Catatan Akhir Tahun 2022 : Save Industri Sawit Nasional dari Mafia Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun
ANEKAFAKTA.COM,Jakarta
Jalinan Ranting Pemerhati Lingkungan dan Pengelola Limbah Industri (JARING PELAPIS) bersama Laboratorium Kedaulatan Pangan dan Agribisnis Kerakyatan (Lab. KPAK) Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) Unit Riau juga para nelayan di Geniot, Purnama, Selinsing Kota Dumai, Pemuda Batak Bersatu (PBB) Kota Dumai, Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan B3 Indonesia (AMPHIBI) mengadakan aksi ‘Catatan Akhir Tahun 2022’ dengan isu ‘Save Lingkungan dan Industri Sawit Nasional Dari Mafia Pengelolaan Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun’ di Kota Dumai Provinsi Riau.
“Kepentingan sesaat dari kejahatan lingkaran mafia pengelolaan limbah dan bahan berbahaya beracun bisa berdampak negatif pada stabilitas ekonomi nasional dari hulu sampai hilir mulai dari harga yang tidak layak di tingkatan Petani dan lingkarannya, sampai dampak PHK ( Pemutusan Hubugan Kerja ) jutaan tenaga kerja yang bekerja di industri sawit. Kita tinggal menunggu bom waktu akan ada dampak kesehatan yang buruk bahkan indikasi ada cacat genetik kedepannya akibat carut marutnya pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan limbahnya yang tidak benar. Industri sawit nasional perlu sama sama kita jaga agar menjadi industri yang ramah lingkungan.” jelas Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau Sahat Mangapul Hutabarat.
Sementara itu, Kelompok PETANI Gambut, Mangrove & Nelayan Sei Geniot, Kelompok Petani & Nelayan di Lubuk Gaung, di Pelintung dan di Selinsing, mengeluh perihal semenjak hadirnya industri Refinery Factory yang ada disekitar mereka bertempat tinggal dan mencari nafkah sebagai nelayan, yang berdampak terhadap hasil tangkapan ikan yang mereka peroleh jauh dari hasil tangkapan sebelum adanya industri disekitar mereka. Hal ini dikarenakan daerah pesisir yang biasanya tempat mereka beraktifitas, terganggu ekosistem lingkungannya dimana area bibir pantai sebagian sudah masuk area Pabrik Refinery yang digunakan perusahaan sebagai dermaga untuk memuat dan membongkar barang kebutuhan industri teersebut. Kehadiran industri didaerah sekitar mereka, ekosistem biota laut dan mangrove untuk hidup dan berkembang biak merupakan tempat biota laut seperti ikan, kepiting, dan udang mencari makan di area mangrove sudah sangat terganggu dan tercemar.
JARING PELAPIS mengatakan Dinas Lingkungan Hidup sebagai instansi penyelenggaraan dan pengelola lingkungan hidup yang diberi wewenang dalam menjalankan fungsinya sebagai pembinaan dan pengawasan tidak sepenuh hati menjalankan tugasnya. Kasus – kasus Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun dan Limbahnya di Kota Dumai, Provinsi Riau seperti kasus – kasus sebelumnya hampir tidak pernah di umumkan secara terbuka ke publik bagaimana proses penyelesaiannya bahkan hampir tidak pernah terdengar sampai pada keputusan pengadilan.
Dalam catatan JARING PELAPIS ada beberapa kasus di tahun 2022 di Kota Dumai antara lain :
1. Kasus dugaan terjadinya pencemaran Lingkungan pada bulan Juli 2022 di PT.NAGAMAS PALMOIL LESTARI dikawasan PELINDO Dumai.Ketika pengambilan sample dilokasi tercemar, pihak pengadu tidak dilibatkan untuk bersama-sama melihat langsung kelokasi untuk dibawa diuji Laboratorium kepada lembaga indenpendent penguji yang sudah terakreditasi standar Nasional .Hingga saat ini proses penyelesaian belum tuntas dan tidak dipublikasikan.
2. Kasus pencemaran lingkungan 19 Oktober 2022, dimana perusahaan pengangkut (Transporter) PT.GEMA PUTRA BUANA dengan nomor Polisi B 9501 AU dengan tujuan PT.SARI DUMAI OLEO Lubuk Gaung - Kota Dumai yang bermuatan kimia yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun HCL konsentrasi tinggi 32% bocor dan tertumpah di Jl.Cut Nysk Dien , Kel.Purnama kota Dumai. Apabila terkena langsung HCL bisa berdampak kesehatan bagi manusia , mengakibatkan luka bakar, kerusakan organ pernapasan, iritasi kulit dan iritasi pada mata .Walaupun kasus dimaksud sudah ditangani oleh DLH Dumai dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera, namun hingga saat ini proses penyelesaian belum tuntas dan belum ada penjelasan terbuka ke publik.
Padahal dalam Undang – undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 Bab II Pasal 2 dan 3 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas : Tanggung jawab negara, Kelestarian dan berkelanjutan, Keserasian dan keseimbangan, Keterpaduan, Manfaat, Keadilan, Keaneka ragaman hayati, membayar Pencemaran, Kearifan lokal, dan seterusnya. Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009 Pasal 74, pejabat pengawas Lingkungan hidup berwenang ; 1.) Melakukan pemantauan., 2.) Meminta keterangan., 3.) Mengambil sampel., 4.) Memeriksa alat instalasi., 5.) Memeriksa alat transportasi terhadap setiap orang atau badan usaha yg menjalankan aktifitasnya yang menghasilkan limbah industri, baik Limbah B3 maupun Limbah non B3.
“Perusahaan industri yang melakukan aktifitas di Kota Dumai kurang menerapkan pengelola lingkungan hidup sebagai upaya sistematis dan terpadu sesuai dengan ijin permohonan AMDAL, UKL – UPL yang diajukan perusahaan sebelum beroperasi. Karena sering terjadi dari corong boiler pabrik, keluar partikel berwarna abu – abu kehitaman, terbang keangkasa dan menyebar sesuai arah hembusan angin yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat sekitar, dengan indikasi menghirup udara bercampur abu sangat halus, masuk melalui hidung, bau yang tidak sedap, bisa berakibat iritasi kulit, kanker, batuk – batuk, pencernaan dan pernafasan terganggu. Apalagi dalam menjalankan aktifitasnya, boiler perusahaan menggunakan batubara sebagai energi yang sangat tidak ramah Lingkungan. Disamping itu dalam pengelolaan Limbah B3 khususnya, mulai dari pengangkutam sampai ke perusahaan pengumpul maupun pemanfaat, terkadang tidak sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan UU Nomor: 32 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 101 tahun 2014 dan PP Nomor: 22 tahun 2021. Dalam PP Nomor: 22 tahun 2021 perihal penyelenggaraan pengelola Limbah B3 dalam melakukan pengangkutan Limbah B3, pihak perusahaan pengangkut wajib : 1.) Menggunakan manifest elektronik (pasal 314)., 2.) Melaporkan pelaksanaan pengangkutan Limbah B3., 3.) Menginformasikan tujuan akhir pengangkutan., 4.) Memberikan bukti serah terima Limbah B3 dari pengumpul atau pemanfaat., 5.) Setiap kendaraan yang terdaftar dalam rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK), wajib memasang GPS dan menghubungkan GPS Tracking ke dalam sistem pelacak "SILACAK" yang ada di KemenLHK. KTT G – 20 baru – baru ini di Bali yang di pimpim Presiden Jokowi tujuannya mengedepankan skema bisnis untuk menahan laju perubahan iklim. Prakteknya di industri sawit nasional dan multinasional khususnya di Kota Dumai masih merugikan kelompok masyarakat yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil. Masyarakat di lokasi tersebut telah mengalami dampak krisis iklim akibat praktik buruk industri sawit korporasi multinasional. Oleh karenanya kami yang tergabung dari JARING PELAPIS bersama Lab. KPAK PETANI Unit Riau juga para nelayan di Geniot, Purnama, Selinsing Kota Dumai, PBB Kota Dumai, AMPHIBI berharap bisa duduk bersama dengan pihak Pemerintah Kota Dumai, perusahaan penghasil limbah industri, perusahaan pengumpul limbah B3 dan perusahaan pemanfaat / recycle guna bersinergi mencari solusi terbaik terhadap penerapan penyelenggaraan dan pengelola Lingkungan hidup sesuai dengan : UU Nomor: 32 tahun 2009, PP Nomor: 101 tahun 2014, PP Nomor: 22 tahun 2021, Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor : 6 tahun 2021, Permen LHK Nomor : 19 tahun 2021.” tutup Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau Sahat Mangapul Hutabarat.
-. Laporan : Lab. KPAK PETANI Unit Riau.
-. Redaktur : Departemen Propaganda – Dewan Pimpinan Nasional PETANI.
-. Editor : Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional PETANI.
Posting Komentar