Talkshow Rebana Di Tanah Betawi Menutup Tahun 2023 Menuju Tahun 2024 Gemilang
Anekafakta.com,Jakarta
"Saya berharap kepada generasi muda yang memang bercita-cita akan mengabdikan diri kepada seni budaya sekarang ini momentumnya," ungkap H. Tahjudin Adityas selaku Tokoh Budaya Betawi disela kata sambutannya dalam kegiatan "Refleksi Akhir Tahun 2023 – Menuju 2024 Gemilang" dengan tema "Mengenal Jejak Rebana Di Tanah Betawi" pada Sabtu, 30 Desember 2023 di Sasana Krida Karang Taruna Kel. Petukangan Selatan Jalan Kemajuan Raya No. 27 A Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Turut hadir Abdul Aziz seniman sekaligus narasumber, M. Rido perwakilan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan sebagai moderator, Markasani anak kandung bungsu alm Ki Dehir selaku narasumber, Dasik Aripin pelaku rebana Betawi saksi sejarah, M. Soleh anak kandung alm H. Hasbullah, Rik A Sakri sutradara Teater, Nasir Mupid pelaku Topeng Blantek, Baher seniman Lenong, Cing Radit & Agus Salim pelaku seni Palang Pintu, Ust. Muhajir Dosen Unindra, Ust. Suryadi Kepsek MTS Annajah Petukangan, Didi Supriadi Ketua Karang Taruna Kec. Pesanggrahan, Syubhan FKDM Petukangan Utara, Sri Ayu penari tradisi, Buchori & M. Hafiz pelaku seni rebana, dan generasi muda pecinta rebana Betawi.
Menurutnya bahwa kota Jakarta itu sangat berpeluang ke depan dalam pengembangan seni budaya karena besok dalam hitungan jam Jakarta bukan lagi menjadi ibukota selesai sudah, semua akan pindah ke IKN. Oleh karena itu, secara otomatis pendapatan daerah yang disebut APBD akan berkurang.
"Disitulah peran para pelaku seni budaya untuk mengasah skill dan keahliannya masing-masing dalam pengembangan seni budaya Betawi yang dinamis, agar dapat menjadi center point kunjungan wisata budaya para turis ke kota Jakarta," tuturnya.
Senada dengan itu, Abdul Aziz seniman sekaligus narasumber menjelaskan bahwa sangat pentingnya pengetahuan sejarah seni budaya Betawi, khususnya rebana di tanah Betawi ini. Apalagi sebagai generasi muda harus mengetahui jejak-jejak khazanah budaya Betawi.
"Seperti dalam kesempatan ini kita bersama membahas jejak rebana di tanah Betawi hasil dari penelusuran kami selama dua tahun. Dimana rebana pertama kali dibawa oleh Pak Tua Kumis bin Kandang atau Syeikh Zainal bin Nasir al Bantani dimakamkan di Bintaro, kemudian H. Godjalih (Rebana Gedigdug Petukangan), H. Damong (Rebana Biang Ciganjur), Ki Dehir (Rebana Gedug Pondok Pinang)," jelasnya.
Dikesempatan yang sama, Markasani salah satu anak kandung bungsu Ki Dehir mengaku sangat terharu dengan kegiatan ini yang membahas jejak rebana di tanah Betawi. Mengingat bahwa alm orang tua saya memang seumur hidupnya bermain rebana keliling sejak jaman dulu. Walaupun sejak kecil alm orang tua saya matanya buta, tetapi beliau sangat piawai dalam menabuh rebana.
"Memang alm orang tua saya dalam menabuh rebana berlatih secara otodidak dan tidak berguru. Dimulai dengan gegendingan/ngamen sendirian, hingga paman beliau menyarankan untuk mengajak temannya bermain rebana sampai membentuk sebuah grup yang laris dipanggil pentas hajatan di seputaran Jabodetabek dekade 1950 - 1970," tegasnya.
Disamping itu, Dasik Aripin salah satu saksi sejarah mengatakan bahwa jaman dulu semua orang kenal dengan pentas rebana yang dimainkan menggunakan panggung tingginya 3 meter, menabuh rebana diselingi sholawat dan pantun saling bersahut-sahutan serta bermacam buah-buahan yang tergantung diatas panggung. Pentas rebana itu, dulu sering disebut rebana gedigdug atau rebana berantem.
"Dulu tokoh-tokohnya yang menonjol adalah H. Godjalih, Pak Item dan Ki Dehir yang sangat terkenal dengan kepiawaiannya menabuh rebana dengan menggunakan kaki," tandasnya.
Selanjutnya M. Rido selaku perwakilan Sudin Kebudayaan Jakarta Selatan sekaligus moderator menambahkan bahwa diskusi atau dialog seperti ini perlu diperbanyak supaya publik mengetahui sejarah ringkas berbagai jenis kesenian termasuk yang hampir punah seperti Rebana Gedigdug, Rebana Biang, Rebana Hadroh dan Rebana Ketimpring misalnya. Setelah tahu itu kan, nanti ada proses bagaimana upaya kita dalam pelindungan kebudayaan. Dalam hal ini beberapa rebana sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Nah, jangan sampai kesenian kita hanya sebatas pencatatan WBTb saja, lalu setelahnya tidak ada upaya apa-apa, itukan jadi masalah.
"Perlu adanya revitalisasi dan pembinaan berkelanjutan supaya seni budaya tidak punah. Karena kalau seni budaya punah, moral manusia luluh lantah," imbuhnya.
Kegiatan "Refleksi Akhir Tahun 2023 – Menuju 2024 Gemilang" dengan tema "Mengenal Jejak Rebana Di Tanah Betawi" ini ditutup dengan hiburan atraksi rebana biang, tari blenggo, rebana gedigdug, manaqib/hikayat, sastra betawi dan ramah-tamah makan bersama serta ditutup doa.
Azis/Red
Posting Komentar