Prof Jaya Suprana, Dr.Muhammad Taufik SH.MH, Brigadir Heru Wibowo Hadir Sebagai Saksi Ahli Roy Suryo
ANEKAFAKTA.COM,Jakarta
Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Roy Suryo kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Agenda sidang dengan menghadirkan 3 (tiga ) orang saksi ahli, yaitu Prof.Jaya Suprana saksi ahli kebudayaan, saksi ahli kedua bidang ITE transaksi elektronik, ahli pidana formil dan materil yaitu, Dr, Muhammad Taufik SH. MH, dan saksi ahli ketiga adalah Brigadir Heru Wibowo selaku ahli perbal dan lisan. Kamis (8/12/2022).
Dalam kesaksiannya Jaya Suprana mengatakan, "Saya sangat berterimakasih kepada majelis hakim yang betul - betul menunjukkan empatinya terhadap kaidah - kaidah hukum yang berlaku. Jaksa ternyata tidak mengajukan pertanyaan terhadap saya. "Saya datang kesini cuma satu dengan tujuan meringankan tuduhan terhadap Roy Suryo, memohon kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum untuk mempertimbangkan nilai - nilai kemanusiaan terhadap Roy Suryo, dan saya menghimbau jangan menghakimi seseorang, karena kemanusiaan adalah mahkota peradaban."jelas Jaya Suprana.
Semua manusia punya batas ketersinggungan, disini kita jangan mempermasalahkan perihal hukumnya, tapi saya meminta dan memohon kepada pihak Umat Buddha untuk merapihkan rasa welas asih kepada semua umat."tutur Jaya Suprana saat ditemui para awak media.
Saksi ahli bidang ITE transaksi, elektronik, ahli pidana formil dan materil Dr.Muhammad Taufik SH.MH menjelaskan, ada tiga hal yang saya catat satu tentang kecukupan alat bukti, itu kalau menggunakan undang - undang ITE, karena undang - undang itu undang - undang khusus termasuk yang disebut asli itu pada saat diakses. Jadi kalau screenshot atau fhoto copy itu namanya duplikasi tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti."jelas M, Taufik.
Kemudian yang kedua kalau mereka mendasarkan pada keonaran dengan mendasarkan pasal 15 undang - undang nomor 1tentang peraturan pidana itu tidak relevan, karena apa yang namanya onar itu jajahan jaman Belanda. Apakah barang buktinya pelaku, apakah barang buktinya pelapor atau barang buktinya penyidik. Bisa saja kalau tadi ada pertanyaan bahwa yang disampaikan Roy Suryo itu editan, yang berati itu kan bukan miliknya pelapor bukan miliknya terlapor. Tetapi pilihan positif itulah yang disebut sebagai korupsion.
Yang ketiga adalah peradilan itu kenapa disebut benteng terakhir keadilan, karena disinilah orang merdeka terbuka mendapatkan hak - haknya, itu bukan hanya korban kejahatan pelaku. Yang melakukan kejahatan juga berhak mendapatkan keadilan - keadilan, apa yang di sebut dulu proses outlood, ya itulah tidak boleh mempidanakan seseorang dengan melanggar hak - hak seseorang.
Yang ke 4 bukan sistem peradilan pidana tapi ini sistem pengendaraan. Jadi kalau memenjarakan itu buktinya apapun boleh, yang penting orangnya masuk penjara. Sekarang ini aliran hukumnya menggunakan hukum progresif, hukumnya bukan hukum positif lagi, tapi hukum represif."tandas M.Taufik.
Tim kuasa hukum Roy Suryo, Alhamdulillah hari ini dua saksi ahli sangat meringankan klien kami, bagaimana meringankannya, tadi kita lihat pendapat - pendapat mereka, intinya persidangan hari ini menguntungkan bagi kami, dan kita lihat saja nanti hasil diakhir." tutur tim kuasa hukum.
Namun lain halnya untuk saksi ahli yang ketiga, Brigadir Heru Wibowo sebagai saksi ahli pidana Perbal dan Lisan sangat tegas dan lugas dalam menjawab pertanyaan dari tim kuasa hukum Roy Suryo yang sangat memojokkan saksi ahli dengan pertanyaan - pertanyaan yang memutar balik fakta, namun saat tim awak media ingin konfirmasi kepada Heru Wibowo, Heru tidak bersedia untuk menjawab pertanyaan dari para awak media dengan alasan ini kan membawa instansi pemerintahan jadi saya tidak bisa memberikan pernyataan apapun."jelas Heru.
Herna Sutana SH, selaku tim kuasa hukum Organisasi Dharmapala Nusantara mengatakan, terdakwa tidak ada sikap menyesali atas perbuatannya. "Kami selaku pelapor sudah sangat tepat upaya hukum dilakukan untuk membuat efek jera dan juga menjadi sebuah pembelajaran buat para pengguna medsos yang lainnya. Dengan terdakwa tidak menyesali perbuatannya bahkan selama persidangan. "Kami melihat terdakwa ini masih sangat arogan, ya sudah sepantasnya di berikan hukuman yang maksimal supaya kedepannya bisa lebih bijaksana dalam menggunakan media sosial."tandas Herna Sutana.
(Antoni/Red)
Posting Komentar