Taman Ismail Marzuki Dirubuhkan
Pusat Budaya dan Seni Jakarta Terancam Punah
ANEKAFAKTA.COM,Jakarta
Sejumlah budayawan, seniman dan para pegiat seni budaya lainnya memprotes Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan karena merubuhkan Gedung Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Kawasan yang merupakan salah satu pusat seni dan budaya tertua di Indonesia itu hendak dijadikan sebagai tempat bisnis dengan mendirikan hotel bertingkat, dan akan dikelola oleh Perusahaan JakPro dengan cara bisnis mencari keuntungan semata.
TIM yang sudah berusia 50 tahun itu akan punah dari pusat kesenian dan budaya yang menjadi salah satu ikon Jakarta, Indonesia bahkan dunia.
Praktisi Kebudayaan yang tinggal di Jakarta, Romo Rowima sangat menyesalkan tindakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dianggap secara membabibuta menghabisi pusat seni dan budaya Indonesia.
Dengan mengkampanyekan #SaveTIM, Romo Rowima dan sejumlah budayawan dan para seniman menolak pemberangusan seni budaya yang ada di TIM.
Romo Rowima menyampaikan, salah satu bangunan di areal Taman Ismail Marzuki yang mendapat tempat secara khusus dalam hati para seniman Tanah Air adalah Gedung Graha Bakti Budaya.
Saat ini, gedung itu pun sedang dihancurkan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan melalui tangan JakPro. Anies Baswedan yang terpilih sebagai Gubernur DKI selama 5 tahun, meluluhlantakan areal Taman Ismail Marzuki yang memasuki usia 50 tahunan.
"Dari sisi waktu, saya berani katakan, 5 tahun Anies Baswedan melumatkan 50 tahun keadaban dan peradaban yang dibangun para pelaku kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, yang datang dari seluruh pelosok Tanah Air bahkan dari luar negeri," tutur Romo Rowima, di Jakarta, Rabu (12/02/2020).
Atas nama Revitalisasi Taman Ismail Marzuki, lanjutnya, Anies Baswedan menjadikan tindakan itu sebagai mantra untuk masuk dan menghapus sejarah pergerakan berkesenian yang sangat intens, progresif dan modern dari sudut-sudut, pada tembok-tembok, altar dan gedung-gedung pertunjukan seperti Graha Bakti Budaya itu.
Bukan hanya itu, areal Taman Ismail Marzuki yang ditumbuhi pohon-pohon besar, hijau dan asri, bernasib sama seperti Revitalisasi di Monas. "Pohon-pohon besar itu pun bertumbangan di tangan Anies Bawedan," ujarnya.
Romo Rowima melanjutkan, mendapati rumah mereka diobrak-abrik atas nama mantra revitalisasi itu, para seniman mendongak, meradang, menangis dan meneteskan air mata.
"Apakah seniman tak berdaya menghadapi mantra revitalisasi ala Anies Baswedan itu? Tidak, seniman punya cara tersendiri melawan para penghancur kebudayaan dan para genosida kebudayaan," ujarnya.
"Seniman melawan dengan aksi-aksi moral, aksi-aksi seni, kreativitas perlawanan yang lebih beradat dan sarat keadaban. Karena begitulah seni, selalu mempertontonkan keindahan, keagungan, kemuliaan budaya dalam berbagai bentuk," lanjutnya.
Seniman adalah pencetus dan pemelihara peradapan, cerdas menyikapi ketimpangan sosial dan tak pernah takut melawan kesewenang-wenangan.
Bagi para seniman dan budayawan, lanjut Romo, Gedung Graha Bakti Budaya bukan sekedar gedung biasa-biasa saja. Bukan seperti hotel atau ruko atau rumah tempat tinggal yang gampang dirobohkan begitu saja.
Gedung ini adalah sejarah pergerakan berkesenian. Dan gedung itu juga sebuah simbol kebudayaan, karena Tari Ratoh Jaroe dan Tari Dompeng dari Aceh yang fenomenal itu dipentaskan di sana. Atau Tari Yospan dan Sajojo dari Papua, Maggeluk, Tor-tor, Tari Piring, Tari Serimpi, Kecak, dan lain-lain, pernah dipentaskan di sana.
Belum lagi pementasan teater-teater yang selama ini intens memaanfaatkan Gedung Graha Bhakti Budaya. Monolog, Pemeran Lukisan, panggung berbagai festival mewarnai gedung Graha Bhakti Budaya itu.
"Dan sekarang, ia, gedung itu sedang di hancurkan oleh mesin-mesin kapitalis yang tak beradab itu. #SaveTIM," ujar Romo Rowima.JON
Selamatkan Pusat Seni Budaya Taman Ismail Marzuki
Salah seorang Budayawan Senior, Ajip Rosidi menyerukan penolakan terhadap langkah yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang merubuhkan dan mengubur sejarah dan aktivitas seniman dan budayawan di TIM itu.
"Kebijaksanaan yang dilakukan Gubernur Anies itu salah. Itu harus dihentikan. Dan dikembalikan kepada fungsinya semula," ujar Ajib Rosidi.
Karena itu, dia meminta Pemerintah mengembalikan kepada fungsi awal. Dengan tata cara pengelolaan yang tidak untuk mencari bisnis semata. "Kebijaksanaan Gubernur Anies membangun hotel berbintang di TIM itu salah. Kembalikan kepada semestinya," ujarnya.
Oleh karena itu, Ajip Rosidi menyampaikan, para Seniman dan Budayawan, Pekerja Budaya serta pegiat seni budaya yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) menentang keras perubuhan TIM dan hendak digantikan dengan hotel dan bisnis untuk mesin uang Pemerintah DKI Jakarta.
Dalam seruannya, Forum Seniman Peduli TIM menyatakan, Kami Seniman, Budayawan dan Pekerja Budaya, juga Forum Seniman Peduli TIM, yang bekerja dan berkreasi di dalam kompleks TIM sepanjang usianya, berdasar pada, pertama, tetap dipaksakannya pelaksanaan pembongkaran dan pembangunan TIM yang didasarkan pada desain Revitalisasi dari Pemda DKI walau sudah kami tolak dengan keras.
Dua, tetap berlakunya ketentuan dalam Pergub 63 Tahun 2019 yang memberi wewenang pada Jakpro sebagai pengelola TIM selama 28 tahun mendatang.
Tiga, dinafikannya maksud dan misi dari Almarhum Ali Sadikin yakni Gubernur DKI Jakarta sejak 28 April 1966- Juli 1977, pada saat mendirikan TIM sebagai Rumah Ekspresi Seniman/Budayawan.
Empat, dikhianatinya konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 32 Ayat 1 yang berbunyi, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
"Maka dengan ini, kami menuntut dengan keras, moratorium seluruh pembangunan dan pembongkaran TIM oleh Pemda DKI yang dilaksanakan Jakpro atas nama program Revitalisasi TIM," ujarnya.
Selanjutnya, Gubernur Anies harus segera mencabut ketentuan tentang pemberian wewenang pada Jakpro sebagai pengelola TIM berapapun kurun waktunya.
"Menghentikan segala bentuk revitalisasi, atau apapun itu terminologi yang digunakan, sebelum ada pembicaraan yang komprehensif dengan seniman, budayawan, pekerja budaya sebagai pemangku kepentingan," ujarnya.
Forum Seniman Peduli TIM juga meminta para pejabat Negara dan pejabat publik, baik di Pusat maupun Daerah, terutama DKI Jakarta, agar mengubah cara pandang mereka yang keliru dan menyesatkan tentang makna, peran dan fungsi Seni dan Kebudayaan dalam sejarah bangsa ini.
"Posisikan kembali kebudayaan sebagai pondasi dari pembangunan bangsa dan negara di seluruh dimensinya. Dan membangun infrastruktur yang dibutuhkannya sebagai obligasi konstitusional sekaligus sebagai investor bangsa," ujarnya.JON/Red
Posting Komentar