IMPOR BERAS KEBIJAKAN TAK CERDAS


IMPOR BERAS KEBIJAKAN TAK CERDAS                                                     

Oleh: Dr.Usmar.SE.,MM

Kebijakan rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, selain dalam rangka untuk menjaga ketersediaan stok beras dalam negeri antara 1 juta ton sampai dengan 1,5 juta ton, juga untuk menjaga agar harganya tetap terkendali. 

Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah berencana akan mengimpor beras sebanyak 1 juta Ton.

Memang sampai saat ini Surat Persetujuan Impor (SPI) yang menjadi kewenangan menteri Perdagangan belum diterbitkan. Jika SPI sudah diterbitkan, maka selanjutnya berdasarkan SPI tersebut  Perum Bulog, dapat melakukan Impor beras yang dimaksud.

Namun yang menjadi pertanyaan dimasyarakat adalah apakah rencana kebijakan Impor beras tersebut, benar semata mempertimbangkan hal-hal yang disebut oleh Menko Perekonomian seperti di atas, atau memang ada hal lain yang mungkin hanya beliau sendiri yang tahu ?

Pertanyaan masyarakat tentang rencana Impor beras tersebut, sangatlah beralasan, karena ada beberapa hal di bawah ini, yang menjelaskan justru dua hal yang menjadi alasan impor beras seperti yang disampaikan menko Perekonomian tersebut  tidak terpenuhi,  karena:

Pertama; Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan pada Januari-April 2021 potensi produksi beras akan mencapai 14,54 juta ton, meningkat 26,84% dibandingkan produksi beras di Januari-April 2020 yang sekitar 11,46 juta ton.

Kedua; Penjelasan Kabulog sebagai Badan yang akan melaksanakan Impor tersebut mewakili Pemerintah mengatakan bahwa secara agregat, per Maret tahun 2021 ini stok beras Bulog tercatat 883.585 ton. Angka tersebut terdiri dari CBP 859.877 ton dan beras komersial 23.708 ton. Stok tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan Bulog sebagai Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga atau KPSH dan tanggap bencana sesuai kebutuhan Perum Bulog.

Dan ini dapat dipahami mengingat yang dilakukan BULOG sekarang hanya  penyaluran rutin untuk KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga), tidaklagi menyalurkan beras sejahtera (rastra).

*HISTORI  KEBIJAKAN IMPOR BERAS*
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah Impor Beras Indonesia dari tahun 1998-2019, adalah sbb:

*DAFTAR IMPOR BERAS INDONESIA 1998-2019*
Tahun JUMLAH IMPOR (Dlm Ton)
1998 2.895.118
1999 4.751.398
2000 1.355.666
2001 644.733
2002 1.805.380
2003 1.428.505
2004 1.428.505.7
2005 236.866.7
2006 189.616.6
2007 1.406.847.6
2008 289.689,4
2009 250.473,1
2010 687.581,5
2011 2.750.476,2
2012 1.810.372,3
2013 472.664,7
2014 844.163,7
2015 861.601
2016 1.283.178,5
2017 305.274,6
2018 2.253.824,5
2019 444.508,8


*IRONI NEGARA AGRARIS*
Seperti yang kita ketahui Luas daratan Indonesia mencapai sekitar 1,9 Juta Kilometer persegi, yang potensial untuk ditanam padi dan bahan pangan lainnya.

Tetapi saat kita melihat tabel di atas, data tentang impor beras yang tetap berlangsung dari tahun ke tahun, bahkan di tahun 2021 ini, Menteri Perekonomian merencanakan untuk kembali mengimpor beras sebanyak 1 Juta Ton, semakin meneguhkan ironi negeri agraris yang bernama Indonesia.

Apa yang salah dengan bangsa dan negara ini, hingga harus terjadi hal yang demikian ?

Menurut pendapat saya, kemungkinan jawabannya adalah bergantinya berbagai rezim pemerintahan, yang selalu lantang berteriak tentang konsepsi dan Strategi Ketahanan Pangan, namun berhenti sampai titik puas retorika saja, tanpa berminat secara sungguh-sungguh dan berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan gagasan mulia ini.

*KEBIJAKAN IMPOR MELANGGAR UNDANG-UNDANG*
Sebagai warga negara, kita tentu mempunyai kewajiban moral, untuk secara keras memperingatkan pemerintah, bahwa keinginan dan kebijakan untuk impor beras adalah Kebijakan Tak Cerdas.

Dan ini berpotensi melanggar 2 Undang-undang sekaligus, yaitu : Undang-undang No18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan UU No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani.

Adapun UU No.18 Tahun 2012 yang potensi dilanggar adalah Pasal 36 dan Pasal 39, yaitu sbb:
Pasal 36 UU, yang berbunyi: 
(1)  Impor Pangan hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

(2) Impor Pangan Pokok hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional tidak mencukupi.

(3) Kecukupan Produksi Pangan Pokok dalam negeri dan Cadangan Pangan Pemerintah ditetapkan oleh menteri atau lembaga pemerintah yang  mempunyai   tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan.

Dan Pasal 39, yang berbunyi:
Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan Impor Pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan Petani, Nelayan,  Pembudi  Daya  Ikan,  dan  Pelaku  Usaha  Pangan mikro dan kecil.

Sedangkan UU No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani, potensi dilanggar adalah Pasal 30, yang berbunyi

(1) Setiap Orang dilarang mengimpor Komoditas Pertanian pada saat ketersediaan Komoditas Pertanian dalam negeri sudah  mencukupi  kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan Pemerintah.

(2) Kecukupan kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Adakah upaya culas dibalik kebijakan yang tak cerdas ini ?

Kita tidak ingin berprasangka buruk. Tapi dengan pertimbangan secara rasional dan sederhana saja, bahwa melakukan impor beras saat semua persediaan cukup, adalah suatu pemborosan, minimal dalam konteks biaya penyimpanan di gudang, selain potensi beras menjadi rusak saat lama tidak bisa didistribusikan.

Penulis: Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta / Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional

Eva/Red

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama