jumat (28/7).
Menurutnya, jika itu tidak ditempuh muncul pelanggaran komptensi absolut yang berakibat pada prosedur cacat hukum.
"Secara prosedur hukum semestinya KPK lebih dulu berkoordinasi atau lebih menyerahkan informasi ini kepada Puspom TNI," kata Firman.
"Saran saya sebaiknya kekeliruan KPK ini memang fatal akibatnya secara hukum saran saya ke depan perlu membangun kembali peradilan koneksitas (gabungan peradilan militer sipil)," ungkapnya.
Ia menilai Undang-Undang Peradiln Militer No 31 Tahun 97 jelas KPK menabrak UU TNI.
"Maka saran saya ke depan sekali lagi perlu penyempurnaan prosedur hukum formil dan hukum materiil UU TNI. Tindakan semacam ini seharusnya tdk perlu terjadi," ucapnya.
Karena itu, menurutnya jikapun subtansinya benar sekalipun tapi tidak kemudian ada prosedur yang jelas jelas eksisting (ada).
Apalagi, kata dia, kelembagaan seperti Basarnas adalah kelembagaan yang secara relasional sangat erat dengan TNI.
"Mestinya KPK sadar itu. Kompetensinya apalagi itu yurisdiksi absolut UU TNI dan ada penyidiknya khusus dan mekanismenya khusus seperti ankum dan papera," imbuhnya.
Ia menyarankan sebaiknya dikembalikan kepada UU sesui prinsip lex specilis agar tidak terjadi benturan kewenangan antar lembaga penegak hukum.
"Sebaiknya ke depan KPK perlu minta maaf dan bangun koordinasi dengan Puspom TNI yang juga aparat penegak hukum melalui penyempurnaan regulasi dan perlu KPK disiplin dapam jalnkan UU," urainya.
"4 matra kompetensi hukum dalam pemberantasan korupsi kepolisian, kejaksaan, KPK, Puspom TNI harus terintegrasi dalam UU khusus di antaranya UU Tipikor," pungkasnya.
إرسال تعليق