Kita Memang Orang Miskin,Tapi Kita Bisa Memenangkan AMIN



Kita Memang Orang Miskin,Tapi Kita Bisa Memenangkan AMIN

Oleh Tubagus Solehudin, Ketua Study Islam dan Politik (KSIP)

Dikampnye Akbar AMIN di JIS, saya memilih berada di luar gedung. Melihat suasana dan mengajak ngobrol massa yang datang begitu bejibun. Buat melangkah saja saya harus bersabar. Panas haus lelah dan ancaman maut begitu nyata. Pasalnya, saya harus melewati rel kereta commuter line untuk menuju JIS. Disaat sedang berjuang untuk bisa masuk ke area JIS datanglah kereta commuter line yang melewati massa AMIN yang berada di tengah-tengah rel. Anda bisa bayangkan betapa tegangnya kami saat itu.

Untungnya, sang masinis menjalankan commuter Line dengan sangat pelan dan petugas KAI dibantu para relawan sangat sigap untuk mengatur massa sehingga semuanya berjalan dengan aman.

Saya tidak habis pikir juga, acara Segede itu yang melibatkan massa jutaan tidak ada panduan teknis dari panitia agar massa bisa tertib dan teratur dalam barisan yang kokoh menuju JIS.

Saya melihat panitia tidak memikirkan keselamatan massa yang datang dari berbagai arah menuju JIS. Sepertinya panitia hanya fokus pada desain acara yang menjadi titik pandang semua pihak. Tapi abai dalam keselamatan para relawan yang datang dengan semangat pantang menyerah.

Saya yang berangkat dan pulang dengan menggunakan moda commuter line yang harus transit di beberapa stasiun sebelum sampai ke ancol harus berpacu dengan waktu agar bisa datang tepat pada waktunya. Konyolnya, di stasiun kampung Bandan commuter line datang terlambat. Padahal tidak seperti biasanya. Sampai massa mulai terlihat emosi.

Ada ibu-ibu yang bercerita kepada saya betapa petugas KAI tidak empati banget kepada massa AMIN. Dalam kondisi massa yang melimpah ruah seharusnya ada kebijakan yang diambil dengan cepat agar massa tidak menumpuk di stasiun  karena antrian yang panjang hanya sebab harus "mengngetep".  Anda bisa bayangkan bila satu orang 1 menit saja menghabiskan "ngetep" untuk bisa keluar stasiun berapa jam yang harus dihabiskan untuk ngantri di stasiun dan berapa panjang antrian massa yang harus mengular.

Hal seperti ini semestinya oleh panitia kampanye Akbar AMIN sudah selesai dinegosiasikan dengan pihak terkait. Agar hal teknis tidak menjadi penghambat serius bagi kemenangan AMIN. Kita tahu semua, basis massa AMIN adalah orang-orang "miskin", orang-orang "kecil" namun memiliki semangat juang pantang mundur sebelum menang. Tapi harus juga diperhatikan secara detail panduan jalan massa menuju JIS yang menjadi sumber energi semangat perubahan tersebut.

Bukankah kita semua paham kata bijak yang mengatakan, *kedhzoliman yang termenej dengan apik bisa menghancurleburkan kebenaran yang tidak termenej dengan baik*.

Kita masih punya waktu 3 hari lagi. Agar semua "kelalaian" tersebut bisa dibilas dengan cepat. Sehingga energi militansi massa rakyat bisa bertahan dan bergerak di hari pencoblosan dengan optimal dan maksimal memenangkan AMIN.

Diakhir tulisan ini saya mengutip ucapan Relawan yang saya ajak ngobrol mengapa pilih bersama AMIN. Dengan lugas dia mengatakan, "kami bukan orang kaya, tapi kami punya idealisme Perjuangan. Insyaallah idealisme Perjuangan ini bisa memenangkan AMIN". Saya pun mengAMINkan beliau.

Dihari tenang ini, sebagai relawan AMIN, mari kita manfaatkan waktu untuk panjatkan doa pamungkas sebagai bentuk penyempurnaan ikhtiar bumi kita memenangkan AMIN pada tanggal 14 Februari 2024.  Karena Sekaranglah waktunya Perubahan. AMIN.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama