Tuding Gubernur Sulut Pembohong, Warga Desak Presiden Jokowi Tinjau Kinerja Gubernur Olly Dondokambey


Tuding Gubernur Sulut Pembohong, Warga Desak Presiden Jokowi Tinjau Kinerja Gubernur Olly Dondokambey

LOLAK – Warga Desa Pindol, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) menuding Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Olly Dondokambey SE sebagai pembohong, pasca tersendatnya proyek pembangunan bendungan dan ganti rugi lahan di kawasan tersebut. 


Selain Gubernur Olly Dondokambey, warga juga meminta pertanggungjawaban Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulut dan Kepala Balai Wilayah Sungai, terkait pembayaran ganti rugi lahan yang hingga sekarang belum lunas. 


Menurut warga, pembayaran ganti rugi telah menyita cukup lama yakni sejak 2013 untuk tahap awal dan tahap dua pada 2023. Herannya, ganti rugi dan seharusnya telah lunas terbayar hingga kini tak juga dilakukan tanpa alasan jelas.

Imbasnya warga pun melakukan pemblokiran jalan yang akan dilalui gubernur dan rombongan, manakala baliho yang ditancap sebagai tanda protes dicabut paksa aparat kepolisian.  


Warga menilai, gubernur, Sekdaprov dan Kepala Balai Wilayah Sungai, tidak memiliki etikat baik untuk menyelesaikan ganti rugi tersebut. Warga juga menambahkan kalau pemerintah hanya menyusahkan warga, meski ganti rugi merupakan hak mereka.

Mengecewakan lagi, saat sangadi atau kepala desa (Kades) Pindol, Muslim Paputungan dan beberapa warga diundang ke Kantor Gubernur Sulut. Meski telah menunggu sekira enam jam lamanya (pukul 11.00 WITA – 17.00 WITA), warga mendapat kabar kalau gubernur tidak berada di kantor. Sama halnya Sekdaprov tidak merespons kedatangan mereka.

"Kami juga merasa dibodohi saat diundang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ternyata itu hanya akal-akalan saja. Buktinya saat kami sampai di kanfor gubernur, kami kaget karena BPK hanya berstatus sebagai tamu," kata Sangadi Muslim.

Lebih kaget lagi tambah Muslim, saat dirinya melihat ke slide (presentase-red) telah ada penetapan nilai santunan ganti rugi sebesar Rp 5,3 miliar. Terkait dengan kejadian itu, Muslim pun mempertanyakan kehadiran appraisal (tim penaksiran-red) menilai hasil perhitungan dari satuan tugas (satgas) terkait tanam tumbuh.

"Herannya, saya sempat dimarahi Pak Sekprov saat mempertanyakan kapan tim appraisal datang, kapan mau ditanggapi sisa lahan dan masalah diameter yang dihitung satgas. Waktu itu Sekprov menuding kalau saya berbicara tanpa data," urai Sangadi Muslim.


Padahal imbuh Muslim, dirinya berbicara seperti berdasarkan notulen pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Dasar itulah dirinya berkesimpulan kalau Sekdaprov ingin 'cuci tangan' dengan masalah tersebut. 

Selain itu dia juga heran dengan sikap Kepala Balai Sungai Sulut yang mempersilah warga melaporkan ke pengadilan. Padahal tambah Muslim, dia dan warga membutuhkan informasi keterbukaan publik.

Lebih jauh disebutkan kalau Program Strategis Nasional (PSN) pembangunan waduk Lokak Desa Pindol yang awalnya pemberian ganti rugi berubah menjadi santunan dampak sosial, meski tujuan dari pembanguan tersebut akan berdampak positif terhadap masyarakat. Tapi apa yang didapat justru keburukan bagi pemilik atas lahan dan tanamannya.

"Diharapkan tim terpadu dan satgas yang dibentuk dapat bekerja profesional, tapi nyatanya sama saja. Masalahnya ada lahan yang dikuasai berdasarkan SKT -+ 4.7 hektar dihargai 12.juta rupiah. Semoga keadilan di negeri Ini masih berpihak padahal rakyat," katanya.

Tidak profesionalnya tim ter terpadu dan satgas saat mensurvei lahan sejak awal telah terlihat dimana warga sebagai pemilik lahan yang sah tidak diberi ruang melakukan klarifikasi.

"Lahan yang dibangun bendungan telah dikelola masyarakat sejak tahun 1970-an, memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT), pernah diajukan sebagai Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) dan melakukan kerjasama pemanfaatan kawasan. Jadi dimana letak kelemahan kami," tanya Muslim.

Sementara dalam Peraturan Perintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 jelas disebutkan kalau penguasaan tanah negara dengan itikad baik kalau tidak memiliki dokumen, maka surat pernyataan penguasaan sah. 

"Kenyataannya, meski Indonesia telah 78 tahun merdeka, ternyata masih ada masyarakat yang tertindas oleh oknum-oknum penguasa dimana sepak terjangnya tidak jauh berbeda dengan mafia tanah," ketus Sangadi Muslim.

Senada juga dipaparkan tokoh pemuda di Deda Pindol Habibi Paputungan,  menuturkan, proses ganti rugi Lahan untuk pembangunan Bendungan Lolak, ada lahan penambahan 42 orang 54 lahan. Yang sudah terbayar dan yang tersisa dari 42 lahan masih ada 9 orang 11 lahan yang belum diganti rugi. Kalau melihat nilainya tidak sesuai tapi karena kebutuhan dengan dijanjikan Gubernur Olly Dondokambey untuk mengganti rugi, warga telah meminjam uang dan akan dikembalikan. Makanya, orang yang meminjamkan uang percaya lantaran mendengar langsung pernyataan gubernur Olly Dondokambey akan membayar semua ganti rugi.

Yang tidak masuk di akal, lanjut Habibi Paputungan, ada lahan milik warga seluasnya isi 600 meter (seperti lahan pekarangan, red) bisa dicairkan Rp 33 juta. Tapi ada lahan 1,7 hektare bisa terbayar Rp 2,5 juta. Ada lahan luasnya 4,7 hektare hanya dibayar 2 jutaan. Yang menjadi pertanyaan kenapa lahan yang luasnya seperti pekarangan dibayar 33 juta. Data rekapan nama saya Habibi Paputungan, harga kopi dihaga 14 ribuan, Nenas diharga 11 ribu, coklat yang stek kita beli 15 ribu, itu belum ongkos menanam, ongkos sewa mobil ternyata harga satu pohon dibayar 11 ribu. Makanya semua pemilik lahan menuntut ganti ruginya secara terbuka tanpa menyembunyikan jumlah nominal uang ganti ruginya.

Lebih parah lagi, ganti rugi lahan dikatakan pihak Balai Sungai Sulut, bukan ganti rugi, tapi dinamakan Tali Asih kemudian naik level menjadi santunan. "Tali asih kalau pikiran masyarakat kalau ada orang sakit atau kecelakaan dikasih santunan," pungkas Habibi.

Terkait penghadangan Gubernur Sulut Olly Dondikambey di Desa Pindol, Habibi menjelaskan peristiwa tersebut tidak akan terjadi jika polisi dan Camat Lolak tidak mencabut Baliho yang dipajang warga. 

"Baliho itu kami buat menggunakan dana kebersamaan patungan warga. Sebenarnya tidak ada persiapan untuk aksi atau demo, tapi karena Camat Lolak dan oknum polisi tiba-tiba mencabut Baliho yang didirikan pa pemilik lahan, hingga terjadi keributan saat kedatangan Gubernur Sulut Olly Dondokambey," tandas Habibi, di rumahnya, Sabtu malam (26/08/2023).

Akibat pencabutan Baliho tersebut, warga langsung memblokir jalan menuju lokasi proyek Bendungan kemudian Gubernur Olly Dondokambey turun dari mobil dinasnya. Saat itu warga bertanya kepada gubernur, di Waduk/Bendungan ini apakah ganti rugi atau apa, tapi gubernur mengatakan itu adalah ganti untung. Kami bertanya kepada gubernur kenapa dari tahun 2013 masih disisakan lahan belum terbayar. Ada yang lahan 2 hektare dibayar hanya setengah hektare dan sebaliknya pada awal ganti rugi. 

Berkas yang dibawa warga ke kantor gubernur ada 2 (dua) versi. Versi lahan penambahan 9 orang dan sisa ganti rugi tahun 2013. Kedua ini belum tuntas dan masih bermasalah. 

Menjawab masalah warga di Desa Pindol, Gubernur mengatakan dia akan bertanggung jawab akan membayar semuanya. "Makanya harus duduk satu meja dan jangan bicara di jalan. Semua masalah lahan kita akan beresin," ungkap Habibi mengutip pernyataan Gubernur Sulut Olly Dondokambey.

Dijelaskan Habibi, bahwa Gubernur Olly Dondokambey sempat berjanji akan menjawab semua keluhan warga kalau datang di kantor gubernur, tapi justru dibohongi gubernur. 

"Kami disuruh datang ke kantor gubernur. Karena disuruh kesana otomatis kami menghargai ajakan gubernur. Endingnya, sejak pukul 11 siang sampai jam 5 sore, gubernur tidak ada di kantor. Kami merasa dibohongi. Saat itu Sekprov Pak Stive Kepel lagi ada urusan penjemputan Pangdam. Ada pegawai bilang pak gubernur lagi urusan diluar daerah. Kami sempat bermohon jadwal ketemuan lagi dengan gubernur Olly Dondokambey, tapi sejak hari Selasa 22 agustus sampai sekarang tidak ada info. Kami merasa sudah dibohongi," jelas Habibi.

Baginya, lanjut Habibi, kekecewaan akibat pembohongan itu sangat terasa bagi warga, dijanjikan oleh Gubernur Sulut Olly Dondokambey. "Mo apa-apa kami warga di Desa Pindol selalu mengumpulkan uang ke manado untuk biaya sewa mobil, anggaran makan, bensin dan lain-lain tapi sampai ke kantor gubernur kami dikecewakan oleh pemimpin sulut ini.

Terkait ketidak terbukaan pihak kantor Balai Wilayah Sungai Sulut, Habibi menuturkan kenapa ganti rugi lahan tahun 2013 belum dibayarkan❓ "Maaf pak, saya takut salah ngomong," papar pejabat Kasatker dan PPK Balai Sungai kala itu.

"Masalah ganti rugi lahan di Desa Pindol ini sudah menyebar dan kami sebagai korban merasa telah dibohongi oleh gubernur sulut dan kepala balai sungai sulut dengan pernyataan akan mengganti rugi jangan bicara di jalan. Tapi unjungnya nihil," ujar Habibi.

Habibi Paputungan meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dr. Ir. M. Basuki Hadimuljono M.Sc, warga Desa Pindol sudah banyak sabar menunggu sejak 2013 sampai pada impounding (tutup pintu air bendungan, red) belum diganti rugi. Lahan warga akan tenggelam kalau sampai saat ini belum dibayar.

"Harapan kami masyarakat meminta Bapak Menteri Basuki Hadimuljono, tolong kami warga kecil telah dibohongi oleh gubernur sulut Olly Dondokambey dan dirugikan oleh Kepala Balai Sungai Sulut, pada pembangunan pak basuki sendiri. Kami juga meminta Pak Presiden Jokowi bahwa apa yang akan kami sampaikan tidak akan sampai ke pak presiden. Kami warga Pindol mendesak pak Presiden Jokowi meninjau kembali kinerja Gubernur Sulut Olly Dondokembey, Sekdaprov Sulut Bapak Stive Kepel dan Kepala Balai Sungai Sulut karena dicurigai ada permainan. Baru pertama kali kami mendebgar namanya Tali Asih dan Santunan. Padahal pak Jokowi bilang tidak ada seperti itu. Harusnya dari ganti rugi jadi ganti untung," tutup tokoh pemuda vokal desa pindol ini.

(Arthur Mumu/Red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama