Komite I DPD RI Menolak Pilkada Desember 2020, KPK Awasi Anggaran Pilkada
Jakarta,ANEKAFAKTA.COM
Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi kembali menegaskan menolak Pilkada Serentak Desember 2020 yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid 19. Sikap tegas Komite I DPD RI itu diutarakan Senin (24/8/2020) dalam dialog Pilkada di Tengah Pandemi bertempat di Pers Room. Hadir juga dalam diskusi tersebut Mardani Ali Sera anggota Komisi II dari Fraksi PKS, Yanuar dari Fraksi PKB, dan Yustinus pengamat politik.
Senator Fachrul Razi yang merupakan Ketua Komite I DPD RI menyatakan bahwa Komite I sebagai bagian dari masyarakat Daerah dengan tegas menolak Pilkada Serentak dilaksanakan pada Desember 2020 dan menunda pelaksanaannya pada tahun 2021.
"Komite I menolak Pilkada 2020, dan mendukung jika dilaksanakan tahun 2021. Kami juga meminta KPK untuk mengawasi dana daerah yang dipaksakan untuk digunakan untuk Pilkada serta dana bantuan Covid-19 yang berbau politik pilkada," tegas Fachrul Razi.
Ada beberapa alasan penolakan ini: pertama, bahwa Pandemi covid-19 cenderung meningkat dari bulan ke bulan. Berdasarkan data resmi Pemerintah (www.data.covid19.co.id), Peta Epidemilogi (zonasi covid19 di Indonesia) per 17 Agustus menunjukkan peningkatan daerah yang berisiko tinggi terhadap penularan yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Maluku. Selama periode 1 Agustus-21 Agustus 2020 penambahan kasus Positif covid19 rata-rata perhari 1.956 kasus dan meningkat 271 kasus dibandingkan pada bulan Juli dengan penambahan rata-rata 1.685 kasus.
Kedua, Daerah kewalahan dalam menangani covid 19 sementara anggaran pilkada sangat memberatkan dan sangat besar yaitu Rp9,9 triliun (NPHD) dan penambahan anggaran Pilkada dengan protocol covid19 sebesar Rp 4.768 triliun.
Ketiga, Kesehatan masyarakat lebih utama. Banyak penyelenggara yang sudah terpapar covid19 dan akan ada 105 juga lebih Pemilih yangg akan terdampak.
"Jadi tidak ada pengaruhnya demokrasi dan penundaan Pilkada Desember 2020 karena yang utama adalah kesehatan masyarakat, anggaran yang ada jangan hanya digunakan untuk Pilkada, masyarakat masih butuh untuk ekonomi dan penghidupan" tegasnya.
Keempat, Pilkada serentak pada Desember 2020 memberikan kesempatan besar bagi petahana untuk terpilih kembali dengan kendali dan anggaran yang masih dapat dimanfaatkan oleh petanaha, apalagi data terakhir menunjukkan ada 21 daerah yang akan melawan kontak kosong dan ada kemungkinan terus bertambah.
Pilkada Serentak Desember 2020 juga cederung melanggengkan dinasti politik, belum ada jaminan dari Pemerintah bahwa angka penularan covid 19 di daerah menjadi berkurang, jangan sampai Pilkada Desember 2020 ini lebih menguntungkan 270 orang yang maju dalam kontestasi Pilkada dibandingkan dengan nilai manfaat bagi 105 juta lebih pemilih.
Kelima, UU No.2/ 2020 sebenarnya memberikan ruang bagi Pemerintah dan penyelenggara untuk menunda Pilkada pada 2021, akan tetapi ruang ini tidak dimanfaatkan dan dipertimbangkan dengan baik-baik.
Komite I mendesak Pemerintah untuk menjamin pelaksanaan Pilkada Desember 2020 zero korban sebagai bentuk tanggungjawab dan komitmen pemerintah terhadap keberlangsungan demokrasi di daerah dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi anggaran Pilkada serta anggaran penanganan covid-19 agar tepat sasaran serta tepat manfaat ekonomi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Sebagai penutup pernyataannya, Fachrul Razi menyatakan bahwa karena tidak ada jaminan dari pemerintah maka sudah sangat pantas Pilkada di tunda Desember 2020 untuk menjamin kesehatan 105 juta lebih pemilih yang ada di daerah.
Sementara dari Fraksi PKB Yanuar menyatakan bahwa Pilkada adalah instrument terbaik bagi pemilih pemimpin daerah, walau bagaimanapun Pilkada sudah diputuskan Desember 2020 oleh karena harus tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat dan perlu keputusan yang tepat. Bagi daerah merah, pelaksanaan Pilkada dihentikan dan jika memungkinkan, pelaksanaan Pilkada Serentak dapat dilaksanakan. "Kita harus mencari jalan bagaimana caranya agar pencoblosan itu memudahkan Pemilih," katanya.
Semantara Pengamat Politik Yustinus menyatakan bahwa Pilkada Desember 2020 merupakan pilkada yang tidak berperikemanusiaan karena melanggengkan Dinasti Politik. Pilkada merupakan bagian dari nilai kebangsaan kita yaitu nilai-nilai demokrasi. Penyelenggaraan Pilkada 2020 merupakan Pilkada yang penuh keprihatinan karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan, jatuh miskin, dan terpapar covid19.
Kemiskinan bisa menjadi bancakan dalam Pilkada 2020 untuk melanggengkan kekuasaan. Menunda Pilkada Desember 2020 adalah pilihan yang tepat, tidak ada urgensi harus dilaksanakan pada Desember 2020. Keputusan Pilkada Desember 2020 perlu ditarik dan diperhitungkan kembali sebagai bentuk semangat kebangsaan dan menjunjung tinggi demokrasi karena menghadirkan orang banyak di tengah Pandemi tidak berperikemanusiaan.
Dari Fraksi PKS, Mardani Alii Serra menyampaikan bahwa Kita harus fokus pada detailnya terhadap Pilkada Serentak Desember 2020. Dalam UU No.2/2020 memang diberikan keleluasaan untuk menunda Pilkada selain Desember 2020 jika keadaan darurat. Akan tetapi, keputusan Pilkada Desember 2020 dilaksanakan dengan memperhatikan standar WHO, bukan rapid melainkan PCR. Saat ini hanya DKI yang memenuhi standar WHO untuk PCR yaitu diatas 5%. Seluruh Daerah yang menyelenggarakan Pilkada harus melaksanakan tes PCR dengan standar WHO yaitu 5%. scientific science harus menjadi standar pelaksanaan Pilkada Desember 2020.
Acara diskusi yang diadakan oleh Pers Room DPR RI ini ditutup dengan sebuah sikap bahwa Pilkada Desember 2020 haruslah menjadi ajang demokrasi dan kontestasi politik yang berkeadilan.
Red/anekafakta.com
Posting Komentar