Mafia Terlalu Mudah Meminjam Tangan Aparat untuk Mengambil Paksa Tanah Warga
Majelis Hakim PN Manado menggelar sidang Pemeriksaan Setempat di lokasi kakek Hengky Pinontoan (82), Jumat (27/10/2023)., Sidang PS dipimpin Hakim Ketua Relly Dominggus Behuku SH MH. hadir dalam PS tersebut pengacara James Bastian Tuwo SH, Jaksa Penuntut, Hengky Pinontoan dan keluarganya. Foto; HUT Kamarin
Mafia tanah makin enteng merampas tanah warga yang belum terjual atau yang sama sekali belum ada pelepasan hak. Untuk memuluskan kejahatan itu mafia tanah disinyalir kerap meminjam tangan penegak hukum. Cukup dengan menetapkan status tersangka terhadap pemilik tanah termasuk ASN yang berkewajiban menerbitkan Surat Keterangan Pemilik Tanah (SKPT), mafia bisa mengambil tanah warga tanpa transaksi jual beli secara langsung dan sah. Fenomena ini dialami beberapa warga yang tanahnya diambil paksa oknum mafia tanah kelas kakap yang berpretensi seolah-olah superbenar di mata penegak hukum.
1. Kasus tanah Christy Lonas.
Kasus pertama dialami IRT Christy Lonas. Dalam kasus ini, Christy Lonas adalah ahli waris yang sah berdasarkan Surat Ukur dan Register Kelurahan. Sial menimpa Christy Lonas tanah seluas 5187 m2 diam-diam dikuasai pengusaha perumahan Grand Maridiem. Dia pun menjelaskan, Grand Maridiem memang pernah membeli dua bidang tanah melalui pelelangan. Bidang tanah di bagian utara dan selatan itu pernah menjadi agunan bank oleh lelaki Iwan Ibrahim yang kemudian gagal melunasi pinjaman bank. Iwan Ibrahim memang pernah membeli dua bidang tanah utara dan selatan dari WH Lonas dan Charles Patilano secara terpisah. Makanya ada sisa tanah di bagian tengah. Tanah itu teregister di Kelurahan Tingkulu dengan nomor 12 Folio Folio 4 dengan total luas keseluruhan 16.427.Dalam suatu waktu, Christy Lonas meminta Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKPT) dan Surat Ukur di Kantor Lurah Tingkulu. Lurah Tingkulu kemudian memerika register dan benar ditemukan register tanah dimaksud. Lurah pun menerbitkan dua surat itu dan merujuk pada nomor register yang tertera di Buku Induk. Adapun penerbitan SKPT dan Surat Ukur adalah layanan wajib Lurah terhadap warga. Pelayanan yang umum dan normatif di semua desa pun kelurahan se-Indonesia. Entah kenapa, Lurah kemudian dijadikan tersangka oleh penyidik Polres Manado. Penjelasan Kuasa Hukum Grand Maridiem bahwa penyidik sudah sesuai prosedur karena menerbitkan surat di atas tanah yang sudah bersertifikat tidak sepenuhnya dapat dimenegerti dan dipercaya karena menurut penuturan Christy Lonas, tanah itu tidak ada pelepasan hak dan registernya ada di kelurahan. "Itu menurut pengacara mereka. SHM itu dasar darimana? Tidak pernah dijual ke Grand Maridiem. Cuma beli dua bidang koq bikin SHM satu hamparan. Siapa yang suruh? Enak sekaki. Saya ahli waris yang tidak pernah tanda tangan penjualan tanah. Harusnya uji keperdataan dulu," ujar Christy Lonas.
Dalam suatu waktu, Christy Lonas meminta Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKPT) dan Surat Ukur di Kantor Lurah Tingkulu. Lurah Tingkulu kemudian memerika register dan benar ditemukan register tanah dimaksud. Lurah pun menerbitkan dua surat itu dan merujuk pada nomor register yang tertera di Buku Induk. Adapun penerbitan SKPT dan Surat Ukur adalah layanan wajib Lurah terhadap warga. Pelayanan yang umum dan normatif di semua desa pun kelurahan se-Indonesia. Entah kenapa, Lurah kemudian dijadikan tersangka oleh penyidik Polres Manado. Penjelasan Kuasa Hukum Grand Maridiem bahwa penyidik sudah sesuai prosedur karena menerbitkan surat di atas tanah yang sudah bersertifikat tidak sepenuhnya dapat dimenegerti dan dipercaya karena menurut penuturan Christy Lonas, tanah itu tidak ada pelepasan hak dan registernya ada di kelurahan. "Itu menurut pengacara mereka. SHM itu dasar darimana? Tidak pernah dijual ke Grand Maridiem. Cuma beli dua bidang koq bikin SHM satu hamparan. Siapa yang suruh? Enak sekaki. Saya ahli waris yang tidak pernah tanda tangan penjualan tanah. Harusnya uji keperdataan dulu," ujar Christy Lonas.
Lantas, pada sidang Pemeriksaan Setempat (PS) yang digelar Hakim PN Manado beberapa waktu lalu juga terungkap bahwa tanah Christy Lonas ada secara fisik dan tidak pernah terjual. Belakangan muncul informasi bahwa Lurah akan mencabut dua surat, dan diduga karena intimidasi aparat dan mafia tanah. "Hati-hati, jangan sewenang-wenang batalkan surat. Itu bisa dipidana. Surat itu hak warga. Kalau Grand Maridien merasa dia punya yuk buka warkah di pengadilan," tegas Kuasa Hukum Christy Lonas, JamesnTuwo SH.
2. Tanah Hengky Pinontoan.
Hampir serupa dengan Christy Lonas, malang juga dialami kakek 82 tahun bernama Hengky Pinontoan. Si kakek bahkan langsung ditetapkan menjadi tersangka di atas tanah sendiri. Adapun status kepemilikan tanahnya berdasarkan Register Nomor 17. Menurut Hengky Pinontoan, dirinya tidak pernah menjual tanah seluas 16.400 m2 ke pengusaha Roby Kurniawan. Tidak jelas Roby Kurniawan membeli dari siapa. Yang jelas, Hengky Pinontoan tidak pernah bertransaksi dengan Roby Kurniawan. Pada sidang PS, Jumat (27/10/2023), Hengky Pinontoan secara jelas menunjuk tapal batas tanah kepada Jaksa Penuntut dan Majelis Hakim PN Manado.
"Selama saya mendampingi klien, saya merasa status kepemilikan tanah Hengky Pinontoan sangat terang benderang. Klien kami tidak pernah jual tapi koq bisa tanah ini berpindah tangan atas nama orang lain. Ironisnya tanda tangan dipalsukan. Itu terbukti di di pengadilan," ujar Tuwo.
3. Kasus hukum yang dialami Chili M Lanes
Kasus ini boleh jadi salah satu modus kriminalisasi warga yang dibentengi pengusaha berduit. Chili Lanes tak habis pikir, koq bisa ya, pemilik tanah dan tanaman kebun, yang memanen hasil perkebunan di atas tanah sendiri (warisan orang tua), malah dipidana oleh pengusaha gagal bayar. Chili Lanes dilapor pengusaha Dorothea Samola (istri Mendiang Erik Samola) melalui pengacara Wisnu Wardana SH di Polresta Manado pada Juli 2022 lalu.
Konon, dalam laporan itu, Chili Lanes dituding melakukan pencurian kelapa di tanah seluas kurang lebih 48.000 meter persegi (m2) yang diklaim Dorothea Samola. Aneh menurut Chili Lanes, karena tanah warisan ayahnya cuma seluas 17.380 m2.
Chili Lanes menjelaskan, klaim Dorothea Samola itu berawal dari perjanjian yang dilanggar sendiri Erik Samola dan pengusaha Gun Honandar.
Kronologisnya, tahun 1990 silam, PT Manado Tongkaina Molas Wisata Estate mengajukan permohonan pembebasan lahan ke Gubernur Sulut di masa itu. Kemudian Gubernur Sulut menunjuk Walikota Manado sebagai pemegang otoritas wilayah.
Turunlah Panitia Pembebasan Lahan dan melakukan taksasi (menaksir) harga tanah di Tongkaina-Bahowo. Setelah taksasi terlaksana selesai, tahapan pembayaran mulai berlangsung. Sial menimpa ratusan ahli waris di zaman itu, pembayaran yang dilakukan Gun Honandar (diduga uang dari Erik Samola) tidak sesuai kesepakatan. Gun seenak perut menyicil jumlah uang ke warga. Harga tanah mulai dipatok sendiri tanpa mengindahkan penetapan Panitia Pembebasan Lahan. Ada Rp250, Rp650, Rp1000 dan Rp2000 per meter. Bervariasi. Itupun menurut warga, cara bayar sangat amburadul tak ubahnya transaksi di pasar tradisional. Cara Gun membayar ini disokong situasi kepanikan warga karena intimidasi fisik dari aparat di masa itu. Warga mengaku, sempat dipukul bahkan disiksa aparat karena enggan melepas lahannya lantaran harga tidak sesuai harapan.
Gun tidak bodoh. Saksi hidup yang menerima cicilan, mengatakan warga sempat diangkut ke gudang Gun Honandar lalu dipaksa menandatangani kwitansi kosong. Warga mulai mengetahui, kwitansi itu diberi tanda lunas. Tapi rupanya, Gun tidak mengantisipasi kecermatan warga yang melihat kejanggalan kwitansi pelunasan dan Surat Perjanjian akan Jual Beli Tanah jika dihubungkan dengan penetapan harga tanah dari tim pembebasan lahan.
Hutang yang belum dibayarkan Gun Honandar malah lebih dari setengah harga tanah warga. Belum termasuk kewajiban mengganti rugi tanaman, sebagaimana tercantum dalam kesepakatan bersama warga.
Mahmud Lanes memiliki tanah seluas 17.380 m2. Konon, Gun menyampaikan harga tanah Rp650 per meter persegi. Padahal, seharusnya Rp2000 per meter persegi sesuai penetapan panitia pembebasan. Itu berarti Mahmud Lanes harus Rp34.760.000. Belum terhitung ganti rugi tanaman. Tapi kenyataannya, Mahmud Lanes menerima Rp11.297.000. Itu juga dicatut dalam kwitansi yang menyatakan lunas. Gun sendiri yang menulis di kwitansi: LUNAS, LUNAS, LUNAS.
"Kami merasa tanah itu tidak terjual. Kalau Gun hilang lunas, ya itu menurut dia. Kami juga ada putusan MA. Itu pegangan kami. Selain kami tidak pernah menyatakan atau menandatangani peralihan hak," tutur Chili Lanes.
Pada suatu waktu, para ahli waris mengajukan pendaftaran resgister tanah di kelurahan. Tapi kemudian permohonan warga itu ditolak Lurah Tongkaina. Sinyalemen permainan mulai terungkap. Dokumen yang diajukan ahli waris tidak dikembalikan ke warga. Belakangan diketahui pengusaha Gun Honanda memakai dokumen itu untuk mengurusi sertifikat hak milik di Kantor Pertanahan Manado (BPN). Keluarlah SHM yang salah satunya bernomor 491 untuk 48.000 m2 atas nama Dorothea Samola. Adapun areal tanah Chili Lanes seluas 17.380 m2 masuk dalam SHM 491 tersebut.
Lantas apakah SHM 491 pun SHM lain yang belum ditunjuk BPN dan Gun Honandar dapat dipertanggungjawabkan legalitasnya?
Kepala Bidang Hukum DPD Barisan Masyarakat Adat (Barmas) Sulawesi Utara Fransiska Rawung mengatakan, fakta hukum yang menyatakan tanah Tongkaina-Bahowo bukan hak Gun Honandar sudah dibuktikan dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tahun 1995 terhadap perkara nomor 672 K/Pid/1993 tentang perkara pidana pencurian kelapa yang dilaporkan Gun Honandar dan menyeret Fransiska Rawung dkk.
Putusan yang diambil dalam rapat permusyawaratan pada Jumat, 26 Mei 1995 oleh Palti Radja Siregar SH, Hakim Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Sidang, R. Mochamad Iman, S.H. dan Soemarsono, S.H. Hakim – Hakim anggota Sylvia Risjad, SH mementahkan klaim Gun Honandar. Artinya secara implisit menguatkan aktivitas warga termasuk Chili Lanes di atas tanah mereka sendiri.
Isi putusan itu, yakni semua keberatan kasasi dari pemohon kasasi/para terdakwa 1 dan 2 tersebut ternyata Judex Facti, kurang cukup mempertimbangkan tentang sahnya jual beli kebun antara terdakwa 2 dengan PT Manado Tongkaina atau Gun Honandar. Demikian pula tidak terbukti apakah maksud dari terdakwa 1 dan 2 mengambil hasil kebun.
"Jika mengacu pada putusan MA ini, maka seharusnya, laporan pidana Gun Honandar tidak diterima. Karena kalau pidana ibu Chili Lanes berlanjut, maka dengan sendirinya menentang putusan MA," jelas Fransiska Rawung.
Pada bagian lain, Fransiska menegaskan, Kwitansi dan Surat Perjanjian akan Jual Beli Tanah yang dipakai BPN Manado bukan rujukan yang valid untuk menelorkan SHM. Apalagi dipakai Dorothea Samola untuk memidanakan Chili Lanes.
Fransiska menjelaskan, keabsahan kwitansi tidak teruji. Ada fakta hutang atau kewajiban pembayaran yang tidak dipenuhi Samola. Karena jelas bahwa Samola harus membayar sesuai harga taksasi yang ditetapkan panitia pembebasan lahan. Tapi pada kenyataan, Samola termasuk Gun Honandar gagal bayar.
Kemudian, narasi dalam Surat Perjanjian akan Jual Beli Tanah malah bertentangan dengan isi kwitansi pelunasan. Dalam surat perjanjian tampak jelas, bahwa jika pihak pertama sudah menyelesaikan pelunasan, maka pihak pertama dan pihak kedua (ahli waris/masyarakat) bersama-sama menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT/Camat) untuk menerbitkan Akta Jual Beli Tanah (AJB).
"Faktanya, sampai dunia sekarang tidak ada AJB. Ingat, AJB itu dokumen final yang membuktikan bahwa peralihan hak (jual beli tanah) sudah selesai. Nah kenapa pihak pertama dan pihak kedua belum menghadap PPAT? Karena memang belum lunas. Lantas kenapa belum lunas? Karena Gun Honandar dkk tidak sungguh-sungguh konsisten dengan kesepakatan bersama warga," jelas Fransiska.
Barmas pun menyayangkan sikap BPN yang bersikukuh bahwa Surat Perjanjian akan Jual Beli Tanah dan Kwitansi didukung Surat Keterangan Pemilik Tanah (SKPT) sudah cukup untuk menerbitkan SHM 491 dan mungkin SHM yang lain.
"Itu pendapat oknum di BPN bos. Bukan standar baku institusi menurut hukum agraria. Yang jelas penerbitan SHM harus berdasarkan bukti peralihan hak berupa AJB yang disahkan PPAT. Bukan Perjanjian akan Jual Beli Tanah. Lebih sial kwitansi yang diisi sendiri Gun Honandar," tegas Fransiska.
Lebih lanjut, Fransiska menjelaskan, harusnya ada AJB dulu dari PPAT, baru terbitkan SHM atas nama ahli waris. Bukan langsung loncat atas nama Dorothea Samola atau Gun Honandar. Tanpa AJB lagi.
"Ini kan jalan pintas. Bahkan seperti perkawinan silang. Bayangkan, SKPT atas nama Chili Lanes, tapi koq SHM atas nama Dorothea Samola. Sudahlah BPN! Model administrasi begini yang bikin masyarakat tertawa," singgung Fransiska.
Pihaknya, sudah dua kali memasukan surat pencegahan di BPN agar tidak menerbitkan SHM. Tapi tahun 2020 tetap keluar SHM atas nama Dorothea Samola.
"Ironisnya, sampai sekarang antara Dorothea Samola dan Gun Honandar tidak tahu tapal batasnya di mana," terang Fransiska.
Mengenai penerbitan SHM 491 itu, Chili Lanes, salah satu pemilik lahan melaporkan tindakan pidana penipuan Polresta Manado. Mereka yang dilapor yakni BPN Manado, Gun Honandar, Dorothea Samola dkk. Termasuk Lurah Tongkaina Leopard Tampi karena sudah membuat keterangan palsu pada surat-surat dari kelurahan yang menyebabkan BPN Manado menerbitkan SHM bodong nomor 491.
Ketua DPD Barmas Sulut Brando Lengkey yang mendapat kuasa dari puluhan ahli waris menegaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan keadilan untuk warga Tongkaina-Bahowo.
"Barmas dan masyarakat tidak akan angkat kaki dari tanah leluhur. Bahkan sejengkal pun tidak. Ini menyangkut, hak, harga diri dan martabat masyarakat Tongkaina-Bahowo. Kami peringatkan Gun Honandar dkk tidak berlindung di balik Surat Gubernur dan Walikota Manado tahun 1990 mengenai pembebasan lahan. Karena tanah rakyat, tanah leluhur, tanah berharga. Jangan mempermainkan hak rakyat," tegas Brando Lengkey.
Misalnya, tanah Zeth Lendo seluas 20.000 meter persegi atau 2 hektar lebih. Sesuai perjanjian, Gun harus membayar Rp40.000.000 (20.000 m2 x Rp2000) ke Zeth. Itu baru tanah. Perhitungan kerugian tanaman kelapa dan pisang sekira Rp10.000.000. Artinya, Gun seharusnya membayar Rp50.000.000.
Tapi kenyataan malah membuat Zeth kecewa. Total penerimaan Zeth sebesar Rp14.000.000. Angka ini direkam dalam kwitansi pembayaran yang tertera lunas.
Sementara itu, Chili Lanes diminta menghadap Kejaksaan sesuai surat panggilan tertanggal 26 September 2023. Panggilan itu bertepatan dengan momentun sidang mediasi dalam perkara perdata yang dilaporka warga Tongkaina ke PN Manado.
Dengan surat panggilan Polres Manado itu, warga Tongkaina merasa pihak Dorothea Samola sendiri tidak berniat menjalankan mediasi yang sedianya akan dipimpin hakim PN Manado.
"Tadinya kita siap mediasi. Tapi karena ada panggilan pidana, jadi silahkan lanjut perdatanya," ujar Chilli Lanes di PN Manado.
Kuasa Hukum warga Tongkaina Alfian Boham mengatakan, pada dasarnya sudah ada peraturan yang mengatur mengenai perkara yang harus didahulukan apabila terjadinya sengketa perdata dan pidana secara bersamaan. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1950 Tentang Susunan, Kekuasaan, dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia (UU NO.1/1950) pada Pasal 131 disebutkan bahwa: "Jika dalam jalan-pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka Mahkamah Agung dapat menentukan sendiri secara bagaimana soal itu harus diselesaikan."
Didasari hal tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956 bahwa: "Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu."
"Sehingga seharusnya sudah menjadi jelas bahwa dalam terjadinya perkara perdata dan pidana, dapat dilakukan pemutusan terlebih dahulu perkara perdata sebelum memutus perkara pidana," ujar Boham.
(tim)
Posting Komentar