Membongkar Jurus Tipu Ubaidillah Al Mahdi Versi Indonesia


Membongkar Jurus Tipu Ubaidillah Al Mahdi Versi Indonesia 


Oleh HR Ahmad Suranagara, Pengkaji Sejarah & Nasab Nusantara

Mencermati hasil tesis dari Kiai Haji Usman Al Bantani menurut penulis, persoalan yang paling mendasar tertolaknya keluarga Ba'alwi sebagai zuriyah Nabi, dimana kemunculan nama Ubaidillah pada kitab AlBurqotumursiqoh yang disusun oleh Syekh Ali bin Abubakar Asyakron pada abad 9 H, ternyata hasil dari interpretasi dari penyusun kitab tersebut. 

Ini sebenarnya adalah SKANDAL NASAB keluarga Ba'alwi, sehubungan aturan baku dalam ilmu sejarah atau nasab, untuk bisa dikatakan sahih sebuah nasab jika terjadi sinkronisasi antara kitab sekunder dengan kitab primer ( kitab sejaman dengan tokoh historis ).

Dengan kata lain sosok Ubaidilah ( dalam tulisan di keluarga Ba'alwi tertulis : Ubed bin Ahmad bin Isa ) sebagai putra Sayyid Ahmad bin Isa Arrumy baru berupa "asumsi sejarah" dikarenakan terdapat kesamaan nama pada kitab Al-Jundi dimana pada kitab tersebut tertulis sebuah susunan nasab yaitu : Abdullah bin Ahmad bin Isa Arrumy bin Muhammad bin Ali…dst. 

Dari hasil interpretasi tadi, maka munculah interpretasi-interpretasi lainya sebagai anak cucu dari interpretasi awal, diantaranya :

1. Nama Ubed jadi Abdullah akhirnya menjadi "Ubaidillah"
2. Muncul gelar baru pada ayah Ubed yang tadinya "Ahmad saja" menjadi Ahmad Al-Muhajir Ilalloh yang merujuk kepada Sayyid Ahmad bin Isa Arrumy
3. Nama kakek Ubed yaitu Isa "dipatenkan" sebagai sosok yang sama dengan Sayyid Isa Arrumy bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi 
4. Bermunculan riwayat-riwayat "karangan bebas" baik narasi yang bisa diterima akal sehat maupun berupa mitos untuk menguatkan teori bahwa Ubaidillah adalah putra Sayyid Ahmad bin Isa Arrumy, misalnya karena Abdullah ini seseorang yang sangat tawadu maka ia merasa tidak pantas menyandang nama Abdullah, lalu ia membuang nama pemberian ayahnya lalu diganti dengan Ubaidillah sementara untuk panggilan pendeknya adalah Ubed  
5. Catatan tahun lahir dan kewafatan Ubed atau Ubaidillah disesuaikan dengan catatan masa hidup Sayyid Ahmad bin Isa Arrumy 

Penulis masih ingat akan uraian beberapa tokoh pentolan pengurus RA ( Rabithah Alawiyah ) dan juga NAA ( Naqobatul AlAsrof AlQubro ) yang dengan lantang dan tegas menyatakan bahwa hanya menerima nasab seseorang yang benar-benar valid dan bersambung secara sanad. RA dan NAA tidak akan mengisbat nasab seseorang yang hanya didasari kepada acuan "teori sejarah" apalagi nasab yang hanya berupa asumsi. 

Penulis sangat setuju dengan ungkapan pentolan pegurus RA dan NAA tadi, memang seharusnya demikian, walaupun penulis tahu ungkapan tersebut sejatinya "senjata" yang ditujukan untuk menyerang keluarga keturunan Wali Songo agar trah-trah Walisongo tetap menempati posisi sebagai "ahwal" dan jangan bermimpi untuk diakui sebagai keturunan Rosululloh SAW. 

Akan tetapi manakala senjata tadi sekarang berbalik menyerang kepada RA dan NAA, dimana nasab keluarga Ba'alwi yang selama ini dianggap sahih dan terpercaya di saentero jagat, ternyata pada dasarnya adalah hasil asumsi ( cocoklogi ) dari ketokohan Syekh Ali bin Abubakar Asyakron saja, justru para pentolan RA dan NAA secara kompak menyusun teori baru dalam ilmu sejarah yang sama sekali bersebarangan dengan teori sejarah yang sudah baku. 

Teori baru yang diciptakan oleh RA dan NAA walaupun belum tertulis diantaranya sebagai berikut :

1. Sebuah nasab bisa dikatakan sahih jika yang menulis nasab adalah seorang tokoh besar apalagi seseorang yang dikalim seorang "Wali Kutub" oleh kelompoknya walaupun berupa asumsi, tidak harus bersesuaian dengan kitab-kitab primer yang muktabar
2. Sebuah nasab bisa ditentukan kasahihanya melalui kesepakatan tokoh-tokoh besar walaupun jauh setelah berabad-berabad sesudah tokoh historis wafat, tanpa harus menyertai kitab-kitab primer
3. Sebuah nasab bisa dikatakan sahih, dengan melalui pengakuan mashur masyarakat ataupun lembaga nasab yang ditunjuk sepihak, penunjukan lembaga nasab disesuaikan dengan selera si penunjuk 
4. Aturan 1 sampai 3 hanya berlaku dikhususkan untuk keluarga Ba'alwi saja, sebagai ras paling tinggi di Indonesia bahkan di Dunia, adapaun untuk keluarga lain dalam mengisbat nasab terutama keluarga keturunan Walisongo tetap wajib memakai aturan yang sudah baku. 

Yang mengherankan ke-4 aturan tadi walaupun tidak masuk akal, ternyata masih tetap mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat dan juga tokoh politik keluarga non Ba'alwi. 

Entah apa yang melatar belakangi dukungan tersebut, yang jelas para tokoh pendukung tadi tampil ke depan siap menjadikan dirinya sebagai tameng, dan dengan tegas mereka menyatakan menolak hasil kajian Kiai Haji Imaduddin. 

Penulis yakin ada motif tertentu di balik dukungan para tokoh non Ba'alwi ( bumi putra ) terhadap kesahihan nasab keluarga Ba'alwi yang jelas-jelas sudah menyalahi kaidah ilmu nasab tersebut. Kepentingan yang dimaksud bisa kepentingan politik ataupun kepentingan hubungan silaturahmi karena tokoh-tokoh tadi secara emosional sangat dekat dengan keluarga Ba'alwi. Akan tetapi yang jelas kepentingan apapun ujung-ujungnya untuk pribadi-pribadi juga, tidak peduli dengan harapan kebebasan sebagaian besar masyarakat dan kiai-kiai terutama yang hidup di perkampungan yang selama ini sangat resah dengan sepak terjang oknum-oknum Ba'alwi telah mereka korbankan.

TB.Solehuddin/Red

Post a Comment

أحدث أقدم