Copy Paste BAP Polisi, Santarawan Hanafi Pastikan Lapor JPU ke Kejagung



Copy Paste BAP Polisi, Santarawan Hanafi Pastikan Lapor JPU ke Kejagung


Penasehat hukum perkara korupsi Dana Paduan Suara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa atau Minahasa Regency Choir (MRC) Manado – Rusia, mendesak majelis hakim untuk membebaskan klien mereka, Sherly Debby Bukara SE, MSi, dari seluruh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan dalih tidak adanya kerugian uang negara dalam perkara tersebut.

Desakan itu disampaikan penasehat hukum terdakwa DR Santrawan Paparang, SH, MH, M.Kn, Hanafi Saleh SH dan Satrya Paparang SH, pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Manado, dengan agenda pledoi atau pembelaan, Senin (22/05/2023) siang.

Selain itu DR Santrawan Paparang, SH, MH, M.Kn, juga memastikan untuk melaporkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Kejaksaan Agung (kejagung) terkait requisitoir atau surat yang dibuat JPU setelah pemeriksaan selesai dan dibacakan serta diserahkan kepada majelis hakim, terdakwa maupun penasehat hukum, karena tidak berdasarkan pada fakta sejati dalam persidangan, sehingga harus ditolak dan dikesampingkan secara keseluruhannya.

Penasehat hukum DR Santrawan Paparang, SH, MH, M.Kn, Hanafi Saleh SH dan Satrya Paparang SH, menemukan dan membeberkan fakta sejati dalam persidangan dan memohon kepada Majelis Hakim agar membebaskan melepaskan klien mereka dari segala tuntutan.

Requisitoris JPU merupakan cuplikan (menyotek) atau copy paste yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atau berkas perkara dari penyidik bersama penyidik pembantu di kepolisian resort (Polres) Kabupaten Minahasa.

"Kami Penasehat Hukum (PH) berdasarkan fakta sejati dan bukti rekaman persidangan secara resmi akan membuat laporan kepada Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, melakukan eksaminasi atau untuk mengetahui sejauh mana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara disertai penilaian atas prosedur hukum acaranya," pungkas San, panggilan akrabnya Santrawan.

Dasar itu juga, ketiganya menyatakan menolak karena tidak sependapat dengan requisitoris yang diajukan JPU terhadap klien mereka, ancaman pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan.

Ditandaskan juga kalau klien mereka merupakan tumbal dan dikambinghitamkan atau pun kucing hitam untuk memenuhi nafsu penyidik Polres Minahasa dan JPU dengan sasaran harus dipersalahkan dan harus dihukum sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap penggunaan uang negara  sebesar Rp 1,960 miliar.

"Mestinya  penyidik Polres Minahasa dan JPU membidik dan wajib menjadikan tersangka siapa – siapa orang atau korporasi yang telah menggunakan dan menyelewengkan uang negara, bukannya menetapkan klien kami sebagai tersangka. Ini sangat tidak adil," ujar ketiganya dengan mimik serius.  

Penasehat Hukum DR Santrawan Paparang, SH, MH, M.Kn dan Hanafi Saleh SH serta Satrya Paparang SH, menyebutkan kalau klien mereka dengan posisi sebagai Kepala Dinas (Kadispar) Kabupaten Minahasa, kerap berada dalam tekanan yang dilakukan Bupati Minahasa Jantje Wowiling Sajouw dan Asisten I Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa, Denny Manggala, serta anak kandung Bupati Minahasa, Niki Sajouw, dalam penyaluran dan penggunaan anggaran keuangan negara sebesar Rp 210 juta.

"Dasar inilah kami pun menyimpulkan kalau penetapan tersangka kepada klien kami merupakan kesalahan oknum penyidik Polres Minahasa. Semua kwitansinya jelas. Kalau demikian, apa yang dituduhkan kepada klien kami sama sekali tidak benar," ketus ketiganya.  

Disebutkan juga kalau kesalahan penegak hukum selama penyelidikan dan penyidikan oleh oknum penyidik Polres Minahasa, ditelan mentah – mentah oleh JPU. Artinya, seluruh keterangan yang diperoleh penyidik Polres Minahasa, tidak satu pun menjalani kajian hukum oleh JPU.

"Imbasnya, klien kami lah yang harus menerima semua tudingan, meski klien kami tidak pernah melakukan korupsi untuk memperkaya diri. Semua anggaran telah dipakai sesuai peruntukkan. Tidak sepeser pun uang negara yang dimanipulasi klien kami ," kata kedua pengacara senior ini.

Berdasarkan fakta – takta tersebut kata San dan Hanafi, jika benar terjadi mark up dan penyelewengan uang negara senilai Rp 1,960 miliar, bukanlah perbuatan dari terdakwa, tapi merupakan tanggung jawab personal atau korporasi mengingat uang teresebut telah diserahkan ke pihak – pihak yang berkompoten. 

(Arthur Mumu/Red)

Post a Comment

أحدث أقدم