PTPN II (Persero) Segera Lakukan Pembersihan Lahan Di Sampali Dan Helvetia
Anekafakta.com,Medan
PTPN II (Persero) akan segera melakukan pembersihan lahan di Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan dan Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kepala Bagian Hukum PTPN II, Ganda Wiatmaja, Kamis (23/11) menegaskan, pihaknya tetap akan melakukan pembersihan lahan milik perusahaan negara tersebut.
Ganda juga membantah klaim bahwa tanah berstatus HGU milik PTPN II itu merupakan tanah adat.
"Perlu kami tegaskan tidak ada tanah adat di lahan milik PTPN II di sekitar Kawasan Medan Binjai dan Deli Serdang, " katanyakatanya kepada awak media, Jumat (24/11/2023).
Menurutnya, salah besar jika dikatakan ada tanah adat. Karena jelas dalam aturan bahwa tanah adat adalah tanah yang dimanfaatkan secara turun temurun dan digunakan untuk kehidupan masyarakat.
"Misalnya lahan PTPN II di Kebun Sampali itu, mana ada itu tanah adat. Karena selama ini kelompok yang berada disana juga tidak diakui sebagai masyarakat adat," ujar Ganda.
Dia pun menjelaskan jika ada klaim bahwa Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) mewakili masyarakat adat, sungguh merupakan kekeliruan.
Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang menghidupkan kehidupan adat dan ditetapkan melalui peraturan daerah.
"BPRPI itu jelas bukan masyarakat adat. Hal ini karena selama ini mereka tidak menunjukkan identitas adat. Jadi tidak pas kalau mereka disebut masyarakat adat," tandas Ganda.
Di tempat terpisah, Ketua Tim Lapangan Kantor Hukum SBP & Partners Medan Ari SH menjelaskan, selama ini pihaknya tetap melakukan langkah langkah pendekatan persuasif dan humanis kepada para penggarap.
"Kita tetap mempertimbangkan nilai nilai kemanusiaan bagi masyarakat di RT 01 dan RT 02 dusun IX Desa Sampali dan di Pasar 4 Desa Helvetia. Mereka semua masih saudara saudara kita yang baik dan telah memahami bahwa lahan yang dikuasai dan diusahainya di Desa Sampali masih berstatus HGU nomor 152 PTPN II. Bukti bukti autentiknya pun sudah pernah saya tunjukan dilokasi dan ada juga warga yang konfirmasi datang langsung ke Kantor Hukum SBP And Partners di Medan," terangnya.
Kepada pengurus BPRPI maupun paguyuban penggarap sebaiknya tidak melakukan tindakan provokatif, menebarkan hoax atas keputusan Makamah Agung RI Nomor 1734K/Pdt/2001 kepada masyarakat penggarap agar tidak bingung tapi berikanlah penyadaran kepada masyarakat penggarap. Kami sudah mempelajari dan memahami betul keputusan majelis hakim mulai dari PN. Lubuk Pakam, PT Sumut terakhir keputusan Makamah Agung RI Nomor 1734 K/Pdt/2001 yang amar putusannya hanya: "Mengganti rugi tanaman kepada penggarap bukan mengganti rugi lahan garapannya," terang Ari.SH kepada awak media.
Begitu pula dengan warga di Pasar 4 Desa Helvetia, mereka pun sudah memahami bahwa lahan digarapnya itu masih berstatus HGU nomor 111.
" Sertifikat HGU nomor 111 ini asli tidak palsu. Pernah kok warga menggugat ke PTUN bahkan sudah diputus dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) oleh Makamah Agung RI nomor 168 tahun 2021 tanggal 14 April 2021. Gugatan ke 168 orang warga Helvetia tersebut tidak diterima alias ditolak, " tambah Ari SH.
Disebutkan, Kantor hukum SBP And Partners Medan memanusiawikan warga dengan baik, memberikan program tali asih terhadap bangunan dan tanaman. Setelah dibayarkan tali asihnya, bangunannya diserahkan balik kepada masyarakat untuk dibongkar sendiri mengambil material bangunan yang masih bisa digunakannya.
"Begitu juga dengan tanaman seperti jagung atau ubi yang sudah dibayar tali asihnya, tetap dikembalikan lagi kepada masyarakat dengan diberikan waktu untuk mereka panen dan hasil panennya ya buat mereka sendiri, kami hanya meminta masyarakat menyerahkan lahan garapannya saja tidak lebih dari itu," jelas Ari,SH.
Karena itu, pihaknya sangat mengapresiasi masyarakat penggarap yang telah menerima tali asih secara sukarela dengan kesadarannya hadir langsung ke kantor hukum SBP & Partners di Medan.
" Para penerima tali asih ada yang kami kawal ke bank bagi yang merasa khawatir. Besaran tali asih tidak disamaratakan namun didasarkan dari kondisi bangunannya, sehingga masing-masing penerima besaran tali ya berbeda-beda. Pokoknya kami layani masyarakat dengan sebaik baiknya. Bahkan kini masyarakat sudah berbondong bondong minta rumahnya di survey dalam rangka mendapatkan tali asih. Ini membuktikan masyarakat penggarap sudah pada sadar dan tidak takut terhadap praktek-praktek intimidasi maupun provokasi dari pihak-pihak tertentu yang sudah kami kantongi identitasnya," ucapnya.
Kalaulah mereka bener-bener sebagai masyarakat penggarap, tentu haruslah mempodami peta identifikasi areal hgu ptpn2 berdasarkan Surat Keputusan, yakni SK. KA. BPN NO. 42/HGU/BPN/ 2002, SK. KA. BPN NO. 43/HGU/BPN/2002, SK. KA. BPN. NO. 44/BPN/2002 & SK. KA. BPN NO. 10/HGU/BPN/2004. Di Surat Keputusan-Keputusan sudah jelas diatur, jadi jangan berdasarkan asumsi-asumsi sendiri terlebih menyalahkan pemerintah, tandasnya.
Ari SH menghimbau BPRPI ataupun paguyuban lain, sebaiknya memberikan penyadaran bagi masyarakat dan bukan malah sebaliknya yakni memprovokasi yang dapat membuat masyarakat kebingungan.
Hal senada disampaikab pengamat hukum Zakaria Rambe. Ia meminta BPRPI tidak melakukan provokasi masyarakat yang menempati lahan HGU PTPT II tersebut.
"Seharusnya mereka (BPRPI-red) memberikan pemahaman yang jernih kepada masyarakat tentang lahan HGU PTPN II yang mereka garap selama ini, " tuturnya.
Dia melihat fenomena yang seolah olah adanya pemberian informasi yang tidak jernih oleh BPRPI kepada masyarakat.
"Sebagai ormas yang selama ini memberi perhatian pada persoalan agraria, kita salut pada BPRPI. Namun tentunya, tidak juga harus memaksakan seluruh lahan garapan di Kawasan Medan, Binjai dan Deliserdang, seolah-olah dapat dikuasai oleh para penggarap," katanya.
Dia menilai persoalan tanah garapan yang selama ini ditempati warga hampir mencapai titik terang. Pihak PTPN II selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU) ratusan hektar lahan sedang melakukan proses pembersihan lahan dengan memberikan tali asih.
"Cara-cara persuasif PTPN II, cukup efektif memberikan penjelasan pada warga yang selama ini berada di lahan HGU milik pemerintah tersebut, " sambungnya.
"Saya bukan membela PTPN II yang kini ingin membersihkan lahan milik mereka dengan cara persuasif. Tapi saya melihat hal ini dari sisi hukum saja. Misalnya, para warga yang kini berada di lahan milik PTPN II itu sama sekali tidak mempunyai alas hak yang kuat untuk bertahan. Nah, sampai disini menurut saya jangan ada pihak-pihak yang kemudian menunggangi kepentingan masyarakat," tegasnya.
Secara hukum, PTPN II selaku pemilik HGU lahan tentunya punya alasan kuat untuk membersihkan lahannya.
Apalagi desakan tata ruang di sekitar Kota Medan, Binjai dan Deliserdang, membuat lahan-lahan milik PTPN II tersebut tidak lagi produktif sebagai lahan perkebunan.
"Sesuai UU Pokok Agraria, lahan berstatus HGU tidak bisa berpindah kepemilikan. Maka itu dia meminta agar masyarakat mengikuti perangkat aturan yang telah disiapkan untuk menangani masalah tersebut," tandasnya. (red)
Posting Komentar