Bebaskan Aktivis Pejuang Demokrasi Ikut Demo Menolak Omnibus Law, Sayuti Munthe Bukan Penjahat

Bebaskan Aktivis Pejuang Demokrasi

Ikut Demo Menolak Omnibus Law, Sayuti Munthe Bukan Penjahat

Pekanbaru,ANEKAFAKTA.COM

Pada Selasa 23 Februari 2021, Pengadilan Negeri Pekanbaru kembali menggelar persidangan dengan agenda Pledooi atas Dugaan Pengerusakan mobil Satlantas Polda Riau pada aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Omnibus Law tanggal 8 Oktober 2020 lalu, di depan Hotel Tjokro.

Persidangan dipimpin Hakim Mahyudin, didampingi Iwan Irawan dan Basman, masing-masing sebagai Hakim Anggota. Sidang dimulai pukul 14.00 WIB melalui persidangan virtual dengan menggunakan aplikasi Zoom Meeting.

Dalam persidangan, Tim Penasehat Hukum LBH Pekanbaru dihadiri oleh Rian Sibarani, Noval Setiawan dan Christian Hutasoit, telah membacakan pledooi bagi Terdakwa Sayuti Munthe, yang berjudul Terdakwa adalah Pejuang Demokrasi.

Penasehat Hukum dari LBH Pekanbaru, Noval Setiawan mengatakan, terdakwa Sayuti Munthe aktif terlibat dalam berbagai aksi demonstrasi di Riau. Ini sebagai bentuk perjuangannya melihat ketidakadilan dan dirasakan rakyat Indonesia.

"Terdakwa bergetar melihat ketidakadilan, bersuara dan turun ke jalan adalah cara dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa," ujar Noval.

Dalam pledooinya, Penasehat Hukum mengatakan, ada beberapa kasus yang hampir serupa pasca aksi penolakan Omnibus Law hampir di seluruh daerah di Indonesia.

Mengalami banyaknya kerusakan Fasilitas Umum hingga menyebabkan para demonstran diseret ke meja hijau.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Palembang dengan nomor perkara: 1873/Pid.B/2020/PN.PLG, terdakwa juga mahasiswa, berstatus sama dengan Sayuti Munthe, yang juga sedang dalam masa studi perkuliahan, dihukum dengan pidana penjara selama 10 bulan dan dijatuhi Pidana Percobaan 1  tahun dan 6 bulan.

Noval menyampaikan, dalam analisis yuridis dan fakta persidangan yang terungkap, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan terkait atas Dugaan Pengerusakan Mobil Satlantas Polda Riau pada aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Omnibus Law.

Dalam fakta persidangan didapati, bahwa terdakwa tidak saling mengenal dengan para pelaku perusakan mobil PJR Polda Riau saat kejadian berlangsung.

Terdakwa melakukan pelemparan didasari spontanitas karena terdesak oleh tindakan polisi yang menembakkan gas air mata ke arah keramaian setinggi kepala.

 "Terdakwa Sayuti Munthe yang didakwa bersama terdakwa Guntur, dalam berkas terpisah, tidak saling mengenal. Baik sebelum kejadian maupun saat kejadian pengrusakan mobil PJR Polda Riau Berlangsung," ungkapnya.

Sehingga dapat disimpulkan, persekongkolan tidak pernah terjadi antara Sayuti Munthe maupun terdakwa Guntur atau 20 orang lainnya yang belum tertangkap sampai saat ini. Oleh karna itu, unsur secara bersama-sama tidak terbukti.

Selanjutnya, Penasehat Hukum menyakini, unsur bersama-sama dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP dakwaan pertama dan kedua oleh Jaksa Penuntut Umum, tidak terbukti.

"Penasehat Hukum terdakwa mohon kepada Majelis Hakim agar berkenan memutus bebas terdakwa Sayuti Munthe dari segala tuntutan hukum atau vrijspraak," lanjutnya.

Di luar Pledooi Penasehat Hukum, Sayuti Munthe juga mohon kepada Majelis Hakim untuk dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Sayuti Munthe menyampaikan, dirinya menyesal telah melakukan perbuatan itu. Dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi.

"Ia juga meminta Hakim untuk mempertimbangkan masa studi perkuliahan yang sedang dijalani oleh Sayuti Munthe," ujar Noval.

Persidangan ditunda, dan dilanjutkan pada Selasa, 2 Maret 2021 dengan Agenda Pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim  dari Penasehat Hukum Terdakwa.JON

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama