MEMAKNAI PERISTIWA ISRA MI'RAJ ERA 4.0 Oleh: Dr.Usmar.SE.,MM
MESKI belum ada kesepakatan di kalangan ULAMA tentang kepastian kapan terjadinya peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, yang pendapatnya dapat dijadikan rujukan pasti seluruh umat Islam di dunia. Adapun yang baru disepakati para ulama bahwa peristiwa isra mi'raj tersebut terjadi pada malam hari, namun untuk tanggal hari, dan tahunnya belum ada kesepakatan bersama.
Kita dapat memahami bahwa segala yang bersifat transedental tidak mudah untuk diterjemahkan ke dalam bahasa verbal dan sederhana, karena dia sarat muatan pesan tentang ke Esaan Tuhan dan Kebesaran Tuhan yang disampaikan lewat para Nabi utusannya. Sehingga yang mungkin dapat kita lakukan adalah mempercayai peristiwa transedental itu sebagaimana yang tersurat dalam kitab suci dalam hal ini Alquran.
Di Indonesia kebanyakan masyarakat, mengikuti pendapat yang dikemukakan Al Manshur Faury yang meyakini Mi'raj terjadi pada 27 Rajab tahun ke-10 setelah diutusnya nabi, karena itulah di Indonesia isra mi'raj setiap tahun diperingati pada tanggal 27 Rajab, yang tahun 2021 ini jatuh pada hari kamis, tanggal 11 Maret 2021.
Isra' Mi'raj merupakan salah satu tanda dari kebesaran Tuhan yang ditunjukkan langsung kepada Muhammad, sebagaimana tercantum secara jelas dalam QS. Al-Isra' Ayat 1. dan Surah An-Najm 13-18. Kedua surah itu berbicara diwaktu malam, Al-Isra diartikan memperjalankan diwaktu malam dan An-Najm bermakna bintang, yang hanya dapat dilihat pada malam hari.
Dalam peristiwa Isra' Mi'raj ini, di gambarkan perjalanan Rasulullah SAW pada malam hari dari masjidil haram (Makkah al Mukarramah) ke masjidil al Aqsha (Palestina), kemudian di mi'rajkan (dinaikan dari Masjidil al Aqsha hingga ke atas langit ketujuh) ke Sidratul Muntaha untuk menghadap kepada Allah SWT.
Dan dalam momen peristiwa spiritual yang dialami Nabi Muhammad SAW inilah, lahir perintah untuk mendirikan shalat lima waktu bagi umat Islam.
*MEMAKNAI ISRA MI'RAJ*
Memaknai peristiwa Isra Miraj, jika hanya sebatas nalar rasional, tentu akan sulit memahaminya. Tidak mengherankan akan muncul berbagai pertanyaan, seperti Bagaimana Nabi Muhammad SAW dapat mengatasi gesekan panas yang muncul dari akibat mengendarai hewan buraq yang memiliki kecepatan melebihi kecepatan cahaya, dan mampu lepas dari pengaruh gaya gravitasi bumi ?
Namun dalam konsepsi ke-imanan, basis dari pikiran dan tindakan manusia adalah Percaya, maka peristiwa luarbiasa ini, sebagai bagian dari kehendak dan kuasa ALLAH SWT, bukanlah sesuatu yang mustahil dan wajib di Percaya.
Jadi Isra perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha berjarak sekitar 1.500 Km, dan Mi`raj adalah peristiwa Nabi Muhammad diangkat naik melintasi tujuh lapis langit sampai ke Sidratul Muntaha, yang jaraknya mungkin tidak kan pernah diketahui manusia itu, dapat dilakukan perjalanan pulang pergi dalam semalam, dengan moda transportasi pada era itu, memang sebuah peristiwa luar biasa yang melampaui kemampuan batas pikir akal manusia, namun nyata adanya.
*ISRA MI'RAJ DALAM PERSPEKTIF ERA 4.0*
Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan munculnya superkomputer, Artificial Intelegentia, kendaraan tanpa pengemudi, perkembangan neuroteknologi, editing genetik dan sebagainya itu, telah memungkinkan optimalisasi fungsi otak manusia menembus batas tanpa batas yang terpikirkan, telah memudahkan bagi generasi saat ini untuk memahami peristiwa seperti isra mi'raj.
Adapun hal yang dapat diambil hikmahnya dari peristiwa isra mi'raj bagi generasi era revolusi industri 4.0 adalah, bahwasanya;
pertama, Tidak ada yang tidak mungkin dalam kehidupan ini;
kedua; Kewajiban menjalankan sholat 5 waktu dalam sehari semalam sebagai perintah langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya, adalah contoh perbuatan untuk menjalankan kebiasaan dengan kedisiplinan sebagai komitmen atas sebuah kepercayaan yang dianutnya.
ketiga; Kendati di era revolusi industri 4.0 ini, adalah era optimalisasi fungsi otak, namun saat manusia mengalami kebuntuan dalam olah pikir, dan mengalami tekanan terhebat, maka mengedepankan iman untuk menyapa sang maha pencipta dan penguasa langit adalah solusinya. Sebagaimana yang di alami Nabi Muhammad saat peritiwa isra miraj ini, beliau dalam kesepian dan kegundahan setelah kematian isterinya, dan mendapat tekanan dan hinaan luarbiasa oleh penentang ajarannya, sementara paman yang sering melindunginya pun telah meninggal dunia.
keempat; Sebagai pemimpin harus berani bertanggung jawab sekaligus melindungi terhadap orang yang dipimpinya, jika ada kewajiban yang diprediksi diluar batas kemampuan mereka, seperti dicontohkan Nabi Muhammad, saat memberanikan diri, memohon pada Allah SWT, untuk mengurangi kewajiban Sholat untuk umatnya yang semula 50 kali dalam sehari, menjadi 5 kali dalam sehari.
Kelima; Dengan peristiwa pandemi covid ini, terkadang dibatasi atau bahkan ditutupnya tempat ibadah, tidak perlu menjadikan kita risau, seperti yang pernah ditulis oleh Syaikh Jalaludin Rumi menyatakan dalam puisinya, bahwa "Tak ada tempat yang mampu menampung Kebesaran Tuhan, kecuali hati manusia"
Penulis : Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta / Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional.
Posting Komentar