TRANSFORMASI IPI AKSI NYATA PENGEMBANGAN LITERASI

TRANSFORMASI IPI AKSI NYATA PENGEMBANGAN LITERASI         

Oleh: Agus Sutoyo

Kamis pagi lalu di gedung layanan Perpustakaan Nasional, pustakawan, para profesional di bidang perpustakaan yang berjas rapih baik laki-laki maupun perempuan semua nampak gagah dan cantik berkharisma seperti layaknya para profesional lainnya dalam suatu acara resmi. Sejatinya memang para pustakawan itu para profesional. Jangan diragukan itu. Mereka itu adalah manajer informasi yang dalam meningkatkan profesionalitasnya ditunjang dengan aktif berperan dalam organisasi yang mewadahi profesinya, yaitu Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). 
Organisasi ini pun bukannya organisasi kemarin sore yang baru lahir, tapi sudah cukup makan asam garamnya organisasi yang perjuangannya cukup panjang, pahit getir, asam manisnya masih dirasakan para pengurusnya, para senior pustakawan yang menjadi saksi sejarah roda perjalanannya.  IPI sejak berdiri pada 1973 yang mempunyai tujuan menghimpun, menampung, dan menyalurkan aspirasi dan kreatifitas pustakawan dari berbagai jenis perpustakaan yang ada di Indonesia. Kepengurusan yang sudah berjalan 15 kali kongres itu dituntut untuk terus meningkatkan performanya, aksi nyatanya yang berdampak pada peran pentingnya pustakawan dalam menggawangi perpustakaan dimana saja di seluruh bumi pertiwi ini. Tidak sedikit sindiran bagi perjalanan IPI ini yang dirasakan dari dulu IPI tidak  memiliki posisi tawar terhadap eksekutif dan legislatif juga belum pernah dengar memberikan advokasi kepada pustakawan yang banyak  dipinggirkan malah disingkirkan. 




Fenomena itu memang bisa saja terjadi, apalagi kalau berbicara tentang pentingnya pustakawan itu di lembaga perpustakaan di daerah misalnya, posisi tawar ini benar adanya.
Ada baiknya saya kembali mengungkap tentang pustakawan ini. Pustakawan adalah praktisi yang dalam bekerja sehari-hari menghadapi gencarnya serbuan electronic devices, di samping aneka ragam tuntutan para pengguna jasa perpustakaan agar layanan informasi menjadi mudah dan cepat.  Berbagai macam definisi tentang pustakawan mulai muncul dengan berbagai sudut pandang dalam mendefinisikan  pustakawan. Banyak referensi yang menyebutkan tentang pustakawan ini. Secara etimologi pustakawan berasal dari kata “pustaka”, dengan demikian penambahan kata “wan” diartikan sebagai orang yang pekerjaannya atau profesinya terkait erat dengan dunia pustaka atau bahan pustaka, dalam perkembangan selanjutnya, istilah pustakawan diperkaya lagi dengan istilah-istilah lain, meskipun hakikat pekerjaannya sama, yaitu sama-sama mengelola informasi, diantaranya pakar informasi, pakar dokumentasi, pialang informasi, manajer pengetahuan, dan sebagainya. 
Dari setiap profesi tentunya diperlukan norma. Sama halnya dengan norma atau etika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. 


Tanpa adanya etika maka hubungan antar manusia tidak akan berjalan dengan baik. Demikian pula dalam kehidupan profesi pustakawan memiliki etika yang disebut dengan kode etik pustakawan. Kode etik ini disusun oleh IPI sebagai organisasi profesi pustakawan di Indonesia. Dalam setiap kongresnya, kode etik pustakawan senantiasa dibahas. Pada kongres tahun 2018 kode etik pustakawan diganti namanya menjadi Asta Etika Pustakawan Indonesia, yaitu: melaksanakan tugas sesuai dengan harapan pemustaka; meningkatkan keunggulan kompetensi setinggi-tingginya; membedakan antara pandangan pribadi dan tugas profesi; menjamin tindakan dan keputusannya berdasarkan profesionalisme; menjunjung tinggi hak perorangan atas informasi dan menyediakan akses tak terbatas; melindungi hak privasi pemustaka dan tidak bertanggungjawab atas penggunaan informasi; mengakui dan menghormati hak kekayaan intelektual; dan menjalin kerjasama dan saling menghargai teman sejawat.
Sedangkan salah satu anggota Dewan Pembina IPI Prof. Sulistyo-Basuki  menyebutkan bahwa pustakawan adalah tenaga profesional yang dalam kehidupan sehari-hari berkecimpung dengan dunia buku, di segi lain, pustakawan pun dituntut untuk giat membaca demi kepentingan profesi, ilmu, maupun pengembangan kepribadian pustakawan itu sendiri. IPI sebagai organisasi yang menghimpun para pustakawan dalam kode etiknya juga menyatakan bahwa “pustakawan” adalah seorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan. Kalau menyimak perkembagan profesi, timbul tanda Tanya apakah pustakawan dapat digolongkan kedalam profesi atau tidak. Hal ini tergantung pada kemampuan dan tanggapan pustakawan terhadap profesi dan jasa yang diberikan pustakawan serta pandangan masyarakat itu sendiri terhadap pustakawan.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, yang melantik dan mengukuhkan kembali Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia (PP IPI) Periode 2022-2025, mengatakan, bahwa IPI tidak boleh hanya jadi simbol, tapi IPI harus punya aksi nyata dalam pengembangan literasi dan menumbuh-kembangkan pembudayaan gemar membaca di Indonesia, dan IPI ini harus berani tampil dalam setiap kesempatan sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat dan stakeholder baik di pusat maupun di daerah, oleh karenanya sangat diperlukan inisiatif, kolaboratif, dan inovatif.
IPI diharapkan dapat mendukung perkembangan perpustakaan di Indonesia dengan memiliki program kerja yang jelas yang berdampak positif dalam meningkatkan citra  pustakawan Indonesia.  IPI akan menjadi suatu organisasi profesi yang tidak dipisahkan dari kiprah perpustakaan di Indonesia. Kepala Perpusnas ingin melihat progres dari laporan kegiatan IPI yang sesuai dengan profesinya. IPI dapat hadir  menjadi penyelenggara untuk semua  kepentingan bangsa dalam hal perpustakaan. Untuk mendukung itu, IPI dapat mempersiapkan sebanyak mungkin jumlah pustakawan dan mempersiapkan jumlah asesor. Pengurus IPI harus dapat mengubah citra perpustakaan dan pustakawan Indonesia. Jadilah pejuang untuk mendobrak seluruh keterbelakangan yang terkait dengan citra perpustakaan dan pustakawan Indonesia. Harus berani mengemukakan ide dan gagasan bahwa perpustakaan yang baik pada suatu negara akan mengubah wajah negara itu diantara bangsa-bangsa lain.

Aksi Nyata IPI

Kepengurusan periode ini menambahkan badan pengawas ke dalam struktur. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mensyarakatkana adanya pengawasan internal dalam sebuah organisasi kemasyarakatan.
Ketua Umum PP IPI Periode 2022-2025 kembali dipegang oleh H.T. Syamsulbahri yang terpilih kembali pada Kongres IPI ke-XV di Surabaya, Jawa Timur, November 2022 lalu.
Saya pernah mewawancarai salah satu pendiri IPI yaitu Soekarman Kertosedono (almarhum) yang mengatakan bahwa seorang pustakawan harus mempunyai aksi nyata dalam peran tugasnya sebagai seorang professional di bidang perpustakaan. Aksi nyatanya itu berupa kemampuan leadership, pustakawan adalah seorang profesional, ia harus mandiri dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain,  seorang profesional adalah mandiri dalam otoritas, dan tidak tergantung kepada pengawasan, kontrol politik maupun ideologi. Seorang pustakawan profesional bekerja dengan dasar etika profesional, premium non nocere, bekerja dengan  mengikuti aturan yang berlaku dan bertanggungjawab kepada publiknya.
Selain itu, seorang pustakawan profesional harus mempunyai jiwa kepemimpinan, karena kepemimpinan itu sendiri adalah fitrah yang diberikan Tuhan kepada kita. Pemimpin bagi dirinya sendiri, pemimpin bagi keluarganya, bangsa dan negaranya. Tanggungjawab adalah bagian dari kepemimpinan itu sendiri. Berbicara mengenai kepemimpinan dan kepribadian, erat kaitannya dengan kesuksesan seseorang. Seperti halnya dalam dunia kepustakawanan ini, masalah kepemimpinan dan kepribadian adalah figur tokoh yang akan terpilih ke depan. Karena kepemimpinan dan keberhasilan sangat erat kaitannya. Seorang pemimpin tidak selamanya berhasil dan sukses. Adakalanya seorang pemimpin yang tidak memiliki dasar kepemimpinan yang baik dan kepribadian yang matang, seringkali tidak berhasil memegang amanah yang diberikannya.
Kepemimpinan yang kuat dan efektif bukan hanya bermanfaat bagi orang lain yang dipimpinnya, namun juga sangat bermanfaat bagi individu yang menerapkannya. Setiap dari kita adalah pemimpin, yang mana kita harus memimpin diri sendiri untuk memilih hal-hal yang dianggap benar dan menjauhi segala hal yang dianggap salah. 
Pemimpin yang berkualitas tidak lahir dengan sendirinya,  tetapi melalui suatu proses persiapan, pelatihan, bimbingan, dan pemberian kesempatan serta pengkaderan yang dilaksanakan sejak dini secara terencana dan berkelanjutan. Mahasiswa merupakan wahana persemaian kepemimpinan bangsa dan negara di masa depan yang  sangat potensial.  Kehidupan berorganisasi di dalam tubuh IPI  memberikan dasar tentang tata cara berorganisasi dimana di dalam rangka  melahirkan kader-kader penerus organisasi pustakawan ini  yang berdedikasi memiliki jiwa kepemimpinan. Potensi tersebut dapat berubah menjadi bencana apabila tidak dikelola, difasilitasi, dibina, dan diarahkan dengan baik dan benar.
Marilah bertindak dan berjuang mengejar kesuksesan, mewujudkan mimpi, dan membangun istana kesuksesan masa depan bangsa melalui peran pentingnya perpustakaan. Perjalanan menuju sukses tentu tidak semulus yang kita bayangkan. Banyak sekali halangan, kendala, rintangan, maupun kegagalan. Semua itu bukan merupakan  akhir segalanya. Percayalah sesulit apapun rintangan yang dihadapi, pasti akan ada jalan keluarnya dan akan kita dapatkan kemenangan dan kesuksesan, asal kita tidak pernah putus asa ataupun bosan untuk selalu mencoba, mencoba dan mencoba untuk mendapatkan hasil yang terbaik. 
Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan suatu jenis kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang mampu menjawab tantangan media elektronik tanpa meninggalkan kepustakawanan konvensional yang memang masih dibutuhkan (hybrid library). Hanya dengan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga pengelola perpustakaan dan tenaga fungsional pustakawan yang berkualitaslah (melalui keilmuannya) kita bisa membangun paradigma kepustakawanan Indonesia.
Dalam era globalisasi saat ini ditambah dengan kecanggihan teknologi informasi, pekerjaan seorang pustakawan tidak hanya bersifat teknis tetapi pustakawan dituntut untuk dapat berpikir inovatif dan kreatif karena pustakawan  adalah para manajer informasi dan pengetahuan. Pustakawan dituntut untuk lebih cerdas dalam menyediakan informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh pemustaka. Karena pada era informasi saat ini, informasi dapat di akses dengan cepat dan mudah melalui search engine dimanapun berada. Selain itu pustakawan juga bukan hanya orang yang menunggu pemustaka untuk datang ke perpustakaan melainkan pustakawan yang mendatangi pemustaka untuk datang ke perpustakaan (bring users in) melalui penyediaan fasilitas yang ada.
Pustakawan diharapkan memiliki kemampuan berbahasa yang baik sebagai alat komunikasi dengan menguasai bahasa internasional yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, sehingga bisa dan mampu berperan dalam forum kepustakawanan baik skala nasional, regional, dan dunia internasional sekalipun, sehingga pustakawan tidak hanya terlena dan asyik dengan pekerjaan teknisnya saja meskipun itu tidak bisa dihindari. Dibawah panji dan janji Asta Etika Pustakawan itu, kepemimpinan Ketua Umum IPI H.T. Syamsulbahri ditunggu aksi nyatanya untuk membangun paradigma pustakawan yang lebih sehat, maju, transparan dan profesional. Yang terpenting saat ini adalah IPI tetap semangat, ulet, tekun, konsisten, belajar dan terus memperbaiki serta meningkatkan kualitas, kolaborasi dan inovasi tiada henti sebagai penunjang kapasitas diri organisasi yang tugasnya harus membela mati-matian, ”pasang badan” untuk kemajuan pustakawan, sang penjaga peradaban. Salam Literasi.**
Agus Sutoyo, Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Perpustakaan Nasional RI.

Kiki H/Red

Post a Comment

أحدث أقدم