Politik Dinasti dalam Bingkai Demokrasi Kita : Sebuah Eksperimen Politik Pak Jokowi?
Tangerang,Anekafakta.com
Oleh Tubagus Solehudin, Ketua Klub Study Islam dan Politik (KSIP)
Maaf dalam tulisan saya ini agak berbeda pandangan terhadap Isyu politik dinasti yang sekarang disematkan kepada Jokowi dan Keluarganya.
Menurut saya, apa yang sekarang kita lihat terhadap Presiden Jokowi dan keluarganya bukan merupakan bentuk "politik dinasti". Sebab semuanya melalui proses demokrasi.
Dalam demokrasi kita sangat simpel. Suka kita pilih, engga suka ya sudah. Sesimple itu. Namun bila rakyat menghendaki ya kita juga kudu nerima fakta. Karena itu merupakan konsekuensi dari demokrasi yang kita sepakati untuk menentukan pemimpin bangsa kita.
Sudah menjadi rahasia umum, putera Jokowi Gibran Rakabuming Raka menjadi walikota Solo dan kemungkinan besar sebentar lagi akan dilantik menjadi wakil presiden. Sedangkan anak menantu beliau Bobby Nasution menjadi walikota Medan kemungkinan besar akan maju Pilgub Sumut.
Saya yakin, munculnya putera menantu Pak Jokowi dalam pentas politik nasional bukanlah perkara mudah. Meskipun secara mata awam melihat, itu semua tidak lepas dari peran kunci Pak Jokowi sebagai Presiden.
Namun kita juga harus objektif memandang, tanpa kerja keras pak Jokowi ketika menjabat sebagai Presiden sangat mustahil rakyat akan memberikan kepercayaannya kepada anak menantu Pak Jokowi. Bahwa apa yang sudah dikerjakan pak Jokowi selama menjadi Presiden bisa saja dilihat positif oleh rakyat kebanyakan. Sehingga kemudian sangat mudah bagi anak menantu beliau meng-endorse nama besar Pak Jokowi.
Dan hal itu sangat lumrah. Sangat wajar. Sekelas Pak Prabowo saja untuk meyakinkan rakyat harus terus menerus meng-endorse nama besar Pak Jokowi. Hasilnya sudah bisa kita lihat bersama. Bahkan elite politik PDIP saja secara diam-diam banyak yang bersikap seperti "kancil pilek" ketika harus mensikapi Gibran Rakabuming Raka.
Jadi tidak ada yang salah. Kita melihat lumrah saja. Bahkan ada adagium dalam politik kita. Semua cara halal digunakan. Yang haram itu kalau kalah. Sepertinya siapa yang lebih paham lapangan politik dia akan benar-benar menguasai permainan.
Kalau sekarang yang terjadi, ya gitu-gitu aja. Sudah kejadian baru teriak kecurangan. Melempar tuduhan politik dinasti dst.
Padahal apa yang sekarang terjadi bisa jadi akan membuka peluang politik buat Gen Z lebih terbuka kesempatan untuk ikut kontestasi politik di masa depan.
Jadi tuduhan politik dinasti sepertinya tidak tepat ditujukan kepada Pak Jokowi. Pasalnya, ya karena beliau mengikuti semua prosedur demokrasi. Akan sangat berbeda ketika prosesnya melalui penunjukan langsung. Maka dititik ini saya berharap Pak Jokowi menolak RUU DKJ Jakarta yang gubernurnya ditunjuk oleh Presiden. Biarkan saja demokrasi rakyat yang menentukan siapa gubernur. Sehingga tuduhan politik dinasti dengan segala Hoaksnya mati secara perlahan-lahan.
Diakhir tulisan saya ini, saya ingin menegaskan bahwa apa yang sekarang terjadi di jagat politik bangsa kita adalah sebuah proses demokrasi biasa. Gibran Rakabuming Raka terpilih menjadi Wapres karena melalui proses demokrasi dan bisa jadi karena memang garis tangannya sudah kesitu. Terus kita mau apa. Marah-marah? Kan enggak.
Atau bisa saja ini merupakan eksperimen politik Pak Jokowi yang cemerlang untuk masa depan Bangsa Indonesia. Siapa tahu? Siapa takut? Kita akan lihat hasilnya 10 tahun yang akan datang. Sabar saja.
Posting Komentar