Mengapa Amerika Responnya lelet, Tidak Seperti Tiongkok dan Jepang. Ada apa?
Oleh Tubagus Solehudin, Ketua Klub Study Islam dan Politik (KSIP)
Presiden Terpilih Haji Prabowo Subianto tidak begitu mendapat respon yang cepat dari Amerika Serikat. Tidak seperti Tiongkok dan Jepang yang sangat cepat memberikan respon dengan mengundang langsung berkunjung ke kedua negara tersebut.
Padahal Amerika Serikat merupakan sekutu terdekat Indonesia. Dan Prabowo Subianto merupakan bagian dari sejarah Orde Baru yang sangat pro barat dalam segala hal kebijakan politik ekonominya.
Sudah menjadi rahasia umum, Amerika Serikat merupakan negara penyokong utama rezim Orba yang di Pimpin oleh Presiden Soeharto hingga berakhirnya rezim oleh gerakan rakyat yang berintikan Gerakan Mahasiswa '98. Soeharto tumbang, Amerika pun linglung. Meskipun di rezim selanjutnya masih berusaha kuat untuk menancapkan pengaruhnya. Tapi nyaris pudar pengaruh Amerika di era Rezim Jokowi.
Kita semua sudah tahu, kerjasama bilateral Indonesia dan Tiongkok di era Pemerintahan Jokowi sudah terlihat dengan mencolok. Proyek besar tidak lepas dari sentuhan Tiongkok. Kereta Cepat Jakarta Bandung salah satu bukti Tiongkok mampu meyakinkan Rezim Jokowi agar bisa memberikan Proyek tersebut kepada Tiongkok dan Tiongkok berhasil membuktikannya kepada publik Indonesia.
Sementara Jepang yang sudah lama bercokol di Indonesia, nyaris tidak berdaya. Meskipun secara merk dagang terutama di bidang otomotif Jepang masih memimpin pasar. Tapi penulis tidak yakin, Jepang akan mampu bertahan begitu lama lagi. Sebab bila Tiongkok dengan telaten dan tekun membangun pasar otomotif di Indonesia kemungkinan besar Jepang akan terdepak.
Itu artinya Jepang tidak bisa hanya mengandalkan branded merk saja atau kedekatan dengan pejabat masa lalu. Tapi Jepang harus bisa bersaing dengan Tiongkok yang sedang merebut pasar otomotif Indonesia.
Persaingan kedua negara ini menarik untuk kita simak dengan cermat. Sebab akan berpengaruh kepada kita sebagai pasar otomotif mereka. Meskipun kita sebagai tuan rumah bebas memilih produk mana yang kita akan beli. Tapi efek dari persaingan dagang ini akan berlanjut pada tingkat dunia.
Jepang yang bersekutu dengan Amerika tentu saja tidak akan tinggal diam. Sebab kue-nya di Indonesia sudah mulai diganggu oleh Tiongkok. Ujung-ujungnya akan terjadi konflik kepentingan kedua negara tersebut.
Indonesia harus mensikapi ini dengan matang. Minimal sudah mengantisipasi segala kemungkinan dari persaingan dagang di tingkat lokal antara Jepang dan Tiongkok. Sehingga Indonesia tidak akan dirugikan karena persaingan dagang tersebut.
Kita semua tahu, politik dagang Amerika itu akan membalas bila kalah bersaing dengan segala macam isyu yang tidak relevan. Semisal isyu HAM, Demokrasi dan lain sebagainya. Bila Isyu ini juga tidak bergeming biasanya pake gaya HitMan. Sehingga petinggi negara tersebut goyah dan tunduk pada kemauan Amerika.
"Keculasan" Amerika ini sudah terlihat dengan jelas bila kita cermati respon Amerika terhadap hasil Pilpres yang dimenangi oleh Haji Prabowo Subianto.
Respon lelet Amerika terhadap kemenangan Prabowo Subianto menjadi tanda tanya besar bagi kita rakyat Indonesia. Padahal Haji Prabowo Subianto merupakan anak menantu Presiden Soeharto yang merupakan sekutu terdekat dekat Amerika. Bila kita membaca sejarah ini, seharusnya Amerika harus lebih cepat merespon daripada Tiongkok dan Jepang. Tapi ya sudahlah Amerika mungkin punya pertimbangan lain. Atau masih berharap keajaiban sidang MK.
Menurut penulis, mungkin saja Amerika masih gamang sebab Haji Prabowo Subianto sudah menegaskan akan melanjutkan Kebijakan Presiden Jokowi. Itu artinya Haji Prabowo Subianto akan terus memperkuat hubungan bilateral dengan Tiongkok. Dan kemudian Amerika kehilangan kata-kata untuk sekedar mengucapkan Selamat kepada Haji Prabowo Subianto apalagi langsung mengundang ke gedung putih Washington DC seperti yang dilakukan Tiongkok.
Posting Komentar