CORETAN DINDING TOILET UMUM


CORETAN DINDING TOILET UMUM


Oleh : Syahid Widi Nugroho


Kata bijak Al Imam Asy Syafii:
Singa yang enggan keluar dari persembunyian adalah Singa yang sebentar lagi mati kelaparan. 
Anak panah yang enggan lepas dari busur adalah anak panah yang gagal mencapai sasaran.  
Matahari yang berhenti adalah matahari yang kehilangan arti.  
Berhijrahlah! 
Dalam migrasi, Tuhan menyediakan pengganti untuk setiap keindahan yang engkau tinggal pergi. 


Banyak sekali cara mengekspresikan diri. Di antara yang banyak itu salah satunya dengan mencorat-coret dinding toilet umum.  Semua orang menyimpan dorongan untuk eksis di dalam dirinya. Sebagaimana menarik diri, tampil adalah kebutuhan. Hidup yang baik bergantung pada ketepatan keputusan untuk tampil atau menahan diri. Kapan tampil dan kapan menarik diri adalah dialektika internal dengan jenis dorongan khas bagi masing-masing.  Dorongan itu muncul pada momentum yang sesuai dengan tabiat diri. 


Ada tabiat selebriti  yang dorongan untuk eksisnya menjadi penuh seluruh di tengah keramaian. Bagi tabiat artis, keramaian adalah anak tangga menuju popularitas. Dan popularitas adalah ongkos utama  kehidupannya. Penting bagi para artis untuk menjaga ketenaran karena dunia hiburan sangat rapuh di hadapan rating penonton. Sebanyak seorang artis mempunyai daya tarik untuk diminati, sebesar itu dunia hiburan membeli. Harga selebriti sesuai dengan kadar keterkenalannya. Sialnya, dunia hiburan berselingkuh abadi dengan industrialisme. Siapa yang sedang menjadi bintang, dialah corong iklan. 


Ada tabiat agamawan yang eksistensinya klimak saat ia berduaan dengan Tuhan. Di hadapan Sang Maha itu, seluruh dirinya ditampilkan. Suka duka, derita gembira, kelebihan kekurangan dan segenap  talentanya tumpah ruah di hadapan Tuhan. Tidak ada urusan dengan ketenaran, nama baik, jenjang karir, penilaian, dan hal ihwal antar manusia, karena pada akhirnya, semua adalah antara dirinya dan Sang Pencipta. Kalau dia eksis dalam pekerjaan, semata karena Tuhan memerintahnya untuk total bekerja. Kalau ia baik dengan tetangga, itu karena Tuhan menyukainya. Kalau  ia terpaksa kaya, itu sekedar keharusan karena Tuhan bertitah untuk manusia banyak sedekah. Bagi agamawan, semua gairah tampil di depan makhluk punah. Ia hanya ingin naik panggung bila penonton tunggalnya adalah Tuhan. 

Yang lain adalah tabiat pemimpi. Para pemimpi berada di ruang sunyi tempat ia menyendiri. Di tempat itu seluruh dirinya berekspresi. Mereka adalah pemimpi ulung yang ketakutan utamanya adalah berhadapan dengan kenyataan. Dia adalah pemuja rahasia bagi seorang wanita tapi lumpuh seluruh kelelakiannya saat berhadapan dengan wanita idamannya. Dia adalah pembaca puisi cinta paling juara di ruang sepi tapi diam seribu bahasa di hadapan realita yang dia teriakkan. Dia adalah pemaki kelas tinggi di hadapan kesewenangan tetapi tertunduk lusuh di depan tirani kekuasaan. 

Maka di dinding toilet umum dan tempat sunyi sepi, engkau pasti sering melihat pernyataan cinta penuh seluruh jiwa raga tapi merana terpenjara. Juga dukungan untuk tim sepakbola menembus tulang iga tapi tidak pernah membeli tiket masuk stadion untuk menonton. Ada juga tentang caci maki kepada pemerintah, ajakan bersetubuh, curhatan derita, bahkan ada tantangan bertarung secara jantan tapi disampaikan dengan metode kepengecutan.   Semuanya adalah tentang ekspresi para pemimpi yang puncak kengeriannya terjadi ketika ia berhadapan dengan kenyataan. 

Semua coretan itu menusuk dengan buruk kecuali satu yang saya temukan di toilet sebuah terminal pada lebaran yang lalu. Di antara kata-kata kotor itu, 'sarjana' ini mengekspresikan diri. Tulisannya besar tapi tidak kasar. Sederhana,  lugas,  tegas dan bernas: Sarjana ijazahku, transmigrasi  harapanku.


Dinding toilet memang bukan papan yang tepat. Tetapi pilihan toilet sebagai mimbar ekspresi pastilah ingin menjaga martabat dunia pendidikan kita yang dia anggap gagal mencetak dirinya bisa diterima oleh dunia kerja. Dia memilih mengajak teman-temannya sesama pencoret dinding – yang mungkin saja mereka sama-sama sarjana sepertinya – untuk bermigrasi. Bumi ini luas, begitu pesan coretannya. Ayo berhijrah! Di sana Tuhan menyediakan pengganti untuk setiap keindahan yang engkau tinggal pergi. Coretan kalian adalah ekspresi geram yang terpendam dan putus asa yang tertahan. Jangan terlambat! Kalau terus di sini, kalian akan bunuh diri. Ayo transmigrasi. Memang tidak ada jaminan kepastian. Tapi di sana ada pohon harapan. 

Saya berdoa semoga 'sarjana transmigrasi' ini sukses dengan Bu pilihannya. Hijrah dan bepergian bukan pilihan terbaik. Tapi hidup tidak hanya berisi hal-hal yang menurutmu terbaik.  Jadi, tinggalkan kesempitanmu dan jemputlah harapan yang lapang di tempat baru!


(D.Wahyudi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama