Waduh....Ratusan Miliar PT SBI tuntut PT MKP di Pengadilan Negeri Pontianak
anekafakta.com,PONTIANAK - PT Surya Borneo Indah (SBI) menggugat PT MAULANA KARYA PERSADA (MKP) ke Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Gugatan itu diajukan karena perusahaan tersebut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan sengaja mengingkari perjanjian pengelolaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang berada di Desa Beginjan Kecamatan Tayan Hilir, Kab Sanggau.
Gugatan terdaftar di PN Pontianak Perkara no 24/Pdt.G/2025/PN.Ptk, perkara ini mulai disidangkan, Kamis 13 Februari 2025. PT SBI menggugat PT Maulana Karya Persada (MKP) diwakili Direktur Utama Abi Maulana (Tergugat), PT Bank KB Bukopin Tbk (Turut Tergugat I) dan Endra Widiawan (Turut Tergugat II).
Dalam berkas gugatan, bahwa penggugat merupakan pemilik kebun inti dan PKS selaku pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 03, HGB Nomor 78, HGB Nomor 79, HGB Nomor 80, HGB Nomor 81 dan HGB Nomor 82 yang terletak di Dusun Padu, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalbar.
"Kami memohon PN Pontianak mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan dalam perkara ini. Bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata kuasa hukum PT SBI, Iskandar Halim, SH.MH, Kamis (23/1/2025).
Iskandar halim munhe SH.MH kuasa hukum PT SBI mengatakan, sah surat perjanjian kerja sama pengelolaan Pabrik Kelapa Sawit antara penggugat PT SBI dengan tergugat PT Maulana Karya Persada Nomor: 001/786/SBI-MKP/KSO/VII/2021 dan Nomor : 002/MKP/SBI/J.O/VII/2021 tertanggal 15 Juli 2021 yang mana perjanjian KSO antara SBI dgn MKP telah selesai pada bulan maret 2024.
Dan dibuat adendum rekayasa oleh Tergugat pada tahun 2022 yang niatnya untuk pinjaman uang dengan bank lain, akan tetapi adendum tersebut tidak melibatkan Turut Tergugat 1 yang mana perjanjian awal pihak bank bukopin Turut tanda tangan pada perjanjian awal, sehingga ada klausal di perjanjian awal apabila salah satu pihak tidak mengetahui adendum tersebut adalah tidak sah atau batal demi hukum.
Lanjut kata Iskandar halim Munthe SH.MH juga Sekertaris PERGERAKAN SELURUH ADVOKAT INDONESIA (PERSADI) kuasa hukum PT Surya Borneo Indah (SBI) mengatakan sangat disayangkan oknum yg mengatasnamakan PT MKP dalam hal ini sebagai Tergugat juga telah melakukan perbuatan dugaan pelanggaran tindak pidana menutup dan menggembok dengan rantai besar pabrik milik klien kami dan menghalangi hasil kebun petani masuk kedalam pabrik sudah 2 bulan yang mana telah merugikan klien kami dan para petani sawit anak angkat dari PT SBI dan dihitung kerugian kirakira sebesar 10.6 Miliar dan ini melanggar hukum dugaan tindak pidana khusus sesuai pasal 167 ayat 1 KUHP jo pasal 406 KUHP jo pasal 170 KUHP jo pasal 160 KUHP memghasut orang lain utk melakukan tindak pidana, ujar Iskandar yg juga mantan aktivis di jakarta.
Kami juga telah melayangkan surat Perlindungan Hukum kepada Kapolda Kalimanta Barat dengan surat tanggal 20 desember 2024, minta agar tidak ada yg melakukan beking dan intimidasi yang di lakukan oleh pihak Tergugat lagi di lokasi pabrik milik klien kami, ujar Iskandar.
Dan beberapa hari belakangan ini para petani koprasi SBI dan karyawan juga selalu dilakukan intimidasi dan bahkan membawa paksa karyawan SBI ke kantor MKP di pontianak tanpa ada surat apapun yg dilakukan oleh pihak MKP yang jelas jelas melanggar hukum ketertiban umum dan membuat kegaduhan di masyarakat khususnya di wilayah kecamatan Tayan Hilir dan sekitarnya.
Maka kami ajukan gugatan dan Majlis Hakim PN Pontianak di mohonkan utk membatalkan seluruh surat addendum surat perjanjian kerja sama pengelolaan PKS antara penggugat PT SBI dengan tergugat PT Maulana Karya Persada. Memerintahkan tergugat membuka rantai dan gembok pabrik penggugat," pinta Iskandar.
Iskandar berharap, hakim PN Pontianak mengabulkan sita jaminan pada alat pelet dan bahan bakar biomasa sawit yang berada dalam pabrik penggugat. Serta menghukum tergugat untuk melakukan pembayaran kerugian immateril sebesar Rp 107.461.656.000.
"Menyatakan sah sita jaminan pada alat pelet bahan bakar biomassa sawit yang berada dalam pabrik penggugat. Selanjutnya, membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1 juta, apabila setiap hari tergugat lalai melaksanakan isi putusan perkara ini terhitung sejak putusannya berkekuatan hukum tetap," jelas Iskandar.
Iskandar meminta, pada majelis hakim PN Pontianak untuk membebani biaya perkara ini pada tergugat, turut tergugat I dan turut tergugat II untuk patuh dan tunduk terhadap perkara ini. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uit Voerbaar bij voerrad) meskipun ada upaya hukum banding, kasasi maupun verzet.
"Apabila majelis hakim PN Pontianak yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Gugatan yang kami ajukan terkabul," harap Iskandar.
Posting Komentar