Konfigurasi Politik Baru Indonesia: memaknai kekalahan PDIP di Jateng dan Kemenangan Mas Pram-Bang Doel di Jakarta




Konfigurasi Politik Baru Indonesia: memaknai kekalahan PDIP di Jateng dan Kemenangan Mas Pram-Bang Doel di Jakarta


Oleh Soleh, WNI Biasa

Menarik di simak hasil pilkada beberapa hari yang lalu. Bila merujuk dari hasil perhitungan cepat kita sudah bisa berandai-andai siapa yang menjadi pemenang dalam kontestasi.

Pilkada kali ini sangat luar biasa, sebab membetot semua mata untuk melihat dengan cermat. Siapa yang bakal menang dan siapa yang bakal tumbang. Apakah endos ketokohan seseorang bisa mengangkat sang calon menang atau malah menjadi ringsek engga karu-karuan.

Seperti yang terjadi di dua daerah Jakarta dan Jateng. Semua mata terbetot ke dua daerah tersebut. Apa yang terjadi dan siapa yang unggul. Mengapa? Sebab di dua provinsi ini tokoh sekelas Jokowi secara vulgar memberikan mengendos satu kandidat tertentu. Kita semua tahu di Jateng Jokowi mendukung Lutfhi Yasin dan di Jakarta mendukung RK Suwono. 

Namun hasil akhirnya sangat berbeda. Di Jateng Lutfhi Yasin menang secara meyakinkan sedangkan di Jakarta RK Suwono malah rungkad. 

Uniknya, semua pihak berasumsi bahwa Jateng dan DKJ Jakarta merupakan pertarungan antara Jokowi vs PDIP. Siapa yang paling kuat dan siapa yang paling didukung oleh rakyat. 

Padahal bila kita melihat secara jernih, hasil pilkada ini memperlihatkan kepada kita sebuah konfigurasi baru wajah politik rakyat. sikap rakyat sangat jelas. Rakyat tidak di bawah bayang-bayang partai politik atau satu ketokohan saja. Rakyat memilih berdasarkan rasionalitas dan sikap perlawanan terhadap kekuasaan yang dianggap absurd.

Kasus di Jateng dan DKJ Jakarta juga menegaskan runtuhnya "politik identitas" serta mengkonfirmasi perubahan konfigurasi politik rakyat kita. Dulu di zaman Orla, orba serta di awal-awal orde reformasi, kita masih kental dicekoki pembagian wilayah politik: DKI Jakarta & Jawa Barat adalah basis politik Masyumi, Jateng adalah basis Politik Kaum nasionalis (PNI/PDIP) dan Jawa Timur adalah basis Politik Partai NU (PKB).

Alhamdulillah di zaman Gen Z sekarang sekat-sekat politik identitas dan ideologi sudah runtuh. Tentu saja ini bukti keberhasilan kebijakan politik orde baru yang menginginkan satu ideologi politik bangsa kita yaitu Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Penulis setuju, istilah Jateng kandang Banteng harus dihapuskan, Jakarta dan Jawa Barat basis Masyumi harus dihapuskan serta Jatim basis Politik kultural Juga harus dihapuskan. Sehingga rakyat tidak tersekat oleh garis ideologis yang tidak jelas. Cukup Pancasila sebagai dasar ideologi perjuangan semua partai politik dan ormas yang hidup di Indonesia.

Melihat kekalahan PDIP di Jateng dan Kemenangan Mas Pram-Bang Doel di Jakarta yang diusung oleh PDIP harus dimaknai sebagai kemenangan lenyapnya politik identitas dan politik SARA. Dan ini menegaskan kepada para politisi bahwa tarap berfikir rakyat sudah naik level. Politisi asal jeblak pasti jeblok.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama