Haris Azhar,Soal Maraknya Pemeliharaan Satwa Liar Yang Dilindungi : Keterlibatan Masyarakat Diperlukan, Terutama Yang Hidup Dekat Dengan Satwa Liar


   
JAKARTA,- Anekafakta.com 
Melihat semakin banyaknya masyarakat terutama kalangan atas yang memiliki gaya hidup memelihara satwa liar sebagai hewan peliharaan, Aktifis Hak Asasi Manusia Haris Azhar menilai perlu adanya kebijakan hukum yang tegas. 

Karena selain populasinya yang sedikit, menjadikan satwa liar sebagai hewan peliharaan juga cukup berbahaya.Jadi masyarakat orang kaya yang luar biasa kaya itu kekayaannya jadi kebutuhannya aneh-aneh.   

Mungkin bisa saja kalau kita sudah punya habitat atau populasi yang cukup. Tapi kalau kita populasinya masih terbatas, lalu mau punah, lalu kemudian mereka menjadi hewan peliharaan itu yang bahaya. Itu dzalim namanya," hal ini diungkapkan oleh Haris Azhar kepada anekafakta.com menyikapi fenomena maraknya pemeliharaan Satwa Liar yang dilindungi Minggu (16/6/2024).


Oleh karena itu, dirinya menilai, perlu ada kebijakan yang tegas dan pelaku perdagangan satwa liar juga perlu ditindak secara hukum serta dihukum seberat-beratnya.

Seperti kita ketahui, dalam hal ini Komisi IV DPR RI juga tengah melakukan revisi terhadap Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).  

Kami mendukung upaya penguatan regulasi pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tumbuhan satwa liar, salah satunya melalui revisi UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang tengah di bahas DPR serta penguatan anggaran untuk upaya konservasi tersebut.


Selain melalui regulasi dan pentingnya instrumen hukum dalam melawan perdagangan satwa liar, tambahnya, keterlibatan masyarakat juga sangat diperlukan terutama masyarakat yang hidupnya dekat dengan habitas satwa liar. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus segera mengevaluasi Ijin yang sudah dikeluarkan, jika perlu cabut perijinan yang tidak sesuai tegasnya.

"Banyak hal yang kita temukan misalnya masyarkat tidak tau itu dilindungi lalu kemudian mereka mengkonsumsi atau bahkan memburu dan sebagainya. Itu harus diberi tahu atau disensitifkan lah kepada masyarakat," tandasnya.   

Sementara Profesor Hadi S. Alikodra pakar konservasi Indonesia yang  
namanya kerap muncul tiap kali kita mencari referensi penelitian terkait satwa liar dan hutan Indonesia.
Berpendapat, 
Menurut Alikodra, konservasi memiliki 3 dimensi.

Pertama, melindungi unsur-unsur keanekaragaman hayati [flora fauna dan ekosistemnya].

Kedua, melestarikan setiap keragaman hayati yang ada dalam ekosistem.

Ketiga, memanfaatkan secara bijak. 

Agar konservasi terlihat jelas manfaatnya maka dibentuklah taman nasional.

Guru Besar Ilmu Pelestarian Alam dan Pembinaan Margasatwa Fakultas Kehutanan IPB ini masih aktif mengajar Etika dan Moral Lingkungan, Analisis Kebijakan Konservasi, Pengembangan Ekowisata, dan Administrasi Lingkungan ini menjelaskan, Harimau jawa [Panthera tigris sondaica] secara ilmiah telah dinyatakan punah sejak 1970-an. 
Namun,  IUCN Red List menegaskan statusnya Extinct atau Punah tahun 1980. 

Saat Dunia Konservasi dikagetkan oleh postingan di IG (Instagram) Pet Shop Pets Ministry di Jalan Dr Wahidin No 90 Semarang, milik Tjioe Rudy Tiawarman
yang menawarkan anakan Harimau Benggala. 

Yang Dalam video berdurasi satu menit Rudy (penjual) menjelaskan, bahwa itu anakan Harimau Emas, yang biasa dikenal sebagai Harimau Strawberry, namun bagi para Rimbawan dan pelaku konservasi pasti paham tidak ada jenis Harimau Emas atau Harimau Strawberry, karena ciri anakan Harimau  yang dipamerkan untuk dijual di IG tersebut jelas anakan Harimau Benggala. 

Terkait dengan hal tersebut, Prof, Dr. Ir. Hadi.S Alikodra menggapinya sebagai berikut, kita mesti cek status dan legalitas yang menjual, jenis apa...??
kenapa malakukannya...?! 
Prinsipnya. Kita masih diatur dengan UU 5 1990, Larangan Memelihara Satwa atau Hewan Liar Dilindungi Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, yang menyebutkan adanya larangan memelihara satwa atau hewan liar dilindungi yang diatur dalam pasal berikut :

Pasal 21 ayat 2 Setiap orang dilarang untuk : menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

Ia menghimbau Agar Rimbawan bergerak untuk menyetop hal ini, dan kepada aparat penegak hukum harus segera bertindak.

Sementara pendapat 
Budi Riyanto Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan dan Konservasi Terkait Perlindungan Satwa Liar,  "Kita Lemah Diimplementasi Struktur Sistem Hukum ". 


Mantan Inspektorat Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) , tentang maraknya orang pelihara Harimau, Singa dan Satwa Liar kategori binatang buas lainnya di Indonesia, Clear dan jelas, satwa liar dilindungi, apa lagi binatang buas dilarang dipelihara tanpa tujuan konservasi penyelamatan, namun diperdagangkan. 

Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan dan Konservasi, yang juga sebagai pengajar Hukum Lingkungan dan Kehutanan di  Universitas Indonesia ini juga menyikapi, Ijin import dan ijin pemeliharaannya satwa liar harus dievaluasi,  *" siapa yang beri ijin....?!". " siapa yang diberi ijin dan untuk apa ijin tersebut....!?"*
 
Menurut pendapat nya, Satwa Liar Yang Dilindungi Pendekatan Dari Legal Aspek bukan dari Tekhnis diatur dengan undang-undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya dan ekosistemnya, salah satu pengaturannya adalah perlindungan terhadap satwa liar melalui  proses pengawetan,  pemanfaatan.

Kalau kita berbicara pengawetan maka semua jenis yang ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi pengeluarannya sangat khusus yaitu melalui apa yang disebut dengan lembaga konservasi yang dibentuk untuk kegiatan penangkaran di luar habitatnya, jadi ditetapkan hanya betul-betul kegiatan penangkaran dengan mempertahankan kemurnian, keasliannya, dan kondisi natural.  

       
Namun demikian undang-undang 5 tahun 1990 juga mengatur pemanfaatan untuk satwa yang tidak dilindungi, kalau pengawetan yang dilindungi pemanfaatan, yang tidak dilindungi antara lain yakni untuk perdagangan untuk perburuan untuk peragaan untuk pemeliharaan tapi ( sekali lagi yang tidak dilindungi ) 

Lalu bagaimana dengan satwa-satwa yang sifatnya buas...?!
Undang-undang no 5 tahun 1990 membatasi bahwa pemasukan satwa liar dari luar negeri ke Indonesia, hanya untuk kepentingan tertentu untuk penyelamatan satwa tapi bukan untuk diperdagangkan.  Karena kita menghindari pencemaran genetik.

Bagi masyarakat yang melakukan pemeliharaan untuk kesenangan, ini harus benar-benar diwaspadai karena satwa satwa yang dilindungi itu tidak untuk pemeliharaan tapi justru untuk menyiapkan mereka kembali di alam liar, karena satwa yang ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi, berarti di alam sudah langka atau bahkan jarang kita temui, oleh karena itu perlu adanya kegiatan konservasi untuk pemeliharaan.

Menurutnya sebagai penangkaran itu bisa dimanfaatkan boleh, namun ada pembatasan untuk jenis-jenis tertentu, satwa dan tumbuhan seperti tumbuhan bunga bangkai, atau badak, harimau, babi rusa kemudian ada spesies primata.

Walaupun hasil penangkaran F1, F2, F3 dan seterusnya tetap tidak boleh untuk dipelihara dan di bisniskan lebih-lebih sifat satwa itu adalah buas karena ini sangat berbahaya.

Yang perlu dievaluasi saat ini adalah

*"Siapa yang memberikan izin....?!Dan kenapa diizinkan....?!"*


Menurutnya lagi, Terkait undang-undang 5 1990 yang akan direvisi oleh komisi IV DPR RI, beliau menceritakan bahwa ia merupakan salah satu anggota Bodrex/ atau anggota yang paling muda saat  undang-undang tahun 1990 dibentuk.

Undang-undang 5 THN 1990 menurutnya  konservasi pertama nasional, sudah bagus dari sisi sistematikanya, meski nanti ada perubahan, ia berharap  perubahan itu nantinya disesuaikan dengan kebutuhan seperti dana konservasi, pengelolaan satwa liar, maupun ketentuan ancaman pidananya, saat ini Kita lemah di implementasi yaitu lemahnya struktur sistem hukum, maka harus ada ancaman pidana yang disesuaikan dalam UU 5 tahun 1990.

 Jika nanti revisi di tahun 2024, harus ada aturan yang tajam terhadap pelanggar, mengingat efek jera terhadap pemidanaan untuk konservasi khususnya efek Jera sangat rendah, membuat orang tidak Jera seperti pada contoh kasus di Taman Nasional ujung kulon terkait Badak Jawa yang diperjual belikan. 

Terakhir ia juga mengatakan, dalam implementasi dari UU
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, sepenuhnya belum
menjawab kebutuhan saat ini. 


Ada tiga materi besar sebagai strategi konservasi    
  1.Perlindungan     Sistem
2. Pemanfaatan
    3.Pengawetan.
Namun yang menarik adalah, keberadaan UU 5 THN 1990 yang sudah 34 tahun, ternyata masih adanya tiga hal yang belum dilaksanakan, yang diperintahkan oleh Undang Undang, sehingga kita Indispliner.


Hal ini didasari dengan tidak adanya peraturan
pelaksana berupa Peraturan Pemerintah
mengenai 3 hal penting yaitu:

1. Perlindungan Sistem Penyangga
        Kehidupan.

2. Peran Serta Masyarakat.

3. Cagar Biosfer

Dirinya berharap, semoga ketiga  aspek penting di atas dapat
menjadi perhatian khusus Pemerintah,
agar dapat menindaklanjuti dalam sebuah peraturan pelaksana dari UU
Nomor 5 Tahun 1990.


Menutup keterangannya Haris Azhar menilai kasus ini menjadi ujian besar bagi komitmen pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia. Masyarakat berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan semua pihak yang terlibat dalam skandal perijinan ilegal penjualan Sawa liar yang dilindungi  ini dapat dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku pungkasnya.

(D.Wahyudi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama