Dibina Ataukah Binasakan Udang Vaname Karimunjawa, Siapa Oknum Udang di Balik Batunya

Dibina Ataukah Binasakan Udang Vaname Karimunjawa, 
Siapa Oknum Udang di Balik Batunya


Anekafakta.com,Jepara


Mencontohkan putra asli kelahiran Rembang bernama Sutrisno yang memiliki  delapan hektar tambak udang vaname yang berada di Dukuh  Jati Kerep juga Dukuh Alang-alang Kecamatan Karimunjawa.
 Kemudian dengan petani tambak lainnya jika ditambahkan dengan areal tambak udang vaname yang lainnya,dari total luas kolam tambak  udang di Karimunjawa ada sekitar 42 hektar. 

Adanya ramai ramai di pulau Karimunjawa kabupaten jepara, yang dulunya masyarakatnya hidup tentram rukun dan damai. Kini terpecah belah menjadi dua kelompok masyarakat antara pro petani tambak versus kelompok anti tambak. 
Berpikir waras adalah, jika masalah tersebut menimpa keluarga dari pembuat gaduh.Otomatis secara akal waras pasti merekapun tidak terima,jika usaha saudaranya di injak,dibasmi oleh pemerintah.
Bercokolnya oknum oknum aktivitis lingkungan ,justru memantik dan menikam petani tambak udang, dengan kedok menyelamatkan lingkungan, meski rasanya munafiq jika manusia hidup butuh dan wajib dengan segala biaya bahkan cita cita harapannya sejahtera. 
Artinya jika awalnya para pembuat gaduh itu dicekoki, disuapi fulus seambrek uang berjuta juta dipastikan tutup mulut rapat rapat dan membuang jauh perilaku buruk serta tabiat busuk mereka. 

Petani tambak juga ingin hidup sejahtera yang berkelanjutan seperti petani tambak udang di daerah lain,yang mana pihak pemerintah justru hadir ditengah masyarakat dalam memberikan binaan kepada rakyat nya. Namun justru sebaliknya ,pemerintah saat ini hadir datang bertangan besi membawa puluhan pasukan berkedok panji panji regulasi penertiban. Mereka kejam dan sadis membinasakan karya dan usaha dari rakyatnya sendiri.

"Di Bina Dengan Konsep Wira Usaha Berkelanjutan, Lahan Bersertifikat serta Ijin Ber NIB"

Mestinya binaan wajib datang dari pemerintah yang diharapkan oleh
Petani tambak udang Karimunjawa,dengan memiliki lahan bersertifikat dan sebagian besar sudah mengantongi  nomor  induk berusaha (NIB) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu  (PMPTSP) Jepara. Tepatnya dari 33  pemilik lahan, 29 kam tambak sudah tentu memiliki NIB( nomor induk berusaha) 

Selain Sutrisno juga ada Teguh Santoso yang juga sukses berbudidaya tambak udang. Menurut pria Pribumi kelahiran asli Karimunjawa itu. 
Pria yang hobi pakai kaca mata hitam yang bertambak di dukuh Legon itu mengatakan. "Bisa panen setiap 4 bulan,yaitu dari umur udang 120 hari, juga ada yang siap panen 3 kali,dimulai doc (proses hitungan hari mulai dari umur 70 sampai 80 hari ) yaitu parsial (penjarangan populasi) ".ujar teguh di lokasi tambaknya.
Dia juga menjelaskan,mulai berbudidaya tambak yang dikelolanya sejak 1985,dengan 
luas tambak mencapai 8 hektare, setiap perkolam tambak bisa menghasilkan panen udang 4 sampai 5 ton. 

Seperti Sutrisno juga Teguh Santoso kini menghadapi situasi " tambak diteruskan atau dimampuskan".Memang pemerintah kabupaten (Pemkab) Jepara secara resmi menutup areal pertambakan udang  di Karimunjawa.
Kenapa ? melanggar peraturan daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang  Wilayah (RTRW) yang diberlakukan selama 20 tahun kedepan yaitu mulai tahun 2023 - sampai tahun 2043.Kenapa di RTRW Jepara 2023-2043 justru dibinasakan dan dilenyapkan? 

"Sebagai Taman Nasional"

Pulau Karimunjawa telah ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tanggal 22 Februari 1999 dasar surat keputusan Kementerian Kehutanan No. 78/Kpts-II/1999. Dan Sesuai dengan surat keputusan Ditjen KSDAE No. SK.28/IV-SET/2012.
Oleh sebab itu zonasi Karimunjawa yang zona inti dengan luas 444,6 hektar, luas zona rimba mencapai 1.451 hektar, serta luas zona perlindungan bahari ada 2.599 hektar,dan luas zona pemanfaatan darat 55 hektar, juga luas zona pemanfaatan bahari 2.733 hektare, luas zona religi,budaya, dan sejarahnya 0,8 hektar,ada juga luas zona rehabilitasi 68 hektar ditambah luas zona  tradisional perikanan seluas 102.899 hektar. Yang perlu diingat dengan hati nurani masih ada  zona zona tersebut,seperti disebutkan ada zona  perikanan,yang terakhir itu sudah barang tentu termasuk budidaya tambak udang. 

"Sutrisno Menekuni Selama 7 Tahun Teguh Santoso 38 Tahun Di Atas Tanah Milik Pribadi"

Sutrisno dan Teguh Santoso menekun budidaya udang sejak tahun 2016 serta Teguh Santoso sejak 1985 dengan modal puluhan milyar,sementara untuk Sutrisno bermodal sekitar Rp 20 miliar.  Dan hingga selama tujuh tahun terakhir belum pernah gagal panen. Sebab, ia telah mengikuti sistem budidaya udang vename yang direkomendasikan Departemen Kelautan Perikanan (DKP) secara nasional, yaitu dengan model klaster. " Meski dari sisi produktivitas belum maksimal, tetapi dari sisi pendapatan sangat diuntungkan. Lagi pula tidak mengganggu hingga merusak ekosistem/lingkungan. Kenapa Pemkab tega sekali menutup tanpa memberikan solusi-jalan ke luarnya," tegasnya saat berbincang sembari minum kopi bersama wartawan 9/11 di Cafee bok jepara. 

 Saat wawancara dengan awak media ini, Sutrisno yang bertubuh  tambun badan kekar dan padat ini, mencoba melakukan berbagai bentuk terobosan. Menurut dia seperti panen parsial yaitu teknik memanen dengan tujuan untuk  memaksimalkan produktivitas.  "parsial mulai dilaksanakan ketika udang berumur 80 hari. itu akan menghasikan ukuran udang sekitar 30 an, " ujar pria kelahiran 1974 kepada media ini. 
Kata dia lagi, " dibandingkan dengan tambak tradisional, tambak klaster ini mempunyai beberapa kelebihan,mulai dari sisi jumlah tebar, tambak klaster punya kepadatan sangat tinggi mencapai 420.000 ekor per kolam atau 120 ekor per meter persegi. Maka sangat dibutuhkan peralatan untuk pemenuhan kebutuhan oksigen tambak".ujarnya 11/11 saat berbincang dengan wartawan. 


"Kesuksesan Sutrisno Wajib di Bina Bukan Binasakan"

 Wira usaha tambak perlu modal besar bisa mencapai Rp 20 miliar ,dengan dibarengi model klaster serta panen parsial, Pria kelahiran Rembang Jawa Tengah justru memetik keuntungan yang sangat melimpah. Sebab ia mampu memanen udangnya rata rata 30 ton per hektar sekali panen. Sangat jauh sekali dengan hasil produksi tambak udang tradisional yang hanya berkisar 2- 5 ton saja.

 Dengan harga jual Rp 65.000,- per kilogram, maka mengantongi penghasilan kotor Rp 65.000,- x 30.000 kilogram ( 3 ton) = Rp 1.950.000.000,- (Rp 1,9 miliar). Sedang keuntungan bersihnya paling tidak sekitar Rp 500 juta . Setelah dikurangi seluruh bentuk biaya . Sepeti pembelian bibit , pakan, bahan bakar, obat-obatan, vitamin ,tenaga kerja, transportasi hingga biaya tak terduga .
             
Seperti dikutip dari goggle laman Kantor Perikanan Jepara,tahun 2022 belum lama ini,hasil produksi udang di Jepara mencapai 4.122,09 ton. mengalami penurunan dibanding tahun 2021 sebesar 4.485,07 ton dengan peningkatan dibandingkan sebelumnya pada 2020 hanya mencapai 1.543,83 ton.

Dari  penghasilan produksi 4.122,09 ton itu, sebagian besar diantaranya dihasilkan petambak udang di antaranya 1.Karimunjawa sebesar 1.648,82 ton.
2.Kecamatan Mlonggo  865,64 ton
3.Donorejo ( 824,42 ton, 4.Kedung 577,09 ton dan 5.Kecamatan Kota Jepara 206,10 ton). 
Jika ditotal dari penjualan mencapai Rp 329.766.800.000,- tingkat kabupaten kemudian didongkrak lagi hasil jual udang Karimunjawa  mencapai Rp 131.906.720.000.(@jgberbagaisumber,pwod)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama