Wartawan diancam Sajam Jelang Pilkada Cianjur, Kondusifitas tak Aman hingga Pencatutan nama LDII
CIANJUR,ANEKAFAKTA.COM
Kabupaten Cianjur menjadi satu dari delapan daerah di Jawa Barat yang menggelar Pilkada Serentak 2020. Segala upaya untuk mensukseskan pesta rakyat dengan menciptakan suasana kondusif terus disosialisasikan menjelang hari pelaksanaan pemungutan suara.
Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat dalam acara peresmian Gedung Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cianjur beberapa waktu yang lalu berpesan, "Saya titip Cianjur tetap kondusif, jangan ada perpecahan, pertengkaran, waspadai berita hoaks yang dapat merusak berlangsungnya pesta demokrasi serta mendo'akan siapapun yang terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati sesuai dengan aspirasi rakyat Cianjur," imbuh sang Gubernur.
Namun upaya menciptakan suasana kondusif di Cianjur tersebut rusak ketika ada sekelompok preman yang diduga sebagai preman bayaran PT. Maskapai Perkebunan Moelia (MPM) mengusir ratusan petani penggarap lahan HGU yang sudah puluhan tahun ditelantarkan oleh PT. MPM.
"Kami diancam, tanaman dan rumah kami dirusak pakai buldoser, kami terusir pak. Dan sekarang saya tidak tau harus bagaimana, kasihan anak-anak kami," ucap seorang petani penggarap dengan wajah masih diliputi rasa ketakutan pada, Kamis (03/09/2020).
Sementara itu, Ujang Mulyana dari warga LDII Cianjur merasa geram karena nama LDII dicatut dan dipasang di spanduk yang dianggap provokatif di lokasi lahan yang telah ber-status quo tersebut. "Saya tidak melihat langsung tapi fotonya telah beredar di medsos, ini bisa pencemaran nama baik, ini upaya memecah belah umat Islam, upaya memecah belah warga Kabupaten Cianjur, upaya menggagalkan Pilkada aman dan damai di Kabupaten Cianjur, polisi harus segera mengusut tuntas kejadian ini," tegasnya.
Bahkan beberapa wartawan yang berusaha menggali informasi terkait meliput dari dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan dengan menampilkan dua sisi dalam pemberitaan (cover both side) di TKP, diduga telah mendapat ancaman senjata tajam dan diusir sebelum masuk lokasi oleh para preman-preman bayaran penjaga lahan di sana.
Salah satu awak media yang turut hadir serta mendapat ancaman saat kejadian itu, Wishnu (37) menerangkan, bahwa insiden itu bermula saat dirinya beserta rombongan wartawan lainnya hendak melakukan konfirmasi kepada pihak PT. Maskapai Perkebunan Moelia (MPM) terkait permasalahan sengketa lahan, Hak Guna Usaha (HGU) dengan para petani penggarap yang kasusnya telah dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) RI.
Salah satu jurnalis yang turut hadir serta mendapat ancaman saat kejadian itu, Wishnu menerangkan, bahwa insiden itu bermula saat dirinya beserta rombongan wartawan lainnya hendak melakukan konfirmasi kepada pihak PT. Maskapai Perkebunan Moelia (MPM) terkait permasalahan sengketa lahan, Hak Guna Usaha (HGU) dengan para petani penggarap yang kasusnya telah dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) RI.
Kendaraan yang membawa belasan wartawan yang terdiri dari berbagai media cetak, online dan elektronik saat hendak melakukan tugas jurnalistiknya di desa Batulawang Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur terpaksa kabur dengan melaju mundur karena ketakutan melihat preman yang diperkirakan berjumlah seratusan orang yang tiba-tiba turun dari atas bukit sambil teriak-teriak kearah rombongan wartawan
Sesampainya di lokasi lahan yang dikuasai PT. MPM itu, yang diketahui masuk dalam wilayah desa Batulawang Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ketika hendak mengambil dokumentasi foto di lokasi untuk kepentingan publikasi pemberitaan, tiba-tiba muncul seratusan 'preman' tersebut yang langsung mengusir para wartawan.
"Mereka langsung turun dari atas bukit sambil teriak-teriak dan kita liat mereka pada bawa parang," kata Wishnu dalam keterangannya di Mapolres Cianjur.
Merasa keselamatannya terancam, ketika itu juga para awak media memilih untuk pergi untuk tidak lagi berada di lokasi. "Ya kita balik kanan setelah mereka mengancam gitu, kita mau kasih tau ke aparat Kepolisian setempat," ujar jurnalis kabardaerah.com itu.
Tiba di Polres Cianjur, saat rombongan wartawan hendak melakukan koordinasi untuk menginformasikan kejadian yang dialami tersebut kepada Kapolres, namun sedang tidak berada di tempat. Lalu awak media diarahkan agar menemui Kasat Reskrim yang diwakili oleh Kepala Urusan Pembinaan Operasional (KBO) Satuan Reskrim.
KBO Satuan Reskrim Polres Cianjur, Ipda Sunaryo, usai mendapatkan informasi dari media, memilih untuk irit bicara dan menerima para wartawan didepan ruangannya. "Itu masalah intern dia yang ada disana. Permasalahan yang rekan-rekan media sampaikan terkait peliputan di sana adalah penanganan internal di sana," kata Sunaryo kepada para wartawan.
Dia juga menampik, bahwa senjata tajam yang dibawa seratusan preman di lahan tersebut belum tentu digunakan untuk melakukan ancaman kekerasan. "Itu kan belum tentu seperti itu. Kan di lahan pertanian membawa (parang) mungkin digunakan untuk bercocok tanam kita kan belum tau, ya," paparnya sambil beranjak pergi.
Diketahui sebelumnya, pada Kamis 27 Agustus 2020, kurang lebih 2.000 petani penggarap lahan di tiga desa yakni Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Desa Sukanagalih Kecamatan Pacet, dan Desa Cibadak Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terusir dari lahan dan rumah mereka yang telah puluhan tahun ditempati. Kini, lahan tersebut diduga sudah dalam penguasaan PT. MPM.
Pantauan media di salah satu lokasi lahan tersebut, tampak atap gapura gerbang dalam kondisi telah dirusak dan akses jalan menuju Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, ditutup pagar bersemen setinggi sekitar dua meter.
Tim
Posting Komentar