Batu Karang Indonesia Merdeka, Proklamasi Di Rengasdengklok 16 Agustus 1945
Oleh: Toga Tambunan
ANEKAFAKTA.COM,JAKARTA
Sungguh Terkesima terhadap Menkopolhukam Mahmud MD yang mengungkapkan, jika Soekarno dan Hatta tidak diculik pemuda ke Rengasdengklok, Indonesia tidak akan merdeka. Menkopolhukam Mahmud MD mengungkapkannya ketika memberi kuliah di STKIP Sumenep tanggal 5 Juli 2023.
Di era Bung Karno berkuasa, berlangsung juga pembiaran mensepelekan terhadap kejadian sepenting tiada duanya itu, berhubung perhitungan taktis kontemporer imbangan kekuatan di vivere veri coloso di kala itu. Hanya kaum amat anti imperialis saja mengangkat kejadian itu istimewa. Belum ada pengakuan nasional resmi atasnya seperti lazim terhadap hari bersejarah. Lasmijah Hardi mencatat miring kejadian itu dalam buku tulisannya.
Terlebih lagi tatkala Soeharto menerapkan rezim otorian militeris orba (romos), kejadian Rengasdengklok itu, di korupsi habis dari sejarah Indonesia. Buku ajar sekolah yang diterbitkan bukan karena alasan alergi kelanjutan sebelumnya, melainkan sengaja resmi dilakukan tersistim menghapuskan dari sejarah Indonesia, diganti narasi sejarah mistik sehingga generasi muda tertipu akan kebenaran yang sesungguhnya terjadi faktual.
Menkopolhukam Mahmud MD dalam kuliah itu, nampaknya pun masih setengah hati, tentu demi pertimbangan subyektif analisa situasi kontemporer kini olehnya. Dia menyebut nama beberapa pemuda asrama Menteng 31 Jakarta itu, tapi tidak sebut DN Aidit, padahal kelompoknya pemuda asal Bangka inilah yang dipimpin Wikana itulah paling keras ulet berinisiatif hingga bertindak operasi menculik Soekarno dan Moh. Hatta maka terjadi acara bersejarah proklamasi Indonesia merdeka di Rengasdengklok.
Di kala pasukan Nippon sudah sangat terdesak kalah oleh tentara AS di Pasifik, para aktivis pemuda yang telah bergabung dalam Angkatan Pemuda Indonesia (API) di asrama Menteng 31, makin berani bergerak melawan kekuasaan Nippon untuk Indonesia merdeka, namun dengan beragam pendapat berbeda metode (memulai) perjuangan.
Gerakan anti Nippon, dilancarkan Amir Syarifuddin Harahap. Dia dihukum mati pemerintah militer Nippon. Untuk taktik perlihatkan peduli permintaan Bung Karno, Nippon merobah vonnis Amir Syarifudin Harahap itu jadi seumur hidup.
Soekarno, Moh. Hatta dan Radjiman adalah pentolan PPKI yang dibentuk Gunseikabu (pemerintah militer Nippon di nusantara) atas perintah Marsekal Terauchi panglima Markas Pusat Militer Selatan Nippon di Dalat, Vietnam. Ketiganya tanggal 12 Agustus 1945 memenuhi panggilan Marsekal Terauchi, untuk menerima pemberitahuan rencana Jepang memberi kemerdekaan kepada Indonesia tanggal 24 Agustus 1945. Padahal berdasar perjanjian Wina menetapkan pemerintah Nippon menyerahkan nusantara kembali kepada kerajaan Belanda. Tentu Marsekal Terauchi sangat mengetahuinya.
Soekarno, Moh. Hatta, dan beberapa pemuda lain percaya ucapan bibir Marsekal Terauchi itu. Syahrir tunggu menengok arah angin, lihat situasi. Tan Malaka tidak muncul. Pemuda yang tekad Indonesia merdeka bersiap sudah menggagas melaksanakan proklamasi, menolak rencana Terauchi. Mereka sepakat memilih figur yang menyatakan merdeka dan menjadi presiden adalah Amir Syarifuddin yang sedang berada dalam bui Nippon di Malang. Berhubung situasi, juga lokasi jauh dari Jakarta dan krisis waktu, mereka tidak sempat lagi membebaskannya. Maka para pemuda aktivis pejuang itu menghadap Soekarno, yang menolak, kecuali persetujuan PPKI, yang dibentuk Nippon. Tidak ada tindakan alternatif selain memaksa Soekarno ke Rengasdengklok untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia. Soekarno akhirnya sedia dengan bersyarat harus mengikutkan Moh. Hatta. Demikian riwayat kejadian Rengasdengklok dari penuturan Raden Mas Siswoyo.
Raden Mas Siswoyo, (1925 – 2013) anggota CC partai dibubarkan romos para 11 Maret 1966, anggota DPR-GR RI, Direktur Universitas-Rakyat memberitahu riwayat kejadian Rengasdengklok itu ditulis dalam diktat Sejarah Nasional Indonesia disusun bagi Universitas-Rakyat yang menuturkan lengkap proses sejak awal hingga terjadi acara proklamasi Indonesia merdeka di halaman depan rumah Djiauw Kie Siong, seorang petani keturunan Tionghoa di Dusun Bojong, Rengasdengklok.
Tentunya dokumen diktat sejarah tersebut turut dikompilasi tim Dosen Sejarah Insitut Ilmu Sosial Aliarcham yang dipandu oleh Busjarie Latif bertajuk "Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965)", yang ternyata dapat diterbitkan Ultimus 2014, setelah terpendam sejak 1965
Menurut Raden Mas Siswoyo, Mayor Umar Bahsan perwira (Daidanchu ?) PETA bertugas di wilayah Jatinegara – Krawang. Mayor Umar Bahsan dan pasukannya itulah turut peran menculik Soekarno dan Moh. Hatta bekerjasama aktivis pejuang pemuda Menteng 31. Pasukan itu juga pelaksana tehnis lapangan acara Indonesia merdeka di Rengasdengklok. Hingga mengawal Bung Karno Dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Mayor Umar Bahsan melaksanakan tugas itu berhubung keputusan Wikana, aktivis & pejuang pemuda asrama Menteng 31. Pada 1966 Umar Bahsan turut ditangkap romoS, dan selanjutnya lenyap nir-kabar sampai detik ini.
Siapa pengawal utama dan pengkerek bendara Sang Saka Merah Putih tatkala teks Proklamasi Kemerdekaan dibacakan Bung Karno? Kontraversi klaim merasuki parpol kemudian hari. Sebenarnya dapat diperiksa dari jepretan Frans Mendur & saudaranya yang spontan hadir di Jl. Pegangsaan Timur 56 saat Bung Karno membaca teks proklamasi.
Kembali ke Menkopolhukam Mahmud M.D yang mengulik kejadian istimewa Rengasdengklok itu. Saatnya tepat sekarang, menjelang merayakan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI sebulan lagi. Momentum HUT Proklamasi Kemerdekaan RI kali ini adalah tepat meresmikan dan merayakan juga dengan acara kenegaraan untuk tindakan heriok mengumumkan Kemerdekaan Indonesia tanggal 16 Agustus 1945 atau apapun sebutannya di Rengasdengklok itu dapat ditetapkan jadi Batukarang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang dinyatakan Bung Karno didampingi Moh. Hatta, selaku wakil bangsa Indonesia, di pekarangan rumah Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta itu.
Bekasi, 17 Juli 2023
(Dwi Wahyudi/Red)
إرسال تعليق