Jaksa Agung RI: "Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam KUHP Nasional"



Jaksa Agung RI: "Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam KUHP Nasional"


JAKARTA,- Anekafakta.com


JAMPIDUM Bersama Ditjen
Kemenkumham Berkolaborasi
Launching Blue Print dan Melaksanakan Dialog Publik
Kamis (1/8 2024)
di The Westin Jakarta, Jaksa Agung Muda Bidang
Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung bekerja sama dengan Direktorat
Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI melaksanakan kegiatan Launching Blue Print "Transformasi
Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045" dan Dialog Publik Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Dr.Harli Siregar SH ,MH dalam keterangan tertulisnya menerangkan
Dalam kesempatan tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin hadir untuk membuka acara sekaligus menyampaikan Keynote Speech-nya yang berjudul "Optimalisasi Peran
Kejaksaan dalam KUHP Nasional".


Jaksa Agung menyampaikan kegiatan ini merupakan bentuk keseriusan Kejaksaan
dalam menyongsong pemberlakuan KUHP Nasional, dalam konteks optimalisasi peran
Jaksa dalam KUHP Nasional yang akan diimplementasikan dalam RPP tentang
Pelaksanaan KUHP Nasional ke depan.
"Secara khusus saya menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum beserta jajaran yang dengan cepat dan sigap merespon
Perintah Harian Jaksa Agung yang diucapkan pada Upacara Hari Bhakti Adhyaksa 22
Juli 2024 untuk mempersiapkan arah dan kebijakan institusi Kejaksaan dalam
Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045," ujar Jaksa Agung.


Oleh karenanya, Jaksa Agung mengungkapkan bahwa Blue Print Transformasi
Penuntutan yang telah dirumuskan itu merupakan salah satu bentuk persiapan dan
kesiapan jajaran Bidang Pidana Umum dalam menyongsong Indonesia Emas Tahun
2045.


Salah satu agenda dalam draf rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 Menuju Indonesia Emas 2045 adalah reformasi
hukum dan supremasi hukum untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang
Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan.


Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, Jaksa Agung berpesan agar setiap proses
penegakan hukum harus menyasar pada terwujudnya supremasi hukum nasional yang
berkeadilan, berkepastian hukum, dan bermanfaat yang berdasarkan Hak Asasi
Manusia.
"Penegakan supremasi hukum tersebut dapat diawali melalui tataran kebijakan, salah
satunya dengan penerapan kebijakan percepatan pembaruan substansi hukum
peninggalan kolonial, yang saat ini kita perjuangkan dengan telah diterbitkannya KUHP
Nasional untuk kemudian melahirkan tanggung jawab berikutnya dan menyusun aturan-
aturan pelaksananya sebagai penopang pembaruan substansi hukumnya," imbuh
Jaksa Agung.


Dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045, Kejaksaan telah menjadi bagian agenda pembangunan pemerintah dalam upaya transformatif super prioritas atau
game changers pembangunan nasional 2045.

Menurut Jaksa Agung, transformasi.  
sistem penuntutan menuju single prosecution system dan transformasi lembaga
Kejaksaan RI sebagai advocaat generaal adalah landasan transformasi yang sangat
penting dan diprioritaskan demi kesuksesan Transformasi Indonesia 2045.


Dalam hal sistem penegakan hukum single prosecution system, Jaksa akan menjadi
pengendali proses penuntutan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
eksekusi. 

Dengan demikian tugas, fungsi dan kewenangan Kejaksaan RI akan lebih
diperkuat.
Sedangkan, posisi Kejaksaan RI sebagai advocaat generaal artinya
Kejaksaan RI adalah penasihat hukum tertinggi bagi Mahkamah Agung Republik
Indonesia.

Kejaksaan RI bertanggung jawab untuk memberikan pendapat hukum yang
independen mengenai kasus-kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung RI.

"Banyaknya kewenangan baru bagi aparat penegak hukum khususnya Jaksa dalam
mengimplementasikan KUHP Nasional juga perlu mendapat perhatian, terlebih sebagai
pemegang asas dominus litis tentunya akan memiliki peranan besar dalam
menentukan arah penegakan hukum," ujar Jaksa Agung.


Untuk menjaga marwah dominus litis, Jaksa Agung mendorong jajaran Kejaksaan
untuk mengawal proses pembahasan dan penyusunan RPP tentang Pelaksanaan
KUHP Nasional ini. Terdapat setidaknya beberapa poin yang harus disikapi oleh
Kejaksaan dalam proses penyusunan RPP tentang Pelaksanaan KUHP ini sebagai
berikut:
Pertama, ketentuan Pasal 2 Ayat (3) KUHP Nasional mengatur mengenai tata
cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law)
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Kejaksaan harus mengawal pembuatan RPP tersebut agar dalam hukum
materiilnya benar-benar memberikan peran bagi masyarakat hukum adat untuk
melaksanakan norma hukum adat sebagai penyelesaian konflik di masyarakat
itu sendiri dan sebagai bentuk perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Kedua, ketentuan Pasal 54 KUHP Nasional yang mengatur konsep dari asas
Rechterilijke Pardon atau pemaafan hakim dalam tindak pidana.

Dalam perkembangannya pemerintah sedang menyusun RPP tentang
penyelesaian perkara berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.

Kejaksaan
berperan penting untuk mendorong pendekatan keadilan restoratif dapat
diimplementasikan dalam satu kesatuan proses peradilan pidana sehingga
terwujudnya keharmonisan peraturan pada masing-masing institusi penegak
hukum.


Ketiga, ketentuan Pasal 69 ayat (2) KUHP Nasional, mengatur mengenai tata
cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua
puluh) tahun diatur dalam Peraturan Pemerintah, apabila mengacu pada Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi, maka perubahan tersebut menjadi
domain Presiden dalam memberikan Grasi dengan pertimbangan Mahkamah
Agung. 

Kejaksaan dalam hal ini perlu untuk terlibat sebagai proses pemberian
pertimbangan Grasi mengingat peran Penuntut Umum sebagai pelaksana
putusan pengadilan;


Keempat, ketentuan Pasal 76 Ayat (6) KUHP Nasional, mengatur bahwa Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik berdasarkan
pertimbangan pembimbing kemasyarakatan;


Kelima, ketentuan Pasal 110 Ayat (3) KUHP Nasional, mengatur bahwa Jaksa
diberikan kewenangan menghentikan perawatan di rumah sakit jiwa untuk
diusulkan kepada hakim dan tata caranya akan diatur dalam PP;


Keenam, ketentuan Pasal 111 KUHP Nasional, mengatur tata cara pidana dan
tindakan akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Tindakan sendiri dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa konseling, rehabilitasi,
pelatihan kerja, perawatan di lembaga dan perbaikan akibat tindak pidana; 

Ketujuh, ketentuan Pasal 124 KUHP menyebutkan bahwa dalam Pasal 118 s.d
Pasal 123 KUHP akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dimana pasal-pasal
tersebut mengatur mengenai pidana dan tindakan bagi korporasi, untuk itu peran Kejaksaan mendorong agar pembuatan PP tersebut diperlukan pola pemidanaan
terhadap korporasi dapat sesuai dengan prinsip-prinsip pertanggungjawaban
pidana korporasi maupun selaras dengan tujuan pemidanaan itu sendiri.


Sebelum mengakhiri sambutannya, Jaksa Agung mengajak seluruh stakeholder untuk
saling bersinergi, bekerja sama, dan berkolaborasi dalam hal peningkatan keilmuan.


Salah satunya untuk menyamakan persepsi khususnya tentang kedudukan Jaksa pada
rencana peraturan pemerintah terkait pelaksanaan KUHP Nasional baru serta arah
penegakan hukum ke depannya menuju Indonesia Emas 2045.


"Semoga dengan adanya forum diskusi ini nantinya dapat mendorong Kejaksaan dan
stakeholders pada kementerian/lembaga beserta para Akademisi dapat
mempersamakan pemikiran dan perspektif tentang arah kebijakan supremasi hukum
khususnya yang berhubungan dengan peran Kejaksaan," pungkas Jaksa Agung.


Turut hadir dalam acara ini yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna
Laoly, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Ketua
Komisi Kejaksaan RI Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Yudisial RI Amzulian Rifai,
Akademisi Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Prof. Indriyanto Seno Adji, Wakil Jaksa Agung
Feri Wibisono, Para Jaksa Agung Muda, Para Kepala Badan, Para Staf Ahli Jaksa
Agung, Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kejaksaan Agung, Para Kepala Kejaksaan
Tinggi yang mengikuti secara daring dan luring, Para Dekan Fakultas Hukum beserta
Para Pengajar dan Mahasiswa. 


(D.Wahyudi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama