Direktur "Bodong" Muluskan Jual Beli Lahan Puskud Sulut



Direktur "Bodong" Muluskan Jual Beli Lahan Puskud Sulut

Catatan : Arthur Mumu

Hingar-bingar status lahan Kantor Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) yang beralamatkan di Jalan Sam Ratulangi, Kecamatan Wanea, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, perlahan-lahan mulai terkuak ke permukaan.

Bagaimana tidak, bangunan yang boleh dikatakan megah pada eranya, kini terancam dihilangkan seiring terjadinya transaksi jual beli yang diduga melibatkan sejumlah aktor dan pejabat daerah.

Imbasnya, tanah dan bangunan tersebut dipastikan tinggal nama, jika status lahan itu benar-benar telah dialihkan kepemilikannya ke tangan-tangan orang serakah dan notabene tidak bertanggung jawab.

Informasi terakhir menyebutkan, cikal-bakal beralihnya status tanah dan bangunan itu ke pihak lain lantaran masuknya 'srikandi' dan kemudian melakukan manuver dengan menggandeng sembilan pengurus Puskud.

Tak hanya itu, oknum srikandi yang pernah mencalonkan diri pada pemilihan walikota manado, juga dikabarkan telah memboyong para pengurus Puskud Sulut ke Jakarta untuk melakukan pengecekan salah satu aset Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) untuk dijadikan sita jaminan dalam perkara perdata.

Kejadian tersebut berawal manakala para pengurus sah Puskud Sulut mencari penyandang dana untuk mendanai keberangkatan mereka ke Jakarta, dengan alasan masih adanya sejumlah dana penyertaan Koperasi Unit Desa (KUD) se-Sulawesi Utara (Sulut) yang tertahan dan untuk mengembalikan dana penyertaan modal cengkeh.

"Maksud kami mencari penyandang dana untuk menggugat penyertaan modal cengkeh senilai Rp 90 miliar lebih, yang mana sampai saat ini belum dikembalikan ke Puskud (KUD-KUD) di Sulut. Kami akhirnya bertemu srikandi tersebut. Setelah kami menjelaskan masalahnya, srikandi pun menyetujuinya," kata seorang pengurus Puskud, yang meminta namanya dirahasiakan.

Demi memuluskan rencana tersebut, srikandi ini menyiapkan salah satu tempat di Hotel Haris Kepala Gading Jakarta, dengan tujuan untuk melakukan pertemuan membicarakan kesediaan dirinya sebagai penyandang dana, sekaligus menawarkan dirinya menjadi Direktur Utama (Dirut) Puskud Sulut.

Entah bagaimana hasil pembicaraannya, ke sembilan pengurus akhirnya bersedia memenuhi permintaan srikandi tersebut. Untuk melegitimasinya, kesepakatan akhirnya dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Dirut. 

Kemudian, sekitar pukul 4 sore, kala itu kuasa hukumnya srikandii datang ke Hotel Haris Jakarta. Selain menyampaikan draf perjanjian kesepakatan dirinya menjadi penyandang dana, kuasa hukum itu juga meminta jaminan aset Puskud Sulut berupa tanah dan bangunan, tepatnya di Jalan Sam Ratulangi.

Untuk menjadikan srikadi sebagai penyandang dana ok-ok saja, tapi kalau dipaksakan mengangkat direktur utama "bodong" kemudian menyerahkan lahan dan bangunan Puskud Sulut sebagai jaminan kepada srikandi tanpa melalui mekanisme, itu namanya melanggar hukum dan bisa berujung ke penjara.

Belakamgan diketahui kalau permohonan srikandi bersama kuasa hukumnya, tidak dapat dipenuhi oleh sembilan pengurus dengan alasan, tidak ada mandat atau keputusan rapat anggota Puskud Sulut mengizinkan Aset Puskud sebagai jaminan.

"Kalau kami menyetujui memberikan Aset Puskud itu sebagai jaminan, kami bisa masuk penjara. Masalahnya, Aset Puskud memiliki 243 anggota dan aset itu bukanlah milik pengurus, karena tugas dan fungsi pengurus hanya sebatas sebagai pengelola organisasi," ungkap sumber resmi, kepada anelafakta.com, baru-baru ini.

Menurut sumber, Undang-Undang (UU) Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian pada pasal 17, bunyinya: Pemilik dan pengguna jasa koperasi adalah anggota koperasi.

Atas dasar itulah seluruh pengurus dan anggota Puskud Sulut, meminta kepolisian segera melanjutkan perkara 504 yang sudah masuk tahap penyidikan dan telah diterbitkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), telah dikirim ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut.

Dikatakan sumber, secara hukum, tidak ada alasan perkara tersebut ditangguhkan dengan alasan sengketa pengurus. Karena sesungguhnya, ketentuan perundang-undangan koperasi, aset bahkan organisasi adalah milik seluruh anggota.

"Sedangkan, alasan sengketa kepengurusan bukanlah sengketa kepemilikan karena sengketa kepengurusan, untuk menentukan hak sebagai pengelola, bukan hak kepemilikan," ungkap sumber. 

Jika mencermati peralihan kepemilikan dan pembongkaran aset tersebut, apakah salah jika kemudian dipertamyakan oleh kalangan anggota koperasi? Pertanyaan selanjutnya, apakah peralihan status lahan tersebut telah melalui mekanisme yang benar dan sesuai perundang-undangan?

Sementara, pernyataan lainnya mempertanyakan peran srikandi yang tidak hanya "mengobok-obok" manajemen Puskud sulut, tapi diduga memainkan kepiawaiannya memindahkan atau mengalihkan lahan tersebut ke pihak lain.

Tak hanya itu, karena srikandi ini konon telah bertemu dengan beberapa oknum pejabat daerah untuk memuluskan akal liciknya dan kemudian mempengaruhi pikiran mereka mengambil alih aset Puskud tersebut.

Kalau demikian, ada apa sebenarnya hubungan antara srikandi ini dengan si pejabat-pejabat itu? Jawabannya hanya satu, adalah menuntaskan persoalan itu hingga ke lembaga peradilan.

Arthur Mumu/Red

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama