Santrawan-Hanafi: Jangan Lagi Mengintimidasi Warga Petani Kalasey II

Santrawan-Hanafi: Jangan Lagi Mengintimidasi Warga Petani Kalasey II

Santrawan-Hanafi: 

"Era sekarang telah berubah dan kita tidak lagi mengenal yang namanya rezim. Setiap warga yang berhak atas lahannya harus dihormati dan dihargai dengan menempatkannya di posisi tertinggi. Bagaimana jika masalah serupa terjadi pada keluarga kita, tentu sangat menyakitkan".  

Dr Santrawan Totone Paparang SH MH M.Kn dan Hanafi Saleh SH, mengingatkan aparat keamanan tidak lagi melakukan intimidasi dan pengusiran paksa terhadap warga yang menempati lahan mereka selama puluhan tahun.

Sebaliknya kedua mengimbau para penguasa tidak cuci tangan dengan kewajiban ganti rugi kepada setiap pemilik lahan yang mengelolanya secara turun-temurun.

Penegasan itu disampaikan kuasa hukum warga petani Desa Kalasey II, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, korban Hak Asasi Manusia (HAM), Santrawan dan Hanafi, terkait adanya dugaan dari sejumlah oknum aparat keamanan yang menginginkan pengosongan lahan untuk pembangunan markas komando (Mako) brigade mobil (Brimob) kepolisian daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut).

Kedunya menandaskan, mestinya oknum aparat keamanan dari Mako Brimob Polda Sulut, tidak melibatkan diri terlalu jauh mengintervensi masalah tersebut, karena tidak memahami benar asal usul lahan.

"Jangan karena kepentingan institusi untuk mempercepat pembangunan warga petani pemilik lahan yang terus terkena imbasnya. Perlu diingat, laporan pidana terkait pelanggaran berat HAM perkaranya masih ditangani Polda Sulut dan belum tuntas," ketus keduanya kepada Anekafakta.com, Jumat (08/09/2023).

Santarawan dan Hanafi juga menambahkan, sikap warga mempertahankan lahan mereka adalah wajar, karena tidak adanya ganti rugi oleh pemerintah provinsi (Pemprov) Sulut.

Kejadian serupa juga dirasakan warga petani Kalasey II saat pembebasan lahan pada 7 November 2022, untuk pembangunan politeknik pariwisata (Poltekpar). Pada peristiwa itu ratusan polisi dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) dari Pemprov Sulut diduga terlibat.

"Kita jangan salahkan warga pemilik lahan karena mereka telah trauma dan frustrasi dengan sikap semena-mena Pemprov Sulut. Sudah tidak mengganti rugi lahan, warga pun harus menjadi korban akibat serangan membabi-buta dengan menembakan gas air mata oleh oknum-oknum aparat keamanan," ujar San, panggilan akrab Santrawan.

Juru bicara warga petani pemilik lahan Desa Kalasey II, Refly Sanggel, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi, memperhatikan nasib mereka pasca penyerobotan lahan garapan yang diduga dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut.

Menurut Refly, akibat kejadian itu ratusan Kepala Keluarga (KK) tidak hanya berisiko kehilangan tempat tinggal tapi juga kehilangan pekerjaan lantaran lahan yang mereka garap selama puluhan tahun secara turun-temurun, telah didirikan bangunan permanen bertingkat. 

"Kami masyarakat Kalasey II sangat yakin lahan kalau lahan yang kami garap bukanlah milik Pemprov Sulut. Buktinya tidak ada satu pun tanaman yang ditanam Pemprov Sulut. Bagaimana mungkin lahan yang digarap sejak tahun 1932, dengan entengnya Pemprov Sulut mengklaim lahan tersebut telah dihibahkan ke beberapa institusi pemerintah," ujar Refly.


Sementara beredar kabar menyebutkan kalau biaya ganti rugi pembangunan Poltekpar telah diserahkan ke oknum pejabat Pemprov Sulut. Herannya hingga kini ganti rugi tidak pernah dibayarkan meski upaya pendekatan kepada warga pemilik lahan kerap dilakukan. 

(arthur mumu)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama