Ketua Umum
KOMNAS Perlindungan Anak
Komnas Perlindungan Anak :
LUAR BIASA!!.... PN SURABAYA MEMVONIS KEBIRI BAGI PREDATOR KEJAHATAN SEKSUAL "SODOMI" TERHADAP 15 ANAK
Jakarta,ANEKAFAKTA.COM
Sungguh luar biasa dan cukup berani Pengadilan Negri (PN) Surabaya memutus hukuman tambahan atas perkara kejahatan seksual "sodomi" yang dilakukan Rahmat Santoso alias Slamet (30) dengan "kastrasi" (kebiri) melalui suntik kimia.
Oleh karenanya, KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia sebagai institusi independen dibidang pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia yang tak henti-hentinya dan konsisten mensosialisasi UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang menetapkan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan luar biasa, patut mendapat apresiasi dan penghormatan atas penerapan UU RI Nomor 17 Tahun 2016.
Lebih jauh Arist mengatakan bahwa "Ini adalah putusan Majelis Hakim kedua yang menerapkan ketentuan UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 setelah Putusan PN Mojokerto beberapa bulan lalu yang menghukum predator kejahatan seksual terhadap anak dengan hukuman tambahan berupa kebiri "kastrasi" dengan cara suntik kimia, seyelah mrnjalani pidana pokoknya 12 tahun penjara".
Putusan Majelis Hakim yang menangani perkara kejahatan seksual terhadap anak menggunakan tuntutan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 sebagai tuntutan primernya juga pernah terjadi di PN Sorong, Papua dan PN Bangkalan Madura dengan demikian putusan Hakim telah menjadi yurisprudensi",
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika KOMNAS Perlindungan Anak merekomendasikan dan mempertimbangkan PN Sorong, PN Surabaya, PN Mojokerto, Kejari Bangkalan dan Kejati Mojokerto mendapat KOMNAS ANAK AWARDS 2019, "inilah bentuk penghargaan kami bagi para penegak hukum yang sangat peduli dengan anak-anak khususnya anak sebagai korban," tambah Arist.
Rahmat Santoso alias Selamat (30). terdakwa kasus sodomi 15 siswa di Surabaya di Vonis 12 tahun penjara dan kebiri kimia selama 3 tahun.
Majelis Hakim PN Surabaya menilai bahwa terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan menyatakan terdakwa Rahmat Santoso alias Slamet terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana tipu muslihat atau membujuk anak atau membiarkan perbuatan cabul yang dilakukan pendidik atau tenaga pendidik, kata hakim ketua Dwi Winarko saat membacakan vonis di ruang Garuda 2 Pengadilan Negeri Surabaya Senin 18 November 2019 dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan pidana selama 3 bulan dan ditambah dengan tindakan kebiri kimia selama 3 tahun tambah Hakim.
Putusan itu lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa yang menuntut dengan hukuman 14 tahun penjara dan membebankan biaya perkara sebesar Rp5.000
Seperti diberitakan sebelumnya Selamet yang merupakan seorang guru ekstrakurikuler Pramuka di Surabaya tega mensodomi 15 siswanya.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera mengatakan bahwa pelaku merupakan Warga Kupang Segunting Tegalsari, Surabaya mengajar Pramuka di 6 sekolah senagai pembina ekstra pramuka di 6 sekolah di Surabaya baik negeri atau swasta kata Barung saat dirilis di Mapolda Jatim.
Tuntutan kebiri kimia yang dijatuhkan kepada guru ekskul yang mensodomi 15 siswanya di Surabaya dinilai Kejati Jatim sangat tepat Tentukan untuk Rahmat setelah melalui beberapa pertimbangan.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim Asep Maryono menyebutkan dua pertimbangan terkait tuntutan kebiri kimia tersebut.
Pertama terdakwa merupakan seorang pendidik yang seharusnya mengayomi muridnya dari kejahatan seksual. Kedua, dari hasil tes fisikologis satu diantara korbannya terindikasi kecenderungan menjadi pelaku kejahatan seksual juga, kata Asep kepada sejumlah media di Surabaya.
Menurut Asep selain kebiri kimia pihaknya juga menghukum berlaku dengan hukuman penjara selama 14 tahun. Hukuman ini dijatuhkan kepada terdakwa dengan harapan akan memberikan efek Jera.
"hukuman tersebut bisa berdampak Jera karena terdakwa ini telah melakukan aksinya cukup lama terhitung sejak tahun 2017-2019 imbuh Asep.
Red
Posting Komentar