Di Tengah Wabah Virus Corona Masih Terjadi Kriminalisasi Satu Pejuang Agraria Mati Ketika Jalani Penahanan Di Penjara Hentikan Persidangan Tak Berperikemanusiaan

Di Tengah Wabah Virus Corona Masih Terjadi Kriminalisasi

Satu Pejuang Agraria Mati Ketika Jalani Penahanan Di Penjara

Hentikan Persidangan Tak Berperikemanusiaan


Kabar duka kembali menyelimuti perjuangan agrarian dan lingkungan. Satu orang pejuang agraria di Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mati mengenaskan di dalam sel penjara.

Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur menyerukan segera dihentikannya kriminalisasi dan persidangan yang tidak berperikemanusiaan.

M Habibie dari Save Our Borneo, sebagai salah seorang Jurubicara Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur menuturkan, pada Minggu, 26 April 2020, seorang petani yang juga pejuang lingkungan dan agraria di Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) bernama Hermanus alias Tompel dipastikan telah meninggal dunia.

Hermanus masih berstatus sebagai tahanan dan masih mengikuti proses pengadilan atas dugaaan kriminalisasi yang ditimpakan kepada dirinya.

Habibie menuturkan, pada Pukul 00.30 WIB, dini hari, Hermanus alias Tompel dibawa ke Rumah Sakit Murjani Sampit. Dan menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah sakit itu.

"Almarhum Hermanus adalah bagian dari 3 orang pejuang agraria dan lingkungan  yang dikriminalisasi oleh kepolisian atas laporan yang tidak mendasar oleh pihak perusahaan," ujar M Habibie dalam siaran persnya, yang diterima, Senin (27/04/2020).

Hermanus alias Tompel bersama dua orang lainnya ditangkap atas tuduhan pencurian buah sawit. Padahal tanah tersebut sedang dalam proses sengketa dan berada  di luar Hak Guna Usaha (HGU) Perusahaan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP).

"Sejak awal, proses kriminalisasi sangat jelas dalam kasus ini. Dan sengaja ingin membungkam perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Penyang, melalui Kelompok Tani Sahai Hapakat yang memperjuangkan tanah mereka," ungkap Habibie.

Sejak awal penangkapan, lanjutnya, Hermanus alias Tompel dan dua rekannya tidak diberikan hak-haknya. Proses penyelidikan kepada mereka juga tidak dilakukan dengan prosedur yang benar.

"Almarhum Hermanus dan Didik, rekannya yang ditangkap, tidak diproses dengan benar. Proses penangkapan di uji di pra-peradilan. Didik dan Hermanus tidak didampingi pengacara saat pemeriksaan. Dan segera dilimpahkan ke Kejaksaan atau langsung P-21," jelasnya.

Aryo Nugroho dari Lembaga Bantuan Hukum Palangkaraya (LBH Palangkayara) menambahkan, meskipun proses Pra-peradilan sedang berjalan, Hermanus dan kawan-kawannya tetap dilimpahkan dan disidangkan.

"Hal ini jelas sangat tergesa-gesa dan dipaksakan oleh Kepolisian dan pihak Kejaksaan. Mereka memaksakan persidangan segera dilakukan di saat pandemi Covid-19 ini," ujar Aryo.

Untuk diketahui, lanjut Aryo, sejak awal, Hermanus memang memiliki penyakit. Sehingga sejak persidangan pertama yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Sampit (PNJ Sampit), sudah terlihat kondisinya yang sangat tidak sehat.

"Sudah mengalami sakit dan harus menggunakan kursi roda saat mengikuti persidangan. Persidangan mulai digelar saat  wabah Covid-19 kian menjalar di Kalimantan Tengah," beber Aryo.

Untuk memenuhi rasa keadilan, lanjut Aryo, Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang, melalui Penasehat Hukum ketiga pejuang lingkungan, telah minta untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus almarhum Hermanus  di Rumah Sakit Dr Murjani Sampit.

Namun sayang, dari pemeriksaan kesehatan itu hanya direkomendasikan berobat jalan. Hermanus tetap ditahan di Polres Kotawaringin Timur.

Melihat kondisi kesehatan Almarhum Hermanus yang kian bertambah parah, diungkapkan Aryo, penasehat hukum telah melakukan permohonan penangguhan penahanan. Permohonan penangguhan penahanan diajukan kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut.

"Kondisinya memang sangat tidak memungkinkan untuk disidangkan. Karena wabah Covid-19 juga sedang meninggi. Kondisi kesehatan dan ruang tahanan Polres Kotawaringin Timur yang sudah di luar Kapasitas, juga mempengaruhi kesehatan tahanan," tutur Aryo.

Pada sidang ketiga, atau sidang terakhir yang sempat diikuti Hermanus, Tim Penasehat Hukum juga menyampaikan permohonan secara langsung saat persidangan kepada Majelis Hakim. Agar segera dilakukan penangguhan penahanan.

Sebab, salah satu terdakwa atas nama Hermanus alias Tompel mengalami sakit dan harus melakukan pengobatan di kampung.

"Namun Majelis Hakim menyampaikan bahwa hal tersebut masih dalam pertimbangan. Lambatnya prosedural ini mendorong tidak tertanganinya  kesehatan almarhum, sehingga meninggal di Rumah Sakit," ungkap Aryo. 

Aryo menjelaskan, pada jadwal sidang terakhirnya itu, yakni pada Senin 27 April 2020, Hermanus dalam kondisi yang sudah sangat tidak berdaya, masih dipaksa harus mengikuti persidangan.

"Padahal penyakitnya sudah semakin memburuk. Ditandai dengan batuk dan pilek yang semakin parah. Nanun tidak ada penanganan kesehatan yang lebih maksimal dari pihak kepolisian dan kejaksaan yang menahan  almarhum," terangnya.

Untuk itu, Dimas NH dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Tengah (Walhi Kalteng) menyerukan, demi rasa keadilan dan kemanusian, berbagai organisasi sipil kemasyarakatan tergabung dalam Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang, yang selama ini berjuang bersama  Masyarakat Desa Penyang untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas oleh perusahaan PT Hamparan Mas Bangun Persada (HMPBP) dan Kriminalisasi oleh Kepolisian,  menyatakan sikap mereka.

"Menuntut  pertanggungjawaban semua pihak yang lalai dan abai dalam penanganan kesehatan Almarhum Hermanus selama menjadi tahanan yang mengakibatkan almarhum meninggal," tutur Dimas.

Kemudian, Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang, meminta kepada Pihak Kepolisian dan Kejaksaan memberikan keterangan yang transparan dan terbuka terkait dengan kronologis, termasuk penyebab pasti kematian Almarhum Hermanus dengan bukti medis yang bisa dipercaya.

"Selanjutnya, segera hentikan proses pengadilan yang sejak awal telah terindikasi kuat sebagai skenario untuk membungkam perjuangan masyarakat Penyang Kelompok Tani Sahai Hapakat. Untuk  memperoleh hak-hak atas tanah mereka yang dirampas oleh Perusahaan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) dan didukung oleh aparat Kepolisian," tegasnya.

Meminta pembebasan dan penangguhan penahanan kepada para pejuang agrarian yang saat ini ditahan di penjara kepolisian. Karena tidak menjamin kesehatan para tahanan di situasi pandemi Covid-19.

"Bebaskan James Watt dan Didik. Keduanya juga pejuang agrarian dan lingkungan yang ditahan bersama almarhum Hermanus. Hal yang sama juga rentan terjadi kepada para tahanan lainnya yang masih ditahan di Penjara Polres Kotim," ujar Dimas.

Perjuangan Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang ini didukung sejumlah organisasi masyarakat sipil yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional, Save Our Borneo, Walhi Kalimantan Tengah, JPIC Kalimantan, Pengurus Wilayah Aaliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah, LBH Palangka Raya, LBH Genta Keadilan, Progress Kalimantan Tengah, eLSPA.

Selanjutnya, Solidaritas Perempuan Mamut Menteng, Lembaga Studi Dayak, Retina Institute, Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) Cabang Palangka Raya, Serikat Pekerja Sawit Indonesia (SEPASI), JARI Kalimantan Tengah, Lembaga Dayak Panarung,  Individu Gemma Ade Abimanyu, Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Palangka Raya, Comodo Mapala Universitas Palangka Raya, Mapala Adiwiyata Universitas Palangka Raya, Mapala Anak Tingang Universitas Palangka Raya, DPC GMNI Cabang Palangka Raya, Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Kotawaringin Timur (PC KMHDI KOTIM).

Kemudian, FAMM Indonesia, Eknas Walhi, Elsam, Greenpeace Indonesia, Sawit Watch, KontraS, Institute for National and Democracy Studies (INDIES), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Aliansi Reforma Agraria (AGRA), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), PEMBARU Indonesia, Walhi Sulawesi Selatan.JON/Red

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama