Kalah di MA, Bandara Sam Ratulangi Terancam Ditutup Paksa
MANADO, ANEKAFAKTA.COM –
Bandar Udara (Bandara) Sam Ratulangi terancam ditutup paksa, setelah institusi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, kalah dalam persidangan, baik di tingkat Pengadilan Negeri (PN) hingga Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.
Bandar Sam Ratulangi yang dikelola PT Angkasa Pura Indonesia (API) itu, terancam kegiatan operasionalnya, lantaran melakukan penolakan pembayaran ganti rugi terhadap pemilik lahan.
Penolakan pembayaran merupakan bentuk pembangkangan terhadap surat yang dikeluarkan Deputi Sekretariat Negara (Setneg) Republik Indonesia, Nomor: B/Setneg/D-5/08/2010, Tertanggal 1 Agustus 2010.
Surat yang ditandantangani Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan, Sulistiyo, dan ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan, Kementerian Perhubungan Udara, menyebutkan, untuk segera mengganti rugi atas tanah Erfpacht Verponding Nomor 75, di Desa Wusa, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, seluas 739.300 m2.
Dalam surat itu disebutkan kalau lahan tersebut dikuasai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan telah dialihkan haknya kepada PT Angkasa Pura I (Persero) untuk tanah Bandara Sam Ratulangi.
Selanjutnya, Kemenhub dianjurkan melakukan penilaian dan penelitian permasalahan untuk selanjutnya membayar kepada ahli waris berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara penerima kuasa, Sonny Nelson Woba didampingi aktivis Anti Korupsi dan Mafia Tanah Arthur Mumu, yang ditemui terpisah mengatakan, penolakan pembayaran ganti rugi lahan oleh pengelola Bandara Sam Ratulangi, meruypakan bentuk pembangkangan terhadap Surat Setneg.
Apalagi kata Sonny, surat tersebut telah diketahui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sehingga sangatlah rancu dan tak masuk akal jika tidak ada realisasinya.
Adapun objek tanah seluas ±10 hektar milik Almarhum Rusungan Ramis, yang telah dikuasakan kepada Yurike Paseki (anak kandung dari Rusungan Ramis) sampai sekarang belum dibayarkan.
Lahan tersebut berlokasi di dalam Bandar Udara Sam Ratulangi, tepatnya di pintu masuk bandara, VIP Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulawesi Utara, dan landasan naik turunnya pesawat.
Keluarga Ramis dan Pinangkaan-Paseki mengatakan, objek tanah milik mereka sudah diketahui oleh Menteri Perhubungan RI, untuk dilakukan pembayaran ganti rugi oleh PT Angkasa Pura.
Menurut Alexander Pinangkaan dan Abey Pinangkaan, mantan Gubernur Sulawesi Utara Drs Sinyo Harry Sarundajang (SHS), pernah membuat Surat Rekomendasi Pembayaran Ganti Rugi Tanah di Lokasi Bandara Sam Ratulangi Manado, kemudian dikirim kepada Menteri Perhubungan RI.
Isi surat tersebut bahwa permohonan ganti rugi tanah (luas ±10 ha) yang terdapat di Bandar Udara Sam Ratulangi Manado, sesuai Hak Pengelolaan Nomor I1, atas nama PT Angkasa Pura I, dimana Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Pusat untuk penyelesaian pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku melalui upaya musyawarah mufakat. "Pemerintah provinsi sulawesi utara sangat mengharapkan Bapak Menteri Perhubungan RI, untuk dapat secara arif dan bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan pembayaran ganti rugi tanah di lokasi Bandar Udara Sam Ratulangi Manado," ungkap ahli waris Alexander dan Abey, mengutip Surat Rekomendasi yang ditandatangani oleh Sinyo Harry Sarundajang, pada tanggal 9 Januari 2006.
Sebagai implementasinya, aktivis Anti Korupsi dan Mafia Tanah Arthur Mumu, memastikan melakukan unjuk rasa dan menduduki Bandara Sam Ratulangi, khususnya di lahan bermasalah. Aksi tersebut kata dia, sebagai bentuk protes terhadap pengelola bandara yang diduga telah melakukan perampasan hak kepemilikan tanah.
"Kami bersama Sonny Nelson Woba dan Keluarga ahli waris Ramis, Paseki - Pinangkaan, pastikan akan datang dengan massa pendukung. Kami juga akan menutup paksa bandara, sekali pun risikonya berimbas pada tertundanya sejumlah penerbangan," pungkas Arthur Mumu, Minggu (10/11/2024).
Arthur Mumu, Sonny Woba, dan Keluarga Rami Paseki - Pinangkaan, juga berjanji akan meneruskan masalah itu ke Presiden Prabowo Subianto. Tujuannya agar presiden tahu kalau di Sulut banyak masalah tanah, terutama milik masyarakat miskin yang tidak diselesaikan.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, telah menyatakan dukungannya kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, dalam memberantas kejahatan mafia tanah di bidang pertanahan.
Penegasan itu disampaikan Sigit, usai membahas kerjasama antara Polri dengan Kementerian ATR/BPN, Disebutkan Kapolri, Kementerian ATR/BPN mendapat tugas dari Presiden Prabowo Subianto dan akan menjadi penilaian khusus terhadap kinerja kementeriannya.
"Polri akan terus mendukung setiap program Kementerian ATR/BPN, sehingga kepastian hukum terhadap tanah-tanah sengketa milik masyarakat, dapat diselesaikan dengan baik," kata Listyo. (TIM)
Posting Komentar