Tidak Terima Ganti Rugi, Petani Kalasey II Minta PP dan Pemprov Sulut Batalkan Pembangunan Mako Brimob



Tidak Terima Ganti Rugi, Petani Kalasey II Minta PP dan Pemprov Sulut Batalkan Pembangunan Mako Brimob 

KALASEY - 

Petani dan warga di Desa Kalasey, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, meminta Pemerintah Pusat (PP) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) membatalkan pembangunan markas komando (Mako) pasukan brigade mobil (Brimob), sepanjang tidak dilakukannya ganti rugi terhadap pemilik lahan.


Selain itu, petani juga mengingatkan pemerintah Kecamatan Mandolang, pemerintah desa (Pemdes) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kalasey II, untuk membantu memperjuangkan hak-hak warga.


Sementara pernyataan salah satu petinggi Mako Brimob Kalasey, kalau institusi yang bernaung dalam kepolisian daerah (Polda) Sulut telah memiliki sertifikat, membuat kaget warga.

Setahu warga, Mako Brimob Sulut tidak memiliki lahan meski telah ada bangunan di lahan tersebut. Menurut warga, mereka tidak pernah menandatangani surat pengalihan hak atau surat lainnya kepada pihak mana pun.

Tak heran warga pun kemudian mempertanyakan status lahan yang mereka garap bertahun-tahun secara turun-temurun, bisa berpindah kepemilikannya. Warga menuturkan, pengalihan kepemilikan terkesan misterius karena dilakukan secara sepihak.


"Waktu saya desak tahun berapa sertifikat Mako Brimob terbit, si petinggi Brimob menjawab kalau dirinya belum melihatnya karena sertifikat itu masih ada di pusat," ujar Refly Sanggel, juru bicara warga petani Kalasey II, saat dikionfirmasi Anekafakta.com, Minggu (13/08/2023).

Menurut Petinggi Mako Brimob itu, untuk pembangunannya tidak ada masalah lagi dengan lahan tersebut, karena telah dilakukan sosialisasi dan kesepakatan bersama Pemdes dan BPD Kalasey II.
Terkait dengan itu, warga pun dilarang menanam tanaman tahunan atau melakukan aktivitas lainnya di lahan seluas 20 hektare yang diklaim milik Mako Brimob. 

Tak hanya itu, oleh petinggi Mako Brimob, warga petani disuruh untuk mempertanyakan atau mengklarifikasi masalah itu ke Pemdes dan BPD. Buntutnya, warga pun menilai kalau arahan itu merupakan langkah cuci tangan. 

"Kalau memang seperti itu kejadiannya kenapa warga tidak pernah diberi tahu apalagi sosialisasi oleh Pemdes dan BPD. Begitu juga dengan kepada warga petani pemilik lahan dilarang melakukan aktivitas, mana regulasinya. Kami dapat memastikan pengalihan kepemilikan ini merupakan permainan kotor dari oknum-oknum tertentu," tandas Refly.

Kuasa hukum warga petani Desa Kalasey II korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), 7 November 2022, Dr Santrawan Totone Paparang SH MH M.Kn dan Hanafi Saleh SH, saat dikonfirmasi kejadian tersebut menandaskan, apapun bentuk dan alasannya, jalan umum atau pun bangunan wajib serta harus mendapat izin dari pemilik lahan.  

Dikatakan keduanya, Mako Brimob, pihak ketiga atau siapa pun sebelum melakukan aktivitas wajib menunjukkan keabsahan atau bukti-bukti surat kepemilikan. Masalahnya, warga petani sudah terzalimi karena hak-hak mereka diabaikan.

Apalagi tambah keduanya, lahan yang diklaim milik Mako Brimob tidak sepenuhnya benar menyusul timbulnya aksi protes dari para petani. Kejadian seperti ini tidak boleh dianggap remeh, karena untuk membuktikan kepemilikan lahan tidaklah sesederhana atau semudah yang dibayangkan.

"Kalau lahan tersebut sudah beralih kepemilikan, mana bukti pembayaran ganti rugi, mana bukti persetujuan tertulis dan bukti-bukti hukum lainnya serta siapa-siapa yang terlibat. Kalau syarat-syarat hukumnya tidak dapat dibuktikan, saya jamin ada rekayasa," Santrawan dan Hanafi. 

Sekadar diketahui, pembangunan Mako Brimob rencananya dibangun di Desa Kalasey II dengan anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), senilai Rp 180 miliar. 
Sedangkan untuk pelaksana proyek diserahkan kepada PT Brantas Abipraya, sebagai pemenang tender, dengan penawaran Rp 149 miliar.

(Arthur Mumu/Red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama