Tatanan Dunia Baru Tanpa Perang. Bisakah?



Tatanan Dunia Baru Tanpa Perang. Bisakah?


Oleh Mas Aria Solehudin, Warga Negara Indonesia (WNI) berKTP

Apakah cara perang masih diperlukan untuk membangun ulang tatanan dunia baru? Atau ada cara lain yang memungkinkan tatanan dunia baru bisa tegak tanpa diawali dengan perang?

Dalam perjalanan sejarah umat manusia, perang merupakan cara untuk menjadi penguasa. Bangsa yang memenangi perang maka bangsa tersebut akan memiliki otoritas untuk menentukan arah dunia.

Pada Perang Dunia 1, Inggris menjadi pemenang perang maka secara defacto Inggris menjadi penguasa dunia yang menentukan seenak dewek peta dunia. Berdirinya Negara Israel dan runtuhnya Turki Ottoman tidak lepas dari peran penting Inggris dalam memainkan pengaruhnya kepada bangsa Arab. 

Bahkan mata uang Poundsterling menjadi mata uang dengan nilai kurs tertinggi.

Begitu pun Amerika Serikat yang menjadi pemenang Perang Dunia ke 2. Perilaku Amerika Serikat tidak jauh berbeda dengan Inggris. Bahkan lebih mencengkram. 

Di era Amerika Serikat ini Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) didirikan. Tujuannya hanya satu agar Bangsa-bangsa Dunia bisa dalam kendalikan mereka sang pemenang perang. Segala keputusan PBB bersifat mengikat. Negara yang tidak patuh atau melawan maka akan menerima resiko serius dari PBB. 

Dalam struktur kekuasaan PBB, ada lima negara yang memiliki hak veto yang duduk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak mampu membatalkan keputusan apapun yang sudah disepakati oleh anggota PBB. 

Ada lima negara yang memiliki hak veto yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Francis. Mengapa hanya kelima negara ini yang memiliki hak veto? Dasarnya apa? Sebuah pertanyaan yang sederhana tapi sulit menemukan jawabannya. 

Bila kita telisik kelima negara tersebut tidak ada yang mewakili Umat Islam dunia. Padahal jumlah umat Islam merupakan umat terbesar ke dua berjumlah 2,02 miliar penganut yang membentuk sekitar 25% populasi dunia.

Seharusnya bila gagasan dibentuknya PBB untuk menjadi payung bagi semua negara bangsa maka seharusnya negara yang menjadi anggota tetap keamanan PBB harus mewakili komunitas agama  masyarakat dunia. Tentu saja sebagai penganut Islam, kita dirugikan oleh struktur kekuasaan PBB. Sebab tidak ada yang bisa membela kepentingan Penganut Islam di Lembaga Dunia tersebut.

Banyak kejadian memilukan yang menimpah Umat Islam Dunia. Hancurnya Baghdad oleh Amerika Serikat, Hancurnya Afganistan oleh Rusia, Hancurnya Bosnia Herzegovina oleh Kroasia dan yang masih terus memperjuangkan nasibnya hingga kini adalah saudara kita di Palestina. Penderitaan Umat Islam tersebut nyaris tidak ada yang keukeuh membela. Selalu kalah di sidang keamanan PBB yang selalu memainkan hak veto untuk mengamankan kepentingannya sendiri.

Bangsa Indonesia yang masih berdiri kokoh memperjuangkan hak Bangsa Palestina dan menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel merupakan bentuk nyata dari sikap tegas terhadap kesewenangan dunia terhadap bangsa Palestina. Dalam hal ini ketidakmampuan PBB membela dan melindungi hak hidup Bangsa Palestina.

Sebagai Bangsa Pemenang Perang yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 seharusnya Bangsa Indonesia berhak duduk dalam struktur kekuasaan Dewan Keamanan PBB. Sekaligus mewakili komunitas Pengikut Islam Dunia. Bukankah Bangsa Indonesia merupakan Bangsa dengan pengikut Umat Islam terbesar di dunia dan memiliki kontribusi pemikiran dan aksi yang besar terhadap dunia. Jadi sangat wajar bila Indonesia berhak duduk sebagai anggota Tetap Dewan Keamanan PBB.

Namun apa mungkin hal itu bisa terjadi?

Kita belum memastikan bisa. Tapi bila ingin benar-benar merubah tatanan dunia baru tanpa perang maka perubahan itu diawali terlebih dahulu di struktur kekuasaan Dewan Keamanan PBB dengan menambah keanggotaan tetap yang mewakili Umat Islam dunia. Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang paling berhak. Sebab Bangsa Indonesia adalah Bangsa Pemenang Perang dunia Ke 1 dan Ke 2.

Kita berharap tatanan baru dunia yang adil bisa terwujud hadir dengan cara damai. Amin.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama