Diduga Diserobot Pemprov Sulut, Puluhan KK Desa Kalasey Terancam Kehilangan Tempat Tinggal


Diduga Diserobot Pemprov Sulut, Puluhan KK Desa Kalasey Terancam Kehilangan Tempat Tinggal


ANEKAFAKTA.COM,SULUT, KALASEY II

Sebanyak 60-an Kepala Keluarga (KK) di Desa Kalasey II, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, terancam kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal, akibat imbas penyerobotan lahan yang diduga dilakukan pemerintah provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut).

Masalahnya, sebagian lahan seluas kurang lebih 20 hektare yang digarap warga secara turun – menurun selama puluhan tahun itu, secara diam – diam dihibahkan pemerintah provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) kepada pihak – pihak tertentu untuk didirikan bangunan permanen.

Selain menghibahkan, Pemprov Sulut juga tidak pernah mengganti kerugian kepada warga, dengan asumsi telah mendapatkan keuntungan dari hasil tanaman selama bertahun – tahun.

Sedikitnya ada tiga bangunan permanen bertingkat yang kini berdiri kokoh di lahan tersebut. Ketiga bangunan itu masing – masing markas komando (Mako) Brigade Mobil (Brimob), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratumbusyang dan Politeknik Pariwisata (Poltepar).

Rencananya masih ada tiga bangunan lagi yang bakal dibangun, diantaranya, Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN), Sekolah Polisi Negara (SPN) dan Badan Keamanan Laut atau Bakamla.

Sementara pengakuan beberapa petani penggarap menilai, bahwa hibah lahan merupakan akal – akalan Pemprov Sulut. Itu dibuktikan saat mereka dipanggil menghadiri rapat dengan Pemprov Sulut disertai dengan daftar hadir.

Memirisnya, daftar hadir itu juga yang kemudian dijadikan tameng atau senjata Pemprov Sulut, kalau petani yang hadir telah menyetujui lahan mereka untuk dihibahkan.

"Kami para petani tidak pernah diberikan uang ganti rugi. Kami juga tidak pernah mendapat sosialisasi dan alasan yang masuk akal. Yang terjadi justru tanaman kami dirusak petugas dari kepolisian dan Polisi Pamong Praja (Pol-PP)," ujar petani asal Desa Kalasey Lingkungan IV.

Sumbet resmi yang meminta namanya dirahasiakan, kepada anekafakta.com menuturkan, selain merusak tanaman dan lahan, mereka juga menerima perlakuan kasar dari petugas keamanan. Bahkan dia dan beberapa temannya menjadi korban perlakuan oknum polisi dengan cara menembakkan gas air mata. Akibat penganiayaan itu, para korban mengalami luka lebam di paha, perut dan dada. 

"Kita diperlakukan seperti binatang. Selain menganiaya, makanan kami juga dibuang di Posko Mapalus Kalasey II. Padahal tujuan kami hanya satu untuk mendapatkan keadilan. Masa lahan yang digarap selama puluhan tahun, tiba - tiba diklaim milik Pemprov Sulut," imbuhnya.

Lebih aneh lagi Pemprov Sulut tidak dapat menunjukkan keabsahan kepemilikan lahan. Secara logika lanjutnya, kalau lahan yang mereka garap benar – benar milik Pemprov Sulut, kenapa baru terjadi semasa kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey.

Disebutkan juga semasa kepemimpinan gubernur – gubernur terdahulu tidak pernah ada klaim seperti itu. Bahkan semasa Sulut dipimpin Gubernur G H Mantik, kami diberikan alat berkebun seperti kampak, pacul dan parang untuk menggarap lahan. Selain itu Gubernur Mantik pada tahun 1982 atau semasa kepemimpinan kepala desa Beni Mongisidi, menyerahkan 200 Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada warga sebagai tempat tinggal.

Dia pun mengutip SK Mendagri no 314 THN 1986, menegaskan kepada kepala daerah tingkat 1 dan 2 di sulut  (Panitia pertimbangan  landreform) bahwa tanah bekas hak erfpacht/HGU atas nama Vorponding dikuasai oleh negara, tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah sebagai objek redistribusi dalam rangka pelaksanaan land reform yang selanjutnya direstribusikan kepada para penggarapnya sesuai dngn ketentuannya (Perpres no 244 THN 1961).

SK Mendagri itu memutuskan dan menginstruksikan Gubernur Sulut u.p Kepala Direktorat Agraria Sulut, supaya melaksanakan redistribusi tanah dalam rangka pelaksanaan landreform dan memberikan hak milik atas tanah seluas -+ 2 juta hektar lahan eks HGU di seluruh minahasa, kepada para petani penggarap diatas tanah yang ditentukan dalam Perpres 224/1961 tentang pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian.

"SHP pemprov sulut tahun 1982 menjadi gugur setelah SK Mendagri ini terbit namun pada masa gubernur sulut Olly Dondokambey, terjadi revisi/perubahan SHP pemprov sulut atas tanah di kalasey II," tambahnya.

SEJARAH/KRONOLOGIS  LAHAN DESA KALASEY II YANG DIDUGA DISEROBOT PEMPROV SULUT:

1. Tahun 1932 mayarakat Kalasey menggarap lahan sebagai buruh perusahaan erfpaht, seiring berjalannya waktu warga/buruh diberikan konsesi oleh direksi perusahaan untk menanam tanaman pangan seperti pisang, singkong diantara tanaman industri seperti kelapa, kapuk, karet, oleh karena kurangnya pendapatan/gaji sebagai karyawan/buruh.

2. Konsesi erfpaht beralih ke Hak Guna Usaha (HGU) PD tahun 1966 kemudian berakhir di tahun 1982 dan lahan kemudian dikuasai negara, karyawan/buruh langsung melanjutkan mengelola lahan perkebunan tersebut.

3.Tahun 1982 warga diberikan 200 Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk tempat tinggal oleh Gubernur Sulut G M Mantik bersama Hukum Tua Kalasey, Beni T Mongisidi ditambah pemberian peralatan berkebun dan menginstruksikan supaya warga mengelolah lahan yang dimaksud berdasarkan Surat Keputusan (SK) menteri dalam negeri (Mendagri) pada tahun 1986.

4. Klaim Surat Hak Pakai (SHP) oleh Pemprov Sulut tanpa ada pemberitahuan atau sosialisasi atau bahkan pengukuran tapal batas SHP Pemprov Sulut.

5. Tahun 2013 muncul hibah dari Pemprov Sulut untuk Polda/Mako Brimob langsung ada pembangunan markas dan Rusunawa untuk Anggota Brimob.

6. Tahun 2017 hibah ke RSUD Ratumnyusang seluas 6 hektare saat ini sudah dibangun RSUD petani yg terdampak diberikan kompensasi atas tanaman.

7. Tahun 2018 hibah ke Bakamla. Dlm proses mediasi oleh pihak pemprov menyatakan bahwa ini merupakan institusi terakhir yang akan dibangun di Kalasey, dan diwaktu rapat/sosialisasi absensi/ warga yang hadir dijadikan dasar bahwa warga melepaskan objek tersebut dan mendukung program pemerintah di Desa Kalasey.

8.Tahun 2021 hibah ke Poltekpar 20 hektare tanpa ada mediasi/sosialisasi terkait hibah tersebut. Puncaknya pada tanggal 7 November 2022 terjadi aksi perlawanan antara warga dengan aparat yang datang mengawal alat berat untuk penggusuran.

9. Tahun 2022 hibah ke Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) dalam proses mediasi dengan warga yang terdampak.
10. SHP Pemprov Sulut baru diketahui masyarakat pada tahun 2021.

Kepala Biro (Karo) Hukum Sekretariat Pemerintah Provinsi (Sekprov) Sulut, Flora Krisen, saat dikonfirmasi menegaskan kalau penyerobotan tidak mendasar. Menurut dia, langkah yang dilakukan Pemprov Sulut telah melalui mekanisme dan sudah sesuai ketentuan. 

Dijelaskan Flora, hak untuk menghibahkan ke pihak – pihak adalah kewenangan Pemprov Sulut dan itu sudah dilakukan sesuai mekanisme. Begitu juga ganti rugi, telah dibicarakan dalam pertemuan – pertemuan dan sudah ditetapkan melalui pihak penerima hibah (khususnya untuk lahan pembangunan Poltekpar-red)

"Terkait tiga bangunan adalah hasil hibah Pemprov ke masing – masing pihak yang membutuhkan untuk kepentingan umum. Jadi tidak ada unsur merugikan masyarakat karena kompensasi sudah diatur sesuai mekanisme," katanya.

Dijelaskan juga kalau pihak penerima hibah untuk pemanfaatan lahan menjadi hak penerima dalam menetapkan status alas haknya, sehingga bilaman ada lokasi yang sudah mempunyai alas hak (pemisahan dari SHP induk milik Pemprov) maka akan bertindak hukum atas penguasaan tanahnya.

Lebih jauh Flora menjelaskan kalau asumsi hibah merupakan akal – akalan adalah pendapat sepihak. Menurut dia, tidak mungkin Pemprov Sulut bertindak seperti mafia untuk  mengakali rakyatnya.

"Tindakan yang dilakukan Pemprov Sulut adalah guna kepentingan umum dalam menata pemanfaatan lahan di atas alas hak milik Pemprov Sulut, dengan tidak menyusahkan masyarakat karena tujuannya untuk kepentingan daerah dan masyarakat," ujar Flora. 

Begitu juga dengan besaran kompensasi sudah pernah dibahas di beberapa pertemuan (khususnya utk hibah Poltekpar). Sebaliknya dalam proses kompensasi masyarakat sendiri yang tidak mau menerima ganti rugi, meski ada juga sebagian masyarakat yang menyetujui program Pemprov Sulut.

Menyangkut kehadiran Pol-PP hanya mengamankan bersama pihak berwenang dan tidak ada pengrusakan, perbuatan kasar ataupun penganiayaan seperti yang diberitakan. Sedangkan untuk penembakkan gas air mata merupakan bagian dari prosedur tetap (Protab) pengamanan dan penertiban pihak berwenang.

Perlu diketahui bahwa Pemprov Sulut telah menghibahkan lahan seluas 21 hektare kepada masyarakat seputaran Desa Kalasey II, dan sejak 2022 telah berproses penerbitan sertifikat kepada masyarakat oleh Badan Pertanahan Negara (BPN).

"Ini sudah dilakukan Pemprov, tetapi sebagian pihak menutup mata dan telinga. Dimasa kepemimpinan gubernur sebelumnya sudah pernah dicanangkan, dan Olly Dondokambey – Steven Kandou (ODSK) hanya melanjutkan program penggunaan dan pemanfaatan lahan di atas alas hak milik Pemprov Sulut," jelas Flora.


(Arthur Mumu/Red)



Ket Foto:

Seorang nenek selamatkan Cabe  yang ditanamnya di Desa Kalasey Dua 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama