Pendekatan Restorative Justice, Solusi Terbaik Keterbatasan Daya Tampung Rutan dan Lapas
ANEKAFAKTA.COM,Jakarta
oleh : SEKJEN JIMUMI-LARUT (JARINGAN INSAN MEDIA UNTUK MONITORING INDEPENDEN LAPAS DAN RUTAN)
Menurut data dari Dirjenpas Kementerian Hukum dan HAM, jumlah narapidana di Indonesia sebanyak 275.167 orang dengan kapasitas Lapas/Rutan di Indonesia yang hanya bisa menampung 132.107 orang. Hal ini jelas keadaan Lapas/Rutan yang sangat kurang untuk menampung jumlah napi yang ada sekarang.
Over kapasitas Lapas/Rutan seperti bom waktu yang lama-lama akan meledak apabila tidak segera diselesaikan. Pemenuhan kebutuhan hak-hak manusia juga akan terganggu apabila masalah ini tidak segera terselesaikan. Over kapasitas di dalam Lapas/Rutan akan membuat tujuan pemasyarakatan untuk membuat warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di masyarakat akan tidak berfungsi secara maksimal.
Beberapa kasus hukum kini telah diselesaikan dengan pendekatan restorative justice. Penegakan keadilan atas kelalaian pihak pengelola wisata yang memicu tragedi ambrolnya perosotan di Kenjeran Water Park Surabaya, adalah salah satunya. Sebanyak 17 orang mengalami luka-luka termasuk luka berat yaitu patah kaki maupun tangan. Pihak pengelola bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan semua korban luka. Sehingga, pihak korban maupun pengelola kompak mendaftarkan Restorative Justice ke Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya.
Selain kejadian ambrolnya perosotan di Kenjeran Park, masih banyak lagi permasalahan yang diselesaikan secara Restorative Justice seperti pencurian HP di Pasuruan, kasus curanmor di Blitar, penganiayaan satpam kereta api terhadap pemuda di stasiun Duri Jakarta, dan lainnya.
Di luar negeri, Restorative Justice sudah banyak digunakan untuk kasus-kasus yang ringan sehingga tidak perlu sampai ke pemidanaan penjara. Negara seperti Singapura yang memiliki luas wilayah yang kecil, sudah banyak melakukan penyelesaian masalah secara Restorative Justice karena keterbatasan Lapas/Rutan.
*Apakah Restorative Justice?*
Menurut Kevin I. Minor dan J.T Morisson Restorative Justice adalah suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak. Restorative Justice pada prinsipnya menyelesaikan permasalahan di luar jalur hukum dengan melibatkan para pelaku, korban, keluarga pelaku maupun korban serta pihak lainnya yang terkait. Dengan adanya Restorative Justice diharapkan permasalahan hukum yang berujung ke pemidanaan penjara bisa banyak berkurang.
Akan tetapi, tim ini berpendapat bahwa ada beberapa kasus yang tidak bisa diselesaikan secara Restorative Justice seperti korupsi serta narkoba. Korupsi dan narkoba merupakan kejahatan luar biasa dampaknya sehingga tidak bisa diselesaikan secara Restorative Justice. Korupsi merusak sendi-sendi dan tatanan bangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta berdampak luas dan korbannya adalah masyarakat. Narkoba juga demikian. Narkoba merusak jiwa dan raga banyak orang. Narkoba juga menghancurkan masa depan remaja Indonesia di mana banyak kasus narkoba menjerat warga Indonesia di bawah 30 tahun.
*Restorative Justice Menekan Over Kapasitas*
Restorative Justice di mana menekankan penyelesaian permasalahan di luar jalur hukum yang melibatkan pihak pelaku, pihak korban dan pihak terkait. Jaksa Agung dalam rapat dengar pendapat di DPR mengungkapkan 2.103 kasus sejak ntahun 2020 hingga November 2022 distop melalui Restorative Justice. Hal ini tentunya sangat membantu dalam mengatasi over kapasitas di lapas. Hal ini membantu mengurangi 5 persen dari kapasitas lapas dan rutan di Indonesia. Apabila semua permasalahan diselesaikan secara jalur hukum, maka bisa dibayangkan berapa napi yang akan dimasukkan ke dalam lapas sehingga mengakibatkan over kapasitas semakin bertambah.
Diharapkan dengan Restorative Justice ini semakin bisa dilaksanakan baik di tingkat kepolisian maupun kejaksaan karena sangat membantu mengurangi over kapasitas di dalam lapas dan rutan. Tentunya peran aktif dari Aparat Penegak Hukum untuk lebih mengedapankan proses Restorative Justice lebih dimaksimalkan kembali.
Apabila over kapasitas bisa ditekan, maka biaya pemerintah untuk membiayai makan napi bisa tidak tambah membengkak, sehingga bisa digunakan untuk kebijakan pro rakyat lainnya. Selain itu juga tidak perlu membangun lapas dan rutan untuk mencegah over kapasitas. Biaya untuk membangun sebuah lapas dan rutan sangatlah besar sehingga pencegahan pembangunan lapas dan rutan bisa menghemat biaya anggaran pemerintah. Diharapkan dengan adanya Restorative Justice yang sudah berjalan, maka over kapasitas di lapas dan rutan bisa semakin berkurang karena proses reintegrasi di lapas juga tengah berjalan juga untuk menekan over kapasitas dari dalam lapas dan rutan.
إرسال تعليق