Catatan Memoriam Almarhum Pahlawan M. Saidi



Catatan Memoriam Almarhum Pahlawan M. Saidi

(Sumber : MEMO Walikota Jakarta Selatan yang diberikan copyannya oleh Bung Didi Supriadi Anggota FKDM & Ketua Karang Taruna Kec. Pesanggrahan Kota Adm Jakarta Selatan)

Almarhum Pahlawan M. Saidi dilahirkan di Jakarta sekitar tahun 1925, putra dari alm H. Taing dan gugur pada hari Kamis tanggal 23 bulan Agustus tahun 1945 pukul 11.00 WIB.

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Hamdanih
Umur : 63 tahun
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Tani
Alamat : Kampung Sawah RT. 001/006 Kel. Petukangan Selatan
      Kec. Kebayoran Lama, Kota Adm Jakarta Selatan.

Dengan ini, sesungguhnya selaku putera tertua dari alm H. Taing yang mewakili dan atas nama ahli waris alm M. Saidi bin H. Taing menyerahkan dengan tulus dan ikhlas berupa 1 (satu) helai Bendera RI/Sangsaka Merah Putih, pusaka dari alm M. Saidi bin H. Taing yang telah dipergunakan oleh almarhum pada waktu Perang Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 diwilayah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, kepada : Pemerintah Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh : Lurah Petukangan Selatan, Bapak H.A Salam untuk disimpan dan dirawat sebaik-baiknya sebagai salah satu bukti sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Demikian surat penyerahan ini diperbuat dengan sesungguhnya tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak lain. Dan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan keperluannya.

Jakarta, 17 Agustus 1983

Yang menerima :  Yang menyerahkan :

H.A SALAM HAMDANIH
Lurah Petukangan Selatan Ahli Waris Alm M. Saidi

Saksi-saksi :

1. Ketua RW. 06 Petukangan Selatan  : M. Jachya
2. Ketua RT. 001/006 Petukangan Selatan : Djayanih








PENDAHULUAN

M. Saidi seorang pemuda kelahiran Kampung Sawah Petukangan Selatan kira-kira pada tahun 1925. Salah satu putera Bapak H. Taing almarhum. Adapun saudara-saudaranya yang sampai saat ini masih ada diantaranya adalah Idris, Hamdani, Yahya, Indun, Zaenab, H. Munani, Munaroh, Muntamah. Sedangkan yang lainnya sudah meninggal dunia. M. Saidi mengenyam pendidikan Volk School sampai kelas tiga, yakni dari tahun 1936-1939 yang gedung sekolahnya berlokasi di Gedung SD Petukangan Selatan (dekat Pos Polisi) yang sekarang.

SEKITAR RIWAYAT PERJOANGAN

Kejadian pada saat itu adalah saat-saat setelah di proklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Pada waktu itu, Belanda dengan kedok NICA nya ingin berusaha merebut/menduduki kembali wilayah nusantara ini, termasuk Jakarta. Pos pertahanan utama Belanda pada saat itu berlokasi di wilayah Grogol, Jakarta Barat. Sedangkan pos pertahanan para pejoang kita di Asrama Polisi Kebayoran Lama yang sekarang ini (Jalan Kramat, dekat rel Kereta Api bersebelahan dengan Gedung SMA 29 Kebayoran Lama).






Pada jaman penjajahan Jepang, M. Saidi telah ikut aktif memanggul senjata bersama-sama dengan pemuda sebayanya dari wilayah Kebayoran Lama, Petukangan Selatan khususnya dan bahkan M. Saidi menjadi anggota PETA. Setelah kemerdekaan, PETA yang pada saat itu bermarkas di daerah Jaga Monyet Harmoni dibubarkan, kepada para anggotanya diwajibkan untuk menjaga keamanan didaerahnya masing-masing, termasuk M. Saidi pun kembali ke kampungnya Kampung Sawah, Petukangan Selatan.

Baru beberapa hari tinggal dikampungnya, M. Saidi dipanggil bersama kawan-kawannya oleh komandannya waktu itu Bapak Sambas Atmadinata untuk kembali bergabung kepada pasukan guna mempertahankan kemerdekaan.

PERISTIWA 23 AGUSTUS 1945

 M. Saidi bersama kawan-kawannya termasuk Bapak Mansyur yang saat ini menjadi Ketua RW. 03 Cipulir ditugaskan untuk menghadang konvoi Belanda yang dating dari Grogol lewat Palmerah menuju pos pertahanan pejoang di Asrama Polisi yang sekarang. Hari Kamis, 23 Agustus 1945 sekitar pukul 11.00 WIB seperti sekarang ini dan pada saat M. Saidi dan kawan-kawannya akan menikmati makan siang, tiba-tiba terdengar tembakan berkali-kali. Ternya tembakan tersebut berasal dari senjata Belanda yang sedang bergerak kea rah pertahanan para pejoang.

 Segera M. Saidi dan kawan-kawannya berhamburan mencari posisi yang strategis untuk menghalang-halangi gerak konvoi Belanda. Dengan kekuatan 3 buah senjata LE dan 2 senjata panjang, tetapi persediaan peluru sangat minim dan mereka berusaha menghadang Belanda. Mereka bersembunyi di tempat yang saat ini untuk bengkel motor ARJUNA. Begitu Belanda datang tampaklah oleh mereka 4 truk Belanda serta 1 buah sepeda motor.

 Dengan serentak, Basri salah seorang teman M. Saidi yang bersembunyi dari tempat sampah menembak si pengendara motor yang waktu itu sudah turun dari motornya, tembakan tepat mengenai dadanya dan Belandanya pun tewas. 
Malang bagi M. Saidi karena pada waktu beliau melempar granat untuk menghancurkan truk Belanda, granat meledak tidak begitu jauh dari tempat beliau melempar dan pecahan granatpun menewaskannya bersama dengan terbunuhnya 3 orang prajurit Belanda.






M. Saidi gugur ditengah-tengah pergolakan mempertahankan proklamasi kemerdekaan. Akhirnya pasukan Belanda pun kembali ke markasnya di Grogol. M. Saidi terkulai di selokan dan bahwan Belanda sempat menyiksa tubuh M. Saidi yang telah menjadi mayat tersebut. Setelah psukan Belanda meninggalkan daerah Kebayoran Lama dengan menelan kegagalan, mayat M. Saidi oleh kawan-kawannya ditutupi bendera merah putih (yang sampai saat ini masih ada) untuk selanjutnya disemayamkan untuk selama-lamanya di tempat ini.

CATATAN :

1. M. Saidi selain jadi anggota PETA, juga aktif sebagai anggota TKR dan BKR, di PETA M. Saidi aktif sebagai petugas kesehatan.

2. Saat ini ibu kandung M. Saidi masih ada, tetapi dalam keadaan kurang sehat.

Demikianlah riwayat singkat perjoangan M. Saidi yang berhasil disusun oleh panitia HUT RI dan HUT Jakarta 1983 berdasarkan wawancara dengan pihak keluarganya dan wawancara dengan salah seorang temannya yakni Bapak Mansyur yang saat ini menjadi Ketua RW. 05 Kel. Cipulir.

Riwayat singkat ini sengaja kami sajikan kepada masyarakat, khususnya generasi muda agar diketahui serta dapat diambil sari pati inti perjoangan M. Saidi.

Jakarta, 17 Agustus 1983

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama