Terbukti Tebang Sebanyak 55 Pokok Kayu Jati Merah Secara Ilegal, Kakek Warga Soppeng Divonis Penjara 3 Bulan
Jakarta,ANEKAFAKTA.COM
Tiga orang warga Laposo Niniconang, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan, dinyatakan secara sah dan meyakinkan telah melakukan penebangan sebanyak 55 pokok pohon jenis Kayu Jati Merah atau tektona grandis, secara ilegal di Kawasan Hutan Lindung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak menuturkan, proses penanganan perkara tindak pidana umum di Kejaksaan Negeri Soppeng, sudah sesuai dengan ketentuan. Dan tidak ada upaya kriminalisasi hukum terhadap para pelaku penebangan pohon secara ilegal di Kawasan Hutan Lindung itu.
Hal itu diterangkan Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat menggelar Koperensi Pers di Press Room Puspenkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin malam (22/02/2021).
Konperensi pers itu diikuti juga oleh Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng (Kajari Soppeng) Mohammad Nasir, dan didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Aspidum Kejati Sulsel) Yudi Indra Gunawan.
"Kami menyampaikan penjelasan dan atau klarifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Soppeng pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Yakni tentang penanganan perkara tindak pidana Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) di Kawasan Hutan Lindung, di Laposo Niniconang, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan," tutur Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Dalam perkara ini, sudah ditetapkan sebanyak 3 orang warga sebagai terdakwa. Yakni, Natu Bin Takka sebagai Terdakwa I, Ario Permadi alias Madi Bin Natu sebagai Terdakwa II, dan Sabang Bin Beddu sebagai Terdakwa III.
Mereka didakwa melanggar pasal 82 ayat 1 huruf b atau pasal 82 ayat 2, atau pasal 83 ayat 1 huruf a, junto Pasal 12 huruf d atau pasal 84 ayat 1 juto Pasal 12 huruf f atau pasal 84 ayat 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
"Yang sekarang masih dalam tahap upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Makassar oleh Penasihat Hukum para Terdakwa pada tanggal 19 Januari 2021," ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Dalam penjelasannya, Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng (Kajari Soppeng), Mohammad Nasir menyampaikan, para terdakwa yakni Natu Bin Takka, Ario Permadi alias Madi Bin Natu, dan Sabang Bin Beddu, memasuki Kawasan Hutan Lindung.
Kemudian, mereka melakukan penebangan kayu jenis Jati Merah atau tektona grandis sebanyak 55 pohon.
"Para Terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak berwenang untuk melakukan penebangan terhadap pohon kayu yang berada di dalam Kawasan Hutan Lindung Laposo Niniconang, Kelurahan Bila, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng itu," ujar Mohammad Nasir.
Adapun jumlah barang bukti yang ditebang oleh para Terdakwa sebanyak 55 pohon kayu jati merah. Kemudian sudah diolah menjadi 266 batang balok berbagai ukuran, dengan ukuran panjang minimal 3 meter hingga 11 meter.
Untuk mengusut perkara ini, berdasarkan fakta persidangan telah diperiksa saksi yakni Ketua RT, 2 Saksi dari Polisi Kehutanan, Lurah, Ahli di Bidang Pemantapan Kawasan Hutan, Ahli di Bidang Perijinan Dalam Kawasan Hutan, dan Ahli Kehutanan.
"Berdasarkan fakta tersebut, bahwa benar para Terdakwa melakukan kegiatan menebang pohon kayu di dalam Kawasan Hutan Lindung," jelasnya.
Kemudian, dalam tuntutan pidananya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan penuntutan berdasarkan hal-hal yang meringankan.
Antara lain, Terdakwa I Natu Bin Takka telah berusia lanjut. Dan kayu-kayu tersebut digunakan oleh Terdakwa bukan untuk dijual.
Sedangkan hal yang memberatkan, Terdakwa mengambil kayu jati merah sebanyak 55 pohon dan sudah diolah menjadi 266 potong kayu berbagai bentuk ukuran.
Mohammad Nasir melanjutkan, dengan memperhatikan fakta-fakta hukum di persidangan, dan juga mempertimbangkan faktor-faktor yang meringankan dan memberatkan, serta selama dalam proses penanganan perkara, para terdakwa tidak ditahan.
"Dan mereka dituntut dengan hukuman yang paling ringan yaitu pidana penjara selama 4 bulan. Lalu diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Watan Soppeng dengan putusan 3 bulan penjara," ujarnya.
Itu sesuai Pasal 82 ayat 1 huruf b junto Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"Dan setelah pembacaan putusan pada tanggal 19 Januari 2021, para Terdakwa melalui Penasihat Hukum menyatakan banding," ujarnya.
Mohammad Nasir menegaskan, terhadap perkara ini, Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan kriminalisasi. "Melainkan murni penegakan hukum sesuai Undang-Undang," ujarnya.
Perlu juga disampaikan, lanjutnya, sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Lindung, kawasan itu telah disosialisasikan dan melibatkan Aparat Desa.
"Masyarakat disosialisasikan bahwa Kawasan itu adalah Kawasan Hutan Lindung, dan masyarakat tersebut tidak ada yang keberatan," lanjut Nasir.
Kemudian, para Terdakwa melakukan penebangan kayu di dalam kawasan hutan di luar kawasan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri, dan tidak untuk tujuan komersil. Itu harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang, sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Natu Bin Takka sebagai Terdakwa I, telah lanjut usia. Dan sesuai fakta di persidangan dan keterangan Terdakwa sendiri, ia sendiri yang menebang pohon kayu jati merah sebanyak 55 pohon kayu jati dengan menggunakan mesin chainsaw.
"Bahwa orang tua Terdakwa yang menanam kayu jati di wilayah Kawasan Hutan Lindung tidak dapat dibuktikan oleh Terdakwa Natu Bin Takka," jelas Nasir.
Walaupun d idalam persidangan sudah didatangkan saksi yang meringankan atau a de charge, akan tetapi tidak ada satu pun yang menerangkan bahwa kayu jati tersebut ditanam oleh orang tua Terdakwa Natu.
"Hanya berdasarkan keterangan Terdakwa Natu Bin Takka yang tidak didukung oleh saksi lain," lanjutnya.
Nasir menambahkan, bahwa Terdakwa membayar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), namun sesuai fakta persidangan, berdasarkan keterangan ahli kehutanan menyatakan bahwa SPPT bukan merupakan bukti kepemilikan yang sah.
Konperensi pers Kapuspenkum Kejagung itu dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan pandemi Covid-19 dengan menerapkan 3 M, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan sebelum dan sesudah acara baik dengan air maupun dengan hand sanitizer.JON
Posting Komentar