Aktivis, Politisi dan Reputasi

Aktivis, Politisi dan Reputasi

Oleh Mas Solehudin, Pembelajar di Program Pascasarjana Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Presidium Jaringan Intelektual Banten (JIB)


ANEKAFAKTA.COM,Banten


Saya selalu menaruh hormat kepada setiap temen, kawan, dan saudara yang bercita cita menjadi politisi. Karena menjadi politisi itu harus siap banting dan harus menjadi raja tega. Begitu omongan banyak orang kepada saya.

Saya selalu bergidik bila menyimak perjuangan kawan kawan untuk mendapatkan nomor urut menjadi bacaleg. Kadang harus berdarah darah. Bertarung dengan kawan sendiri. Sikut sana sikut sini. Bahkan tonjok sana tonjok sini. Itu pun hasilnya belum tentu sesuai harapannya.



Jangan pun menjadi politisi, baru menjadi aktivis saja godaannya sudah mantap banget.

Kalau kurang kurang iman mah pasti akan terjerembab. Alih alih ditolongin atau dibantuin kalau ada masalah, malah banyak yang nunggu moment kita terpeleset.

Menjadi aktivis keren banget di era 30an, 40an, 50an, 60an, 70an, 80an, 90an bahkan sampai era sekarang pun masih keren banget. 

Status aktivis menunjukan strata sosial elit di kalangan masyarakat. 

Posisi posisi strategis di tingkat Desa, Kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan nasional selalu terbuka buat kalangan aktivis.

Karena aktivis memiliki akses yang lebih atau karena dibuka akses tertentu untuk kalangan aktivis. 

Politisi politisi bangsa hampir 70 persen dari kalangan para aktivis. Karena memang seharusnya mereka mendapatkan porsi lebih bila dibandingkan dengan kawan kawan yang hanya mengandalkan nama besar babenya dengan segepok duit buat mendapat nomor urut jadi.

Menjadi aktivis memerlukan proses panjang. Bukan sekedar paham tehnis berorganisasi. Bukan sekedar pandai mengkritik, mengkritisi, menghujat, dan mencaci maki. 

Menjadi aktivis haruslah memiliki Pandangan Dunia, wawasan Ilmu dan skill skill khusus.

Menjadi aktivis tanpa modal Pandangan Dunia, Wawasan Ilmu dan skill khusus akan sulit mengikuti irama pergerakan. 

Dunia pergerakan itu kejam kawan. Karena disitulah pertarungan sesungguhnya. 

Cobalah tengok sejarah pertarungan awal awal penetapan dasar negara kita. Begitu dahsyat dan penuh jebakan jebakan yang menghujam. 

Tiga tokoh bertarung, Seokarno dengan Ideologi Nasionalisme, Karto Soewirya dengan ideologi Islamisme dan Samaun dengan ideologi Komunisme. 

Yang lucunya, ketiga orang ini merupakan teman satu kost-an dan memiliki mentor politik yang sama yaitu HOS Cokroaminoto.

Begitu pula ketika pertarungan lanjutan di majelis konstituante yang menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, Antara PNI, Masyumi, NU dan PKI. Pertarungannya sungguh membikin bulu kuduk berdiri. Perdebatannya sangat ideologis namun penuh rasa persaudaraan.

Moh Natsir secara ideologi diametral dengan DN Aidit namun pasca debat masih bisa duduk ngopi bareng.

Soekarno yang begitu berkharisma sangat menghargai jasa jasa Moh Natsir karena kegigihan beliau dalam upaya mosi integral  yang kemudian kita kenal dengan mosi integral natsir. 

Yaitu sikap politik dari Partai Masyumi yang ingin mengembalikan kembali bentuk negara Indonesia dari RIS bentukan belanda ke dalam bentuk Negara Kesatuan Negara Republik indonesia (NKRI). Sehingga berkat jasa itulah moh Natsir menjadi Perdana Menteri RI.

Begitu para politis dulu berjuang. Dengan penuh idealis dan penuh iman.

Tapi harus diingat, semangat berjuang seperti itu tidak tumbuh ujug ujug namun sudah harus ditanamkan sejak beliau beliau menjadi aktivis. 

Sebutlah Soekarno, Natsir, KH Wahid Hasyim, KH Tb Achmad Chotib semuanya menjalani proses  sebelum menjadi politisi yang memiliki reputasi. 

Mereka semua Berjibaku. Bahkan berdarah darah. Memang sunnatullihnya mengajarkannya seperti itu.

Anda jangan berfikir bisa mendapatkan reputasi dan prestise bila cuma modal selembar kertas ijazah S1, S2 dan S3 atau sertifikat pelatihan doang tanpa berdarah-darah berjuang.

Reputasi itu tidak bisa dibeli dengan duit segepok. Prestasi itu tidak bisa diwariskan. Tapi anda sendiri yang harus berjuang. 

(Dwi Wahyudi/Red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama