Sambut Tahun 2022, Kementerian LHK Tingkatkan Antisipasi Karhutla
JAKARTA,anekafakta.com
Berbagai upaya terus dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) dalam pengendalian
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tanah air. Sepanjang tahun 2021,
upaya yang dilakukan telah menuai hasil yang menggembirakan, di mana
tingkat karhutla bisa ditekan sehingga bencana kabut asap bisa dihindari.
Namun demikian, upaya pencegahan harus terus ditingkatkan, mengingat
bencana karhutla dinilai masih berpotensi terjadi. Banyak hal yang
mempengaruhi hal ini. Di antaranya karena faktor alam, di mana potensi
hujan pada tahun 2022 diprediksi lebih rendah dibanding tahun 2021.
Demikian salah satu arahan yang disampaikan Dirjen Pengendalian Perubahan
Iklim (PPI) KLHK RI, Laksmi Dhewanthi dalam sambutannya pada
Rapat Koordinasi Evaluasi Pengendalian Karhutla Tahun 2021 dan Antisipasi
Karhutla Tahun 2022, yang digelar secara hybrid, Kamis 30 Desember 2021.
Rakor dipandu Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian LHK Basar
Manullang dan diikuti segenap jajaran di lingkungan KLHK dan instansi
terkait, di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Ikut serta dalam rakor ini sejumlah Kepala
Pelaksana BPBD dan Kepala Dinas LHK sejumlah provinsi di tanah air.
Rakor ini juga menghadirkan pakar karhutla, Bambang Hero Saharjo
dari IPB.
Dikatakan Laksmi, dalam upaya pengendalian Karhutla, seluruh jajaran
pemerintah berpijak kepada Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Di mana di dalamnya
mengatur penugasan untuk setiap Kementerian dan Lembaga serta Kepala
Daerah agar aktif melakukan upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
sesuai dengan mandat serta tugas dan fungsi masing-masing.
"Presiden selalu menekankan pentingnya peningkatan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan melalui konsolidasi dalam penanganan karhutla
secara menyeluruh oleh seluruh pihak mulai dari pusat ke daerah,"
terangnya.
Dari hasil monitoring hotspot hingga 29 Desember 2021, ditemukan
1.385 titik. Angka ini turun 52,5 persen bila dibandingkan tahun 2020, di
mana ketika itu ditemukan ada sebanyak 2.919 titik panas.
Karhutla terluas berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat, Kalimanan Barat, Papua dan Riau. Namun khusus untuk Papua dan
Riau, telah terjadi tren penurunan yang signifikan. "Alhamdulillah,
sejak tahun 2020 hingga 2021 tidak ada lagi bencana kabut asap yang
selama ini kerap mencoreng nama baik Indonesia di mata negara lain,"
tambahnya.
Sementara untuk menghadapi tahun 2022, sesuai hasil monitoring BMKG,
kondisi ENSO La-Nina cenderung menunjukkan terjadinya pelemahan hingga
moderat. Kondisi ini diprediksi akan berlangsung hingga Mei-Juni-Juli
2022.
Pada saat itu, sebanyak 93,27 persen wilayah Indonesia sudah masuk musim
hujan. Wilayah yang sedang mengalami musim hujan meliputi Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Pulau Bangka, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DIY, sebagian besar Jawa Timur, sebagian besar Bali, sebagian
besar NTB, sebagian besar NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Utara, sebagian Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, sebagian
Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan bagian selatan - utara, Sulawesi
Tenggara bagian selatan - barat, Maluku Utara, dan Maluku.
"Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus bagi kita, dalam rangka
mengantisipasi terjadinya karhutla," ingatnya.
TMC Berdampak Signifikan
Lebih lanjut, Laksmi menjelaskan, hingga sepanjang tahun 2021, pihaknya
telah melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
dengan paradigma baru disertai upaya perbaikan sistem pengendalian
karhutla. Di antaranya penyebarluasan keberadaan titik hotspot sebagai
indikator kemungkinan terjadinya karhutla. Pemantauan dilakukan dengan
menggunakan satelit Terra-Aqua MODIS, NOAA20, SNPP serta Landsat-8 yang
bisa dimonitor melalui website: sipongi.menlhk.go.id.
Selain itu peningkatan juga dilakukan pada intensitas dan jangkauan
Patroli Mandiri dan Patroli Terpadu Pencegahan Karhutla yang dilakukan
Kementerian LHK bersama instansi terkait seperti TNI-Polri, Polisi
Kehutanan/ PPNS, aparat desa/ tokoh masyarakat/ Masyarakat Peduli Api,
dan LSM/ media.
Sepanjang tahun 2021, patroli ini telah menjangkau 1.437 desa rawan di
provinsi-provinsi rawan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jabalnusa,
Sulawesi, Maluku dan Papua.
Upaya lain adalah perbaikan dan penataan ekosistem gambut dengan
meningkatkan sistem pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) melalui
teknologi pada kawasan gambut.
Begitu juga dengan pemberian sanksi tegas baik berupa sanksi
administratif, perdata dan pidana kepada para pembakar hutan yang terus
ditingkatkan dengan mempedomani Kawasan Hutan Lindung Gambut yang telah
ditetapkan Pemerintah/KLHK.
Salah satu program yang memberikan dampak signifikan, adalah dengan
meningkatkan intensitas dan jangkauan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca
(TMC) yang bekerja sama dengan BPPT, BNPB, TNI AU, BMKG, Satgas Dalkarhutla Provinsi dan mitra usaha.
"Hasil TMC ini kita rasakan berdampak signifikan terhadap penambahan
curah hujan untuk membasahi lahan gambut. Secara umum, dengan TMC ini
telah terjadi persentase penambahan curah hujan di beberapa daerah,"
tambahnya.
Di antaranya di Provinsi Riau di mana curah hujan naik mencapai 62 persen
dari curah hujan historis sepanjang tahun 2011-2020. Begitu pula di Jambi
yang naik 60 persen, Sumatera Selatan 65 persen dan Kalimantan Barat 44,3
persen. Capaian ini dirasakan penting, mengingat beberapa provinsi
tersebut dinilai rawan karhutla.
Selain itu, pihaknya juga terus meningkatkan peran serta masyarakat dalam
Pengendalian karhutla melalui Pembinaan Masyarakat Peduli Api Berkesadaran Hukum
(MPA-Paralegal). Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan BNPB, TNI,
POLRI, Pemerintah Daerah dan Desa serta anggota masyarakat.
Pada tahun 2020 dilaksanakan pada 12 desa di 6 provinsi: Riau, Jambi,
Sumsel, Kalbar, Kalteng, dan Jabar. Pada tahun 2021 program ini
dilaksanakan di 7 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalsel,
Kalteng dan Jabar.
"Dapat dikatakan kegiatan ini tergolong efektif digunakan sebagai salah
satu upaya menuju solusi permanen dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Diharapkan pada tahun 2022 ini, dapat dilanjutkan dan diperluas pada
desa-desa lainnya," terang Laksmi.
Upaya lain yang dilakukan pihaknya adalah dengan meningkatkan kerjasama
regional dan internasional. Di antaranya ASEAN Agreement
on Transboundary Haze Pollution (AATHP) - Penyelenggaran COM/ COP dan TWG
– MSC dan pelaksanaan kerja sama bidang pengendalian karhutla lainnya (ITTO,
GCF, SUPA, JICA dan KFS).
"Hasilnya, Indonesia mendapat apresiasi dari negara tetangga (Singapura,
Malaysia dan Brunei Darussalam) atas upaya pengendalian karhutla sehingga
dalam 2 tahun ini tidak ada transboundary haze di regional ASEAN dari
Indonesia," terangnya lagi.
Program lain yang telah ditempuh Kementerian LHK adalah dengan
meningkatkan kapasitas, sarpras dan pendanaan melalui peningkatan
kapasitas SDM, revitalisasi sarana dan prasarana Daops Manggala Agni dan
optimalisasi pemanfaatan anggaran dana desa dan DBH-DR untuk pengendalian karhutla.
"Kita berharap, dari rakor ini kita sama-sama mendapatkan masukan
berharga dalam upaya antisipasi karhutla pada tahun 2022, karena pada
dasarnya antisipasi dan penanganan karhutla sebenarnya adalah tanggung
jawab kita bersama. Bila tidak ada kebersamaan, niscaya akan sulit
mewujudkan penanganan karhutla yang lebih maksimal untuk masa mendatang,"
tambahnya.
Perlu Ditingkatkan
Sementara itu, pakar karhulta Bambang Hero Saharjo, menilai, upaya
pencegahan dan penanganan karhutla di tanah air menunjukkan adanya upaya
perbaikan. Namun demikian, upaya peningkatan tetap harus dilaksanakan.
Senada dengan Laksmi, Bambang juga mengatakan, penanganan karhutla
merupakan tanggung jawab besama, karena ini menyangkut nama baik RI di
mata internasional
"Suka tak suka, mau tak mau, karhutla menjadi musuh bersama karena
mengganggu hak konstitusi warga negara," tegasnya.
Menurut Bambang, berbagai upaya yang telah dilakukan KLHK dalam upaya
pengendalian karhutla di lapangan, sesuai dengan apa yang dilihatnya di
lapangan. Karena itu, ia berharap langkah tersebut tidak berhenti sampai
di titik ini saja.
"Ketika saya ke lapangan, saya melihat berbagai upaya yang dilakukan
KLHK. Saya melihat apa yang disampaikan tadi, ada kesesuaian dengan apa
yang saya lihat di lapangan," terangnya.
Dalam kesempatan itu, Bambang juga memberikan masukan berharga. Di
antaranya meski luas lahan yang terbakar terjadi pengurangan, namun semua
pihak terkait tetap harus memperhatikan sektor lain yang tak kalah
penting. Yakni terkait dengan emisi gas karbon. "Ada daerah yang luas
kebakarannya rendah, tapi emisinya tinggi. Ini juga harus menjadi
perhatian serius bagi kita bersama, karena dampaknya terhadap lingkungan
cukup besar," ingatnya.
Bambang juga memberikan sejumlah catatan. Di antaranya, ia
mengingatkan peran serta pemerintah provinsi dan kabupaten yang harus
ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan dalam upaya pencegahan dan
pengendalian karhutla. "Jangan sampai terkesan selalu tergantung kepada
pemerintah pusat," ujarnya.
Karena itu, ia mengingat pemerintah daerah agar wajib memiliki budget
pengendalian karhutla yang layak, sesuai dengan kondisi di daerah
masing-masing.
"Karena ini menyangkut dengan angggaran, kadang ada daerah yang anggaran
penangananan karhutlanya masih minim. Ada juga yang mengatakan usulan
pemerintah untuk Karhutla ditolak DPRD setempat. Nah, hal yang seperti
ini juga seharusnya lebih diperhatikan," tambahnya.
Bambang juga menekankan, monitoring karhutla harus terus berlanjut dengan
aksi lain. Perlu ketegasan dalam pengendalian karhutla bagi pihak-pihak
yang bertanggung jawab.
"Temuan kami di lapangan, terkadang ada pihak yang mengaku komitmen dalam
mengantisipasi karhutla. Namun ketika ditanya tentang masalah teknik
penanganan di lapangan, mereka malah tak tahu. Ini juga harus ditekankan.
Jangan sampai komitmen itu hanya berupa ucapan saja tapi tidak disertai
aksi yang tegas di lapangan," tutupnya.*
Red/anekafakta.com
Posting Komentar