Import Dan Praktek Perdagangan Satwa Dilindungi Marak Justru Karena Ada Praktek Umbar Ijin Konservasi Di Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) ?



JAKARTA,- Anekafakta.com
Publik dibuat sontak oleh postingan Tjioe Rudy Tiawarman pemilik Pet Shop Pet Ministry di Jalan Dr Wahidin 90 Semarang.

Rudy memposting video berdurasi sekitar satu menit menjual anakan Harimau.

Postingan tersebut akhirnya dihapus, juga akun Instagramnya juga sudah tidak ada, setelah Tjioe Rudy dipanggil dan diperiksa jajaran BKSDA dan Polda Jateng.

Dari pemeriksaan ternyata anakan Harimau tersebut, diketahui jenis Harimau Benggala, bukan Harimau Strowbery seperti yang disampaikan oleh Rudi dalam  vedeo.

Rudy mengaku Harimau tersebut hasil penangkaran milik konglomerat bernama yang berinitial RBT yang belakangan juga dikaitkan dengan kasus Tambang Timah yang merugikan negara sebesar Rp 271 Trilyun.

Menurut informasi BKSDA Jabar pun  juga sudah memeriksa penangkaran Harimau milik RBT disebuah villa mewah yang luas dan tertutup dikawasan Puncak Bogor arah Sukabumi Jawa Barat.

Guru Besar IPB yang juga pakar Konservasi Prof. DR. Ir Hadi Alikodra dan DR. Drs. Budi Riyanto SH. M Si. Apu yang juga mantan Inpektorat Jendral KLHK justru menyikapi bahwa untuk kepemilikan ijin Konservasi memelihara satwa liar dilindungi, terutama jenis binatang buas Harimau itu tidak bisa serta merta diberikan ungkapnya Kamis (13/6/2024).

Lebih lanjut ia mempertanyakan Siapa yang beri ijin ?
Siapa yang diberi ijin ?
Untuk kepentingan apa ijin diberikan ?

Satwa liar apa lagi yang Appendix I terlebih jenis binatang buas tidak bisa serta merta diberi ijin import atau memelihara, apa lagi diperdagangkan. 

Tanggapan  Mengenai kasus inipun disampaikan oleh Haris Azhar Aktifis Hak Asasi Manusia, menanggapi perijinan yang beredar, menurutnya  Pemberian ijin itu kontroversif
seolah dengan adanya ijin satwa bisa dikuasai diluar habitatnya.

Pada hal paska ijin dikeluarkan pemantauan lemah karena ijin marak ungkapnya Minggu (16/6/2024).

Belum lagi ada masalah, siapa yang memantau pemberian ijin keluar tersebut? 
Untuk kepentingan apa ijin diberikan ?

Menurutnya lagi Indonesia dikepung rejim 'ijin' dari mulai tambang, perkebunan, kaki lima, pencalonan kepala negara, hingga satwa. 

Seolah ada ijin sudah adil dan etis, pada hal ijin hanya kamuflase atas ketidak adilan. 

Kondisi satwa liar yang dikuasai dan diperjual belikan diluar habitatnya makin mengkhawatirkan. 

Semakin negara sekedar menjadi produsen ijin, bukan menjaga habitat.
Padahal ini tugas utama negara pungkas Haris.

(D.Wahyudi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama